15. Kamu Sembuh dulu!!

1237 Kata
Pagi sudah menjelang. Namun Bian masih belum bisa memejamkan matanya. Ia benar-benar kehabisan akal untuk membuat Tania yakin jika tak ada niatan dirinya untuk membohongi Tania. Semalaman ia mencoba meyakinkan Tania namun hal itu tetap belum bisa membuat Tania yakin padanya. Alhasil semalam, semua masalahnya belum selesai namun Tania sudah kembali ke kamarnya. Sementara dari kamar Tania, Amel Sudah bangun lebih dulu. Gadis itu merasa tidurnya benar-benar nyenyak. Dia menggeliat lalu melirik ke arah samping dan mendapati Tania masih terlelap. Amel turun dari tempat tidur. Mood nya cukup membaik pagi ini. Ia melangkah menuju kamar mandi. Sebelum keluar kamar, ia memilih untuk mencuci muka dan menggosok giginya. Setelah keluar, Amel masih melihat Tania tertidur. Ia sama sekali tak mau membangunkan Tania karena mungkin Tania butuh sedikit istirahat. Amel keluar dari kamar. Saat di luar, ia melihat Bian dan Rian sedang duduk berbincang di teras villa sembari menikmati kopi hangat. "Pagi.." sapa Amel. "Pagi Mel. Gimana Tania?" Bian bertanya. "Masih tidur Om. Mungkin kecapekan juga. Sengaja nggak dibangunin dulu." Bian mengangguk paham. Gadis itu lalu melirik Rian yang sama sekali tak meliriknya. Dan itu membuat Amel sedikit bingung. Apa karena pukulan semalam? Batin Amel bertanya. "Minum Mel. Di sana ada yang jual." Tunjuk Bian. "Iya om. Sebentar lagi Amel ke sana. Amel jalan-jalan dulu om. Keliling sini aja. Cari udara segar." "Oh ya sudah silahkan. Hati-hati ya." "Oke om." Amel melangkahkan kakinya menjauh. Bian melirik ke arah Rian yang masih santai sembari melihat ponselnya. "Heh! Nggak disusul?" Ucapnya. Rian melirik Bian sekilas lalu melirik Amel yang semakin menjauh. "Susul sana!" "Nggak lah! Ngapain." "Kok ngapain. Ya minta maaf lah." "Buat apa om? Emang Rian salah apa mesti minta maaf sama dia! Nggak mau." Bian mengangguk angguk. "Ya itu sih terserah ya. Kalau nanti diganggu orang, ya jangan nyesel. Bar bar gitu, cantik lho." Ucap Bian mencoba memanas manasi. Rian menatap Bian kesal. Ia lalu kembali menatap Amel. "Ck! Ganggu aja deh om." Decaknya kesal namun tetap berdiri dari duduknya dan melangkah menyusul Amel membuat Bian mencibir mengejek. "Suka bilang aja suka. Gengsi turunin." Ejeknya. Bian menggeleng melihat Amel dan Rian yang kini tampak ribut. Namun Bian mencoba untuk tak peduli. Ia melirik ke dalam. Belum ada tanda-tanda Tania akan keluar kamar. Kepalanya benar-benar terasa sakit sekarang. Tak tidur semalam, paginya langsung minum kopi membuat tubuhnya memberontak. Namun ia benar-benar ingin menunggu Tania keluar dari kamar. Bian melirik ke arah sofa yang ada di depan kamar. Ia memilih pindah ke sofa tersebut, mendudukkan dirinya di sofa untuk satu orang dan berbaring di sandaran sofa. Ia melipat tangannya ke d**a dan langsung memejamkan matanya. Jika di sini, ia pasti bisa mendengar pintu kamar Tania yang nanti terbuka. ___ ___ Tania mengerjap. Ia lalu menggeliat sembari melirik ke sekeliling kamar. Tak ada tanda-tanda keberadaan Amel di dalam. "Mel!" Panggilnya namun tak ada sahutan. Tania melirik jam di ponselnya dan sudah menunjukkan pukul setengah sembilan pagi. Ia turun dari tempat tidur dan melangkah menuju kamar mandi. Membersihkan dirinya dan setelah rapi, ia melangkah keluar kamar. Saat Tania menutup pintu kamar kembali dan berbalik badan, ia dikejutkan dengan keberadaan Bian yang sedang tertidur sambil duduk di sofa. Tania menatap lekat ke arah pria tersebut. Tatapan itu lebih ia arahkan kepada tatapan rindu. Pantas saja ia merasa begitu tenang saat melihat tatapan Bian. Perlakuan Bian padanya juga membuatnya selalu berpikir tentang Rian temannya saat kecil dulu. Tania melangkah mendekati pria tersebut. Ia menundukkan dirinya sembari terus menatap Bian yang masih terlelap. "Andai kamu jujur sama aku dari awal. Mungkin aku nggak akan sekecewa ini sama kamu. Kenapa kamu nggak bilang sama aku kalau ternyata kamu yang aku cari sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di Indonesia.hm? Aku rindu sama kamu Bian, tapi aku kecewa." Ucapnya. Matanya kembali memanas. Ia langsung berdiri dan menengadah ke atas. Mencoba untuk menahan air matanya agar tidak jatuh. Bian membuka matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah, Tania yang kesusahan menahan air mata agar tak jatuh. Ia langsung menarik tangan Tania membuat Tania terpekik dan jatuh ke atas pelukan Bian. Tania ingin berdiri namun pinggangnya langsung ditahan oleh Bian. "Aku nggak tidur semalaman. Kepala aku sakit Tania." Ucap Bian lemas mengadukan rasa tak nyamannya pada Tania. Bian lalu menundukkan kepalanya dan menempelkan keningnya di pundak Tania. Tania terpaku. Aroma parfum Bian menggoda indra penciumannya. Ia menyukai aroma ini. Mampu membuatnya tenang. Namun ia tak mungkin melunak dengan mudah bukan. "Lepasin om." "Aku bukan Om kamu." Tania berdecak kesal. "Lepasin Bian. Nanti dilihat orang." Ucapnya. Bian menggeleng, "Biarin." Balasnya. "Bian. Bagi kamu biarkan tapi nggak buat aku." Bian menegakkan kepalanya. Keringat dingin membasahi kening Bian. Mata Bian setengah terpejam. Spontan saja Tania memegang kening Bian dan itu terasa panas. "Kamu demam?" Tanya Tania mendadak cemas. Bian tersenyum tipis lalu menggeleng. "Aku baik-baik aja kok." "Nggak Bian. Ini panas banget. Baik dari mana." "Hei, aku baik Tania. Aku masih kuat kok." Ucap Bian meyakinkan Tania namun Gadis itu justru berdecak kesal. "Nggak. Pindah ke kamar. Kamu jangan sok kuat deh. Di luar itu dingin. Sekarang kamu pindah ke dalam. Buruan aku bantuin." Tania mencoba membantu Bian untuk berdiri. Awalnya ia merasa sulit karena tubuh Bian yang benar-benar lemas. Tapi ia meyakinkan dirinya kalau Bian butuh istirahat. Dengan tertatih, ia membawa Bian masuk ke kamar pria tersebut dan membaringkan Bian di kasur berukuran besar itu. "Kamu tunggu di sini sebentar aku ambil air buat kompres." Ucap Tania. Gadis itu hendak beranjak namun Bian langsung menahan tangan Tania. "Nggak usah. aku nggak pa-pa kok. Kamu di sini aja temani. Aku cuma butuh tidur." Ucap Bian lalu mengejamkan matanya namun tangannya masih menggenggam pergelangan tangan Tania. Tania menghela nafas cemas. Ia menatap bibir Bian yang memucat. Bibir merah muda yang kemarin menciumnya itu kini memucat. "Bian," panggil Tania. Bian bergumam dan mencoba membuka matanya, "Biasanya kalau demam begini, obatnya apa?"tanyanya. Bian tersenyum, "Cium dari kamu." Jawabnya membuat Tania langsung kesal. Plaakk! Pukulan cukup keras Tania berikan pada perut Bian. Tentu saja Bian langsung meringis. "Sakit Tania." Ringisnya. "Biarin. Lagi Sakit masih juga bikin lelucon." "Aku serius. Itu nggak lelucon. Coba kamu cium kalau nggak percaya. Pasti sembuh." Godanya. "Nih! Mau dicium sama ini?" Gertak Tania sembari menunjukkan tinjunya pada Bian. Bukannya takut, Bian justru tertawa gemas. "Kamu pikir aku bakalan takut? Aku...uhukk uhuukk.." Bian terbatuk tiba-tiba dan itu membuat Tania kembali cemas. "Kamu bisa tenang sedikit nggak sih? Jangan bandel jangan banyak gerak jangan banyak bicara." Kali ini Tania benar-benar tak bisa menyimpan kekesalannya. Ia bahkan berkacak pinggang sembari menatap Bian dengan tatapan marah. Bian langsung mengulum senyumnya. Dokter 'pribadinya' ini sedang kesal. Bian memilih untuk memejamkan matanya kembali. Suasana mendadak sunyi saat Bian sudah memejamkan mata. Dan Tania Masih betah berdiri di samping Bian sembari menatap pria tersebut. Cukup lama mereka seperti ini sampai Bian tiba-tiba kembali mengajaknya bicara. "Maafin aku Tania." Ucapnya masih dalam keadaan terpejam. "Tidur Bian!" "Maafin aku karena bohong sama kamu." "Kamu tidur dulu! Katanya belum tidur semalaman." Bian diam sejenak. Ia kembali membuka matanya, "Aku tahu aku salah. Aku ingin memberitahu kamu dari awal, tapi aku nggak punya kesempatan yang bagus Tania. Aku..." "Tidur dulu Bian. Sembuh dulu. Kumpulin tenaga kamu buat bisa baku hantam sama aku. Aku nggak terima maaf kamu gitu aja. Jadi sembuh dulu. Kamu harus siap jadi samsak aku. Kamu paham?" Ucapnya yang terlihat menggemaskan di mata Bian. Bian tertawa. Ia lalu mengangguk mengiyakan. Ia siap jika Tania membalas dengan menjadikannya samsak. Ia sangat siap. Tapi setelah itu, Ia berharap Tania mau memaafkannya. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN