Save Me 24

1903 Kata
"Ma, Septi pengen beli burger," ujarku pada Mama. "Ya udah kalau gitu nanti nungguin Papa." "Aku telefon Papa aja sekarang, ya." "Atau minta ke Teh Widi aja, biar pulang kerja dibawain." "Aku maunya sekarang, Ma." Niatku adalah, agar Alfa mendengar permintaan aku. Diri ini sangat yakin, jika Alfa tahu bahwa aku menginginkan burger, pemuda itu pasti akan segera membelikan. Karena, ketika masih mengajar di madrasah, Alfa begitu perhatian padaku. Lelaki itu tak akan membiarkan aku kelaparan walau hanya semenit. "Ya udah, bentar telepon Papa dulu." Beberapa ibu-ibu jamaah pun terkekeh karena mengetahui permintaan aku adalah burger. "Atuh kayak orang-orang bule, ya, Neng... makanannya burger." Salah satu di antara mereka yang usianya cukup sepuh pun berkata, "Ari burger, teh, naon?" (Burger, tuh, apa?" Kami semua terkekeh. "Mak... burger, teh, makanan. Tapi cuma roti tumpuk, isinya ada daging sapi, sayuran sama saus yang warna putih. Naon era teh, namina...." (Apa, tuh, namanya?) "Mayones, Bu," sahutku. "Tah... itu tuh maksudnya." "Rasanya kayak gimana?" tanya Mbah Uni yang berkerja sebagai tukang pijit di kampungku. "Nggak bakal doyan, Mak!" jawab anaknya yang jadi bagian jamaah Abi. "Septi, ini Papa baru angkat telepon. Katanya baru selesai salat. Kamu aja yang ngomong." Mama memberikan ponselnya padaku. "Assalamu'alaikum, Pa." "Wa'alaikumussalam." Suara Papa terdengar dari sambungan telepon. "Septi mau burger, ya, Pa." "Hah, burger? Beli di mana? Nitip sama Teh Widi aja, ya." "Tapi Septi maunya sekarang. Udah laper banget ini. Papa tanya ke siapa gitu beli burger di mana. Atau nanya sama orang di samping Papa." Lalu, Papa pun mengikuti ucapanku. Beliau bertanya pada Alfa yang aku yakin ada di sampingnya. "Beli burger, teh, di mana yang dekat dari sini?" tanya Papa. Alfa pun menjawab. "Buat siapa, Pa?" "Itu... si Septi minta burger katanya udah lapar banget." "Kalau gitu biar Alfa aja yang beli, Pa. Papa duluan aja ke ruangan." "Jangan atuh, sok kalau Alfa mau beli Papa tunggu di sini. Takutnya jam besuk udah habis, nanti Alfa nggak bisa masuk." "Oh, ya udah kalau gitu. Alda berangkat dulu." Aku masih mendengar percakapan kedua orang di sambungan telepon ini. "Eh, ini uanganya," ujar Papa. "Nggak usah, Pa. Nanti pakai uang Alfa aja." Aku pun tersenyum. Perasaan ini sangat lega. Akhirnya usaha untuk menjauhkan Alfa dari pandangan ibu-ibu jamaah berhasil. Aku takut jika mereka sampai melihat Alfa di sini, gosip pasti menyebar begitu pesat. Ah, menakutkan! ***   Keesokan harinya, tepat setelah tiga hari aku dirawat di rumah sakit. Pera perawat yang dinas malam pun melakukan kegiatan oper sif dengan petugas pagi. "Ini pasien baru?" tanya seorang seorang wanita berpakaian rapi dengan mata yang tertuju padaku. Aku pikir wanita itu adalah kepala ruangan di kamar rawat ini. "Ini pasien masuk hari Jumat, Bu. Namanya Septi. Ada permintaan surat izin juga untuk di kampus dan tempat magangnya," tutur salah seorang perawat lain. "Oh, magang di mana?" "Ini mahasiswi kebidanan di Bina Husada, Bu." Wanita yang dipanggil ibu oleh para perawat itu melihat berhenti di depan ranjangku. "Itu, kok, pucat banget wajahnya. Hemoglobin-nya berapa? Coba nanti cek Hb-nya." Wanita itu memberi perintah. "Neng, coba lihat tangannya. Kayak gini...." Perawat senior itu meminta aku untuk membuka telapak tangan. Aku menuruti perkataan beliau. "Keluhannya apa?" tanyanya. "Perutnya sakit, badannya panas, dan kepalanya...." Aku bingung untuk menjelaskan bagaimana keadaan kepala ini. "Itu, Bu... jadi orang tuanya minta dilakukan CT Scan. Kita udah coba konsul ke dokter Sarmilah." Seorang perawat yang kulihat di hari Jum'at lalu telah menjelaskan. Setelah mengecek semua pasien, mereka kembali ke ruangan khusus perawat. Mama dan Papa baru saja mendapati pemandangan yang aneh. "Perasaan hari Sabtu sama Minggu kemarin nggak ada orang itu, ya, Pa," ujar Mama. "Kayaknya itu tuh kepala ruangan, Ma. Tugasnya emang gitu. Biasanya tugasnys itu Senin sampai Jumat. Tapi seringnys juga hari Jumat dapat tugas di luar, bukan di ruangan." Keluarga dari pasien yang satu kamar denganku mendekat. Mereka seolah ingin tahu kenapa aku bisa dirawat? "Sakit apa anaknya, Bu?" tanya seorang wanita yang lebih tua sedikit dari Mama. "Belum ada hasilnya, Bu. Baru mau diperiksa hari ini. Cuma kemarin, mah, baru tahu penyakitnya di lambung." Keluarga pasien itu mengangguk-angguk. "Kalau itu sakit apa, Ceu? Anaknya juga?" tanya Papa. "Oh, itu adik saya. Sakit aslinya, mah, leukimia. Tapi kita nggak bilang-bilang. Cuma ngasih tahu kalau dia sakit demam berdarah." Aku benar-benar syok mendengar bahwa pasien di sampingku mengidap kanker darah. "Haaah, leukimia?" Aku berbicara sangat keras. "Huss... sstt! Tolong jangan keras-keras." Ibu itu memberikan peringatan padaku agar pasien tersebut tidak mendengar. "Leukimia itu apa?" tanya Mama dan Papa berbarengan. "Kangker darah, Ma... Pa." Orangtuaku juga ikut terkejut mendengar jawaban tersebut. Mereka tidak habis pikir, kenapa diagnosis seberat itu tidak diberitahukan pada pasien? Pikiranku jadi was-was. Kenapa aku satu kamar dengan penderita leukimia? *** Masih suasana Senin pagi. Tepat pukul sembilan tiga puluh, datang seorang dokter cantik berpakaian sesuai syariat Islam. Beliau tersenyum padaku. "Namanya siapa?" tanya sang dokter. "Septi, Dok." "Apa saja keluhannya?" Aku pun menceritakan dengan jelas semua keluhan yang dirasakan selama ini. Dari kejadian sering misisan dan pingsan, kepala yang seperti ada cairan, rasa dingin dan panas yang sering berpindah dari kanan ke kiri atau sebaliknya. Hingga rasa panas di sekujur tubuh yang baru dialami beberapa hari yang lalu. "Baik... sekarang coba pandang jari ini dan ikuti ke mana jari ini bergerak," ujar dokter seraya menunjukan jarinya. Aku pun mengikuti pergerakan jari tersebut dengan teratur. "Baik, cukup! Sekarang... coba bilang kalau sakit, ya." Dokter mengangkat kepala dan menekuk leherku. "Aduh! Udah, Dok... sakit," ujarku. Setelah itu dokter mengatakan, bahwa akan dilakukan tindakan CT Scan. Namun, sebelum itu harus melalui tahap foto rontgen terlebih dahulu. Foto Rontgen adalah prosedur pemeriksaan menggunakan radiasi gelombang elektromagnetik atau sinar-X untuk menampilkan gambar bagian dalam tubuh. Selain untuk mendeteksi masalah kesehatan, foto Rontgen juga dapat digunakan sebagai prosedur penunjang dalam tindakan medis tertentu. Pada foto Rontgen, gambaran dari benda padat, seperti tulang, akan ditampilkan sebagai area berwarna putih. Sedangkan, udara yang terdapat pada paru-paru akan tampak berwarna hitam dan gambaran dari lemak atau otot ditampilkan dengan warna abu-abu. Dalam beberapa jenis foto Rontgen, digunakan tambahan zat pewarna (kontras) yang diminum atau disuntikkan, misalnya iodine atau barium. Pemberian zat pewarna ini bertujuan agar gambar yang dihasilkan lebih jelas dan detail. Prosedur foto Rontgen ini dilakukan di rumah sakit oleh dokter atau petugas radiologi yang sudah terlatih. Meski radiasi memiliki risiko memicu pertumbuhan sel kanker, paparan radiasi dari foto Rontgen terbilang sangat kecil dan dianggap aman, terutama jika dibandingkan dengan manfaatnya. Foto Rontgen dilakukan untuk melihat kondisi bagian dalam tubuh, mulai dari tulang, sendi, hingga organ dalam. Ada berbagai kondisi dan penyakit yang dapat dideteksi dengan foto Rontgen, di antaranya patah tulang, osteoporosis, infeksi, gangguan pencernaan, pembengkakan jantung, serta tumor p******a. Selain untuk mendeteksi masalah yang terjadi di dalam tubuh, foto Rontgen juga dapat dilakukan untuk mengamati perkembangan penyakit, mengetahui kemajuan dari pengobatan yang dilakukan, serta menjadi pedoman untuk melakukan prosedur tertentu, seperti pemasangan ring pada jantung. Berikut ini beberapa prosedur pemeriksaan yang menggunakan teknologi sinar-x, yaitu: Radiografi sinar-X. Radiografi sinar-X umumnya digunakan untuk mendeteksi patah tulang, tumor, pneumonia, gangguan pada gigi, dan benda asing yang masuk ke dalam tubuh.  Mammografi. Mammografi dilakukan dokter untuk memeriksa dan mendeteksi berbagai kelainan pada p******a, seperti tumbuhnya sel kanker, tumor, atau terjadi penumpukan kalsium. CT scan (computed tomography). CT scan menggabungkan teknologi sinar-X dengan sistem komputer untuk menghasilkan gambar kondisi dalam tubuh dari berbagai sudut dan potongan. CT scan dapat digunakan untuk mendeteksi berbagai masalah kesehatan, mulai dari emboli paru hingga batu ginjal. Fluoroskopi. Prosedur fluoroskopi bertujuan untuk mengamati kondisi organ tubuh secara real time dengan cara menghasilkan gambar bersekuel menyerupai video. Selain untuk mendeteksi berbagai masalah kesehatan, fluoroskopi juga dapat digunakan untuk menunjang prosedur medis tertentu, seperti pemasangan ring jantung. Terapi radiasi. Berbeda dengan jenis foto Rontgen di atas yang umumnya digunakan untuk mendeteksi penyakit, terapi radiasi digunakan untuk pengobatan kanker dengan cara merusak DNA tumor dan sel kanker. Jika Anda sedang hamil, informasikan hal tersebut kepada dokter. Walaupun sangat kecil risikonya terhadap kehamilan, foto Rontgen biasanya tidak direkomendasikan pada ibu hamil kecuali untuk tindakan darurat atau apabila manfaatnya jauh lebih besar daripada risikonya. Orang tua disarankan untuk mendiskusikan dulu dengan dokter mengenai manfaat dan risiko foto Rontgen pada anak sebelum prosedur ini dilakukan. Pasalnya, anak-anak cenderung lebih sensitif terhadap paparan radiasi. Biasanya, tidak ada persiapan khusus untuk menjalani foto Rontgen. Namun, jika foto Rontgen yang akan dijalani menggunakan zat kontras, kadang pasien diminta untuk berpuasa dan menghentikan dulu konsumsi obat-obatan tertentu. Untuk pemeriksaan saluran pencernaan, pasien juga dapat diminta untuk mengonsumsi obat pencahar agar gambaran usus bersih dari kotoran. Dianjurkan bagi pasien untuk memakai pakaian yang nyaman dan longgar. Pasien mungkin akan diminta untuk mengganti baju atau celana dengan pakaian yang telah disediakan dari rumah sakit. Selain itu, hindari menggunakan perhiasan atau aksesoris berbahan logam saat akan menjalani foto Rontgen karena dapat menghalangi gambar yang dihasilkan. Jika pasien memiliki implan berbahan logam di dalam tubuh, beri tahu dokter sebelum prosedur dilakukan. Saat pelaksanaan foto Rontgen, pasien dapat diminta untuk berbaring, duduk, atau berdiri, dan melakukan posisi tertentu sesuai dengan bagian tubuh yang akan difoto atau diperiksa. Misalnya, untuk foto Rontgen d**a, pasien biasanya diminta untuk berdiri. Film foto berupa plat yang nantinya diolah menjadi gambar diletakkan sesuai dengan bagian tubuh yang ingin difoto. Bagian tubuh yang tidak dipindai biasanya akan ditutupi dengan kain pelindung untuk menghindari paparan sinar-X. Selanjutnya, alat foto Rontgen yang menyerupai tabung dan dilengkapi cahaya akan diarahkan pada bagian tubuh yang akan diperiksa. Alat tersebut akan memproduksi sinar-X untuk menghasilkan gambar bagian dalam tubuh pada film foto khusus. Saat pengambilan foto Rontgen, pasien diminta untuk tidak bergerak dan menahan napas agar gambar tidak kabur. Oleh karena itu, untuk pasien anak-anak, terkadang dibutuhkan tali penahan guna menahan posisi agar anak tidak bergerak. Agar lebih jelas, pengambilan foto Rontgen ini dapat dilakukan dari beberapa sudut. Selama pengambilan foto Rontgen, pasien tidak akan merasakan apa pun. Namun, untuk pasien patah tulang, pasien dapat merasa nyeri atau tidak nyaman saat harus memindah-mindahkan posisi tubuh. Pelaksanaan foto Rontgen hanya berlangsung selama beberapa menit. Akan tetapi, untuk tindakan foto Rontgen tertentu, seperti penggunaan zat kontras, prosedur dapat memakan waktu hingga 1 jam atau lebih. Setelah pelaksanaan foto Rontgen, pasien dapat mengganti kembali pakaian rumah sakit dengan pakaian pribadinya. Tergantung pada kondisi masing-masing pasien, dokter dapat menyarankan pasien untuk beristirahat dulu sampai hasil foto keluar atau memperbolehkan pasien untuk langsung pulang. Apabila prosedur foto Rontgen yang dijalani menggunakan zat kontras, pasien dianjurkan minum banyak air putih untuk membantu pembuangan zat kontras dari dalam tubuh melalui urine. Hasil foto Rontgen akan dipelajari oleh dokter radiologi. Hasil foto tersebut juga dapat diberikan kepada pasien setelah dicetak. Lama keluarnya hasil foto Rontgen bervariasi. Dalam keadaan darurat, hasil bisa dikeluarkan dalam hitungan menit. Foto Rontgen pada umumnya tidak menimbulkan komplikasi. Walaupun radiasi berisiko memicu pertumbuhan sel kanker, paparan radiasi dari foto Rontgen terbilang sangat kecil dan dianggap aman. Meski demikian, komplikasi mungkin dapat terjadi jika foto Rontgen dilakukan dengan pemberian zat kontras, terutama yang disuntikkan. Komplikasi tersebut dapat berupa munculnya reaksi alergi atau area yang disuntik terasa nyeri, bengkak, dan kemerahan. Pukul 10 pagi, aku dibawa ke ruang radiologi. Beberapa mahasiswi keperawatan yang sedang magang membawaku dengan sangat hati-hati. Mereka membantu aku membuka baju dan mengganti dengan pakaian yang sudah disediakan pihak rumah sakit. Setelah mengganti pakaian, proses foto rontgen pun dilakukan. Setelah selesai, para mahasiswi magang membawaku kembali ke kamar untuk beristirahat. Katanya, sore ini akan dilakukan tindakan CT Scan, tetapi di klinik yang terpisah dengan rumah sakit. Karena, gedung rumah sakit ini belum memiliki ruangan khusus untuk melakukan CT Scan. *** Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN