Part 16. Perasaan Mona

1250 Kata
Alle beranjak, meraih tongkat kemudian berusaha mengejar Sila yang tak lagi mengindahkan panggilannya. Ia mengumpat ketika merasakan nyeri saat berusaha berjalan lebih capat. Ia hanya bisa bertemu tatap dengan Sila ketika wanita itu sudah memasuki pintu lift, dan berbalik. Beberapa detik kedua pasang mata tersebut saling menatap, sebelum akhirnya pintu lift tertutup membuat keduanya mendesah. Kalau saja kakinya sudah normal, tentu saja Alle tidak akan membiarkan Sila pergi dengan membawa kesalah pahaman. Baru saja ia merasa diatas angin mendapati Sila yang berusaha keras merayunya. Alle mendesah. Ia tidak akan bisa mengejar Sila dengan kondisi kakinya saat ini. Akhirnya pria itu berbalik, melangkah pelan kembali ke unit apartemen miliknya. Ada yang harus ia selesaikan dengan sosok yang masih ada di dalam sana. Seseorang yang tidak pernah terpikir akan kembali hadir. Lebih dari itu, dia membuat Sila menjadi salah paham. Alle menghembuskan nafas kasar sebelum tangan pria itu bergerak mendorong pintu yang bahkan tidak tertutup rapat saat ia menginggalkannya. Melangkah perlahan masuk ke dalam apartemen. Seketika bau harum masakan menusuk indera penciumannya. Ia melangkah menuju tempat bau harum tersebut berasal. Dapur. Ia bisa melihat tubuh ramping seorang model yang biasanya berlajan diatas catwalk itu sekarang justru sedang sibuk di depan kompor dengan apron melekat di tubuhnya. Mona memang sangat cantik. Bahkan wanita itu tampak lebih cantik dari terakhir kali mereka bertemu. Mungkin sebagai model di luar negeri sana, ia mendapatkan perawatan wajah dan tubuh yang lebih mumpuni di banding saat ia hidup di Indonesia. Tapi entah mengapa, sudah tidak ada getaran apa pun ketika melihat wanita itu kembali. Bahkan senyum manis yang dulu selalu saja membuatnya mabuk kepayang, tak lagi punya efek untuk jantungnya. Sangat berbeda dengan senyum wanita yang baru saja meninggalkan apartemennya dengan kekecawaan. “ Aku sudah makan.” Ucap Alle sembari bersandar di pintu masuk menuju dapur. Wanita di depan sana tidak mempedulikan, ia masih tetap sibuk mengaduk. Alle berdecak. Merasa kesal karena wanita tersebut mengabaikan omongannya. Wanita itu tidak perlu susah-susah melanjutkan memasak karena dia sudah lebih dari kenyang. Yang ia mau sekarang adalah wanita itu segera pergi meninggalkan apartemennya. Alle tidak berharap Mona akan berlama-lama di tempatnya, membuat mood semakin terjun ke dasar laut. “ Sudah kukatakan … aku sudah makan. Kamu tidak perlu melanjutkannya.” Alle mengeraskan suaranya. Menatap punggung yang kini perlahan berbalik setelah ia mematikan kompor. Wanita itu menatapnya. Menatap penuh kekecewaan padanya. Dalam hati Alle mendengus. Untuk apa wanita itu memberi tatapan seperti itu. seperti Alle saja yang sudah membuat kecewa wanita itu. Mona melepas apron yang belum lama ia pakai. Belum juga ia selesai memasak makanan paling sederhana yang ia bisa, pria yang sudah ia rindukan tersebut malah terkesan tidak menyukai kehadirannya. Ia tahu sudah mengganggu apa pun yang tadinya sedang pria itu lakukan bersama wanita yang tidak ia ketahui namanya. Bahkan baru pertama kali ia melihat wajah wanita tersebut. Yang pasti dia bukan teman sekolah Alle, karena hampir semua teman sekolah Alle ia kenal. “ Siapa dia ?” mulutnya tidak tahan lebih lama untuk tidak bertanya. Terlalu penasaran melihat bagaimana pria di hadapannya berusaha mengejar sang wanita. “ Bukan urusanmu.” Alle menjawab. Menatap lekat kedua mata Mona yang mengerjap. Sila tidak ada hubungannya dengan Mona, dan wanita itu tidak perlu tahu serumit apa hubungannya dengan Sila. “ Secepat ini kamu move on ?” pertanyaan yang keluar dari dua belah bibir tipis berwarna merah tersebut membuat Alle takjub. Ia menatap tak percaya wanita di hadapannya. Satu tahun. Apa wanita itu berharap hatinya akan tetap sama setelah mereka berpisah satu tahun lalu ? mungkin dia tidak tahu kisah artis yang sudah pacaran 5 tahun, lalu sang lelaki menikah dengan wanita lain setelah 5 bulan putus. Atau cerita cinta penyanyi luar negeri yang sang pria bertunangan dengan wanita lain hanya setelah 2 bulan putus, hingga kemudian penyanyi wanita itu mengeluarkan lagu yang menceritakan perjalanan tragis percintaan mereka. Itu baru namanya cepat. Berbeda dengan kisah mereka yang sudah berakhir setahun silam. Lagi pula Alle, dan sila bahkan belum punya hubungan apa pun lebih dari berteman. Bukan bertunangan, apalagi menikah. Alle mendengus. “ Bagiku putus berarti selesai. Apa yang kamu harapkan setelah satu tahun hah?” kedua mata Alle memicing menatap Mona. “ Apa kamu berharap aku masih akan menunggumu?” Alle terkekeh. “ Jangan mimpi.” “ Dia tidak lebih cantik dariku.” Mona menatap Alle dengan pandangan meremehkan. Memang benar, wanita itu tidak lebih cantik darinya. Mona merasa jauh lebih unggul. Dia punya badan yang proporsional. Kulit yang lebih bening, juga struktur wajah blasteran yang lebih menonjol. Perlahan sebelah sudut bibir Alle terangkat. Tidak tinggi, namun cukup memperlihatkan intimidasi hingga Mona hanya mampu terdiam. “ Bagiku … dia jauh lebih menarik dibanding … “ Alle tidak menyelesaikan kalimatnya. Ia menelisik Mona dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tatapan mata lelaki itu entah mengapa membuat Mona jengah, sekaligus kesal. Ia merasa diremehkan. Bagaimana bisa Alle menyebut wanita itu lebih menarik darinya. Apa mata pria itu sekarang sudah rabun ?. Dilihat dari segi penampilan semua orang pasti akan mengatakan ia memiliki penampilan sempurna. Bahkan Mona yakin, banyak wanita yang berharap memiliki kesempurnaan seperti dirinya. “ Apa mata kamu sudah rabun ?” seketika mulut Mona langsung terkatup rapat sesaat setelah menyadari mulutnya begitu lancang mengungkap apa yang ada di hati, dan pikirannya. Ia bisa melihat gejolak kemarahan di wajah Alle yang memerah. Sepertinya ia sudah membuat kesalahan, tentu saja karena dia sudah mengatai Alle rabun. Pria itu pastilah tersinggung. Alle menegakkan tubuh. Rahang pria itu terketup rapat dengan sesekali bunyi gemeretak terdengar dari gigi-giginya yang beradu kasar. “ Sebelum aku lepas kendali, sebaiknya kamu cepat keluar, dan jangan pernah muncul lagi.” Tajam Alle berucap. Pria itu berbalik, berjalan perlahan dengan tongkat penyangga menuju pintu. Ia membuka lebar pintu apartement. Meminta Mona segera keluar. “ Al … please aku minta maaf. Aku tidak bermaksud mengataimu rabun. Aku kelepasan. Maafkan aku.” Alle menggelengkan kepala. Dengan isyarat tangan ia meminta Mona untuk keluar. Mona menatap Alle tak percaya. Benarkah cinta pria itu sudah tak ada sedikitpun untuknya ? bagaimana bisa ? Alle mencintainya sejak mereka masih kecil. Bagaimana mungkin hanya dalam waktu satu tahun semua perasaan pria itu lenyap tak berbekas ? apa yang sudah terjadi selama satu tahun ini ? apa yang sudah wanita itu lakukan hingga bisa menggantikan posisinya secepat ini ? banyak pertanyaan yang berkeliaran dalam kepala cantik Mona. “ Cepat keluar.” Hanya dengan nada datar Alle berucap, tapi tatapan mata pria itu terlalu mengerikan hingga Mona dengan enggan melangkah keluar. Melewati Alle, Mona sempatkan berhenti, membisikkan kata-kata yang sejak awal ingin ia ucapkan. “ Aku masih mencintaimu, dan aku ingin kita bisa kembali bersama seperti dulu.” Alle hanya terdiam mendengar bisikan Mona di telinganya. Sudah terlambat. Ia sudah tidak memiliki perasaan yang sama pada wanita itu. Ia sendiri tidak mengerti bagaimana, tapi sudah tidak ada getaran apa pun yang ia rasakan ketika melihat Mona. Alle mendesah, menutup pintu dengan sedikit membanting. Sebelah tangannya yang bebas mengusap kasar wajahnya. “ Argghhh … “ Alle mengajak kesal rambutnya. Apa yang sebenarnya terjati pada hatinya. Kenapa ia bisa begitu terikat pada wanita yang belum lama ia kenal. Bahkan dengan mudahnya wanita itu menggantikan posisi wanita yang sudah sejak lama ia cintai. Bagaiman bisa ? “ Alva … apa yang terjadi ? perasaan apa ini ? apakah ini perasaanmu pada Sila ? kenapa kamu tinggalkan padaku ?” gumam Alle. Ia menjatuhkan tubuh di sofa ruang tamu. Menatap nyalang foto Alva bersama dirinya, serta Nora ketika remaja. Dua orang terkasih yang sudah lebih dulu pergi. Dan sekarang ia menyadari betapa sepi hidupnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN