14. Amel dan Khodamnya

1490 Kata
Rian dan Amel sama-sama menunggu keduanya di luar. Amel benar-benar ingin menerobos masuk namun ia juga sadar kalau Bian butuh privasi untuk bicara berdua dengan Tania. Amel melirik tajam pada Rian membuat Rian salah tingkah. "Lo, gue butuh penjelasan dari Lo kenapa Om Lo itu nggak jujur saja dari awal sama Tania!!" Ucap Amel kesal pada Rian. Rian menghela nafas berat. Ia sudah yakin ini akan terjadi suatu saat nanti. Dan ternyata sekarang lah saatnya. "Sebenarnya Om Bian nggak sepenuhnya salah. Aku pernah tanya sama dia kenapa dia pakai nama aku waktu ketemu sama Tania saat kecil dulu. Dan dia sendiri juga nggak tahu alasannya. Dia nggak tahu jika endingnya akan begini. Tapi asal kamu tahu, karena Tania, om Bian nggak pernah melirik satu cewek pun di sekitar dia. Sampai-sampai om Bian dirumorkan gay oleh orang-orang karena tidak tertarik dengan perempuan yang dekat dengannya." Ucap Rian menceritakan yang sebenarnya. Amel cukup terkejut mendengar cerita dari Rian. "Jika memang seperti itu, itu artinya Tania dan om Bian itu sama. sama-sama menunggu untuk bertemu kembali. Dan asal lo tahu juga, Tania juga seperti itu. bahkan gadis itu tak tertarik untuk pergi kemanapun dan melirik pria manapun hanya untuk mencari Rian yang sudah ia sukai sejak dulu. Dan siapa sangka , plot twist-nya Rian itu adalah Om Lo yang pakai nama Lo." "Iya aku juga nggak tahu bakal akhirnya seperti ini." Amel mengusap wajahnya kasar. Ia kembali menatap pintu kamarnya. Sebenarnya ia sudah mengantuk, tapi ia tahan. Amel memijat kepalanya yang terasa sakit. "Kalau kamu ngantuk, tidur aja dulu. Masih ada banyak kamar kosong di sini. Kamu bisa pakai salah satunya." Ucap Rian yang dibalas dengan gelengan oleh Amel. "Gue nggak berani tidur sendiri di tempat baru begini." Jawabnya. "Kalau gitu, kamu tidur di kamar aku." Amel menatap Rian dengan tatapan horor. "m***m Lo." Kesalnya. "Lah kok jadi m***m. Aku cuma nawarin lho. Siapa tahu kamu mau. Kan tadi bilangnya kamu nggak berani tidur sendiri di tempat baru." "Ya tapi nggak sama Lo juga." "Dih! Yang bilang tidurnya sama aku siapa?" Ucap Rian. Dan kali ini Amel dibuat terdiam. "Otak kamu itu yang mesum." Ucap Rian sebelum pria itu berdiri. "Mau kemana?" "Ke kamar. Ngantuk. Mau tidur." Ucap Rian. Pria itu mulai melangkah meninggalkan Amel. Amel seketika melirik ke sekelilingnya dan itu sangat sunyi. Tak ada siapapun. Mau ketuk pintu kamar, takut Bian belum selesai dengan urusannya. "Semuanya di kamar, gue gimana dong?" Rengeknya. Amel melirik ke arah depan. Walaupun pintu sudah terkunci, namun cukup mengerikan juga. Alhasil tanpa pikir panjang lagi, Amel langsung berdiri dan berlari memasuki kamar Rian. Namun siapa sangka saat ia tiba di kamar Rian, gadis itu dikejutkan dengan Rian yang sedang membuka pakaian atasnya. Sontak saja Amel langsung berteriak keras. tak hanya Amel, Rian pun ikut berteriak karena terkejut. pria itu langsung memakai bajunya kembali dengan cepat. "RIAAANNN Lo!!!" teriak Amel yang masih menutup matanya. "Lo kalau mau ganti baju, pintu ya di tutup dulu!! pintunya di kunci dulu!! Iiiihh mata gueee.." rengek Amel yang masih sibuk mencak-mencak sendiri. sementara Rian yang tadinya terkejut, kini mendadak diam sembari menatap Amel. Tak lama Rian tersenyum usil. ia melangkah perlahan mendekati Amel dan dengan usilnya ia menggenggam pergelangan tangan Amel yang sedang sibuk menutup wajahnya. tentu saja Amel semakin berteriak dan Rian juga spontan menutup pintu kamar. bukan apa-apa, tapi teriakan Amel bisa terdengar orang di luar. sementara di dalam kamar sudah dipasang sistem kedap suara. mau sekeras apa Amel berteriak, tetap tak akan terdengar. "Eh Lo mau apain gue? kenapa pintunya kayak ditutup?" Amel terus meberontak dan itu membuat perut Rian geli. Rian menyentak tangan Amel kuat membuat wajah Amel yang tadi dututupi langsung terlihat. Amel langsung metutup matanya rapat-rapat. "Lo mau apa lo? ha? lo mau perkosa gue? awas saja ya! gue laporin polisi lo! gue teriak nih! Rian! awas lo ya Rian! jangan mendekat lo ya! Rian!" Amel terus menceracau tanpa melihat sekelilingnya. Perut Rian benar-benar geli karena Amel yang terlihat menggemaskan di depannya. Rian terus diam sampai Amel diam sendiri. gadis itu mencoba membuka matanya secara perlahan dan mendapati Rian sudah berpakaian lengkap dan sedang menatapnya sembari tersenyum geli. Amel mendadak salah tingkah ditatap seperti itu. kegilaannya tadi yang berteriak sendiri membuatnya malu. namun ia mencoba untuk tenang. Amel berdehem. ia mendorong Rian cukup kuat, "Lo benar-benar ya! gue bisa laporin lo atas tindakan pelecehan ya!" tuduhnya. namun segala kehebohan Amel hanya dibalas dengan tawa oleh Rian. "Kok..Kok lo ketawa? ada yang lucu apa..." "Ada. kamu." "ha?" "Kamu yang lucu." "Ke...kenapa gue?" "Kamu yang nyelonong masuk, kamu yang teriak, kamu yang mau lapor ada pelecehan. gimana ceritanya?" jelas Rian membuat Amel langsung gugup dan salah tingkah. "Padahal aku nggak ngapa-ngapain dari tadi. kamu masuk, langsung teriak. aku mana tahu kalau kamu bakalan masuk." Amel kesulitan bicara. ia juga mendadak gugup. ia mencoba untuk merangkai kata namun pandangannya tak lepas dari Rian yang saat ini menatapnya sembari melipat tangan ke d**a. Rian terlihat seperti menunggu moment untuk menertawakannya. "Ya... Iya tapi setidaknya kalau lo mau ganti baju lu kunci dulu pintunya." "Ya itu karena aku yakin kalau kamu nggak bakal masuk. soalnya tadi udah diajak kan. Mana kutahu kamu beneran bakalan masuk." Amel tak menjawab lagi. Ia benar-benar kesal pada Rian. Matanya ternodai karena melihat tubuh atletis Rian. "Ih.. untung bagus, kalau nggak, ya Tuhan. Mata gue jadi makin ternodai." Bisiknya pelan sembari memukul wajahnya pelan. Rian semakin menatap Amel gemas. Ia menundukkan tubuhnya mensejajarkan tinggi 170 cm nya dengan Amel yang hanya 153cm itu. "Kok lucu sih.?" Tanya Rian dengan nada suara lembut. Amel mendadak diam. Jantungnya tak sehat saat ini. Ia bahkan tak sanggup melihat lama-lama mata Rian. "Lu..lucu apanya? Lo..Lo jangan aneh-aneh ya.." "Hehehe. Nggak aneh-aneh kok. Aku nggak ngapa-ngapain dari tadi kan." Ucap Rian. Amel memundurkan sedikit tubuhnya karena Rian yang selalu maju. "Gue...gue mau ke kamar dulu..." Amel langsung memutar tubuhnya namun siapa sangka Rian menarik lengannya membuat Amel seketika terhempas ke tubuh Rian. Rian tersenyum manis melihat Amel yang sekarang ada dalam pelukannya. Sementara Amel, mematung. Ia merasakan jika saat ini Rian memeluknya. "Haaahh.. kayak gini terus boleh nggak sih?" Tanya Rian yang ambigu bagi Amel. Amel yang merasa ini sudah tak normal, langsung mendorong tubuh Rian kuat dan melayangkan pukulannya pada perut Rian membuat Rian terbatuk dan meringis. "Lo jangan ambil kesempatan ya?! Lo pikir gue apaan, ha? Dasar cowok brengsek.!!" Ucap Amel penuh kekesalan. Amel langsung keluar dari kamar Rian Bahkan ia tak mempedulikan sama sekali Rian yang masih kesakitan karena ulahnya. Sesampainya di luar, Amel langsung menenangkan dirinya sembari bersandar di sandaran dinding luar kamar Rian. Jantungnya benar-benar tak sehat berkat kelakuan Rian tadi padanya. "Apa-apaan pria itu. Ngambil kesempatan Dalam kesempitan. Iiihhh, bikin kesel, bikin sebel. Awas aja kalau dia ulang sekali lagi. Gua hancurin tuh burung." Geramnya. Amel melirik kamar yang seharusnya menjadi tempatnya untuk tidur malam ini. Ia menatap pintu kamar tersebut dengan tatapan kesal. Sungguh ia tak peduli lagi apa yang sedang terjadi di dalam sana. yang jelas ia butuh istirahat ia butuh tidur. Amel langsung melangkah cepat menuju kamar di mana di dalamnya masih ada Tania dan Bian. Tanpa permisi sedikitpun, Amel langsung mendobrak pintu kamar tersebut dan mengejutkan si pemilik kamar serta bujang kaya raya itu. "Kalian masih lama nggak sih bicaranya? gue itu ngantuk, pengen tidur, gue pengen istirahat, soalnya besok gue mau jalan-jalan lagi menikmati puncak lagi, dan...haaahh.. intinya gue capek. gue mau tidur. Bisa nggak sih gantian aja di luar gitu bicaranya atau lo Tania, lo ke kamarnya Om Bian deh. biar kalian ngomongnya bisa baik-baik bisa santai gitu. Gue mau tidur. gue nggak mau tidur sendirian di kamar-kamar lain. ogah gue takut." Cerocos Amel membuat Tania yang masih terisak langsung terdiam. Bahkan Tania yakin air matanya masuk kembali karena takut melihat wajah kesal Amel saat ini. "Bentar lagi Mel." Pinta Bian. "Om, Amel itu ngantuk. apalagi itu keponakan Om bikin masalah. ya Tuhan pengen ambil tonjok keponakan Om itu. buruan! daripada Om yang Amel tonjok, mau nggak? ini lagi emosi nih. Pengen cari sesuatu buat ngelampiasin emosi Amel. mau Om jadi samsaknya Amel, sini.! Dan lo mau tania jadi samsak gue? buruan sini gua hajar! capek gue." Geramnya. Tania langsung menggeleng ketakutan. Bian yang berpikir jika Amel benar-benar butuh tempat untuk sendiri, akhirnya menarik Tania untuk keluar dari kamar dan masuk ke dalam kamarnya. Walaupun ujung-ujungnya Amel tetap sendirian di kamar, namun Gadis itu tak takut karena dari awal Amel sudah memasuki kamar tersebut. Jadi bisa dikatakan khodamnya Amel Sudah menyatu dengan kamar itu. "Nggak keponakan, nggak Om, sama aja bikin lucu. Capek gue. Ya Tuhan, mudah-mudahan Amel bisa tidur dengan nyenyak malam ini Tuhan. soalnya besok amel mau jalan-jalan lagi. Hilangkan sekarang di kepala Amel tentang indahnya tubuh Rian yang tadi Amel Lihat." Ucap Amel berdoa sebelum dia tidur. Jika orang-orang yang mendengar doanya itu akan berpikir kalau Amel itu aneh. Dan mungkin mereka akan tertawa. Namun Amel tak peduli sama sekali. Amel benar-benar ingin terlelap dan melupakan orang-orang yang sedang berjibaku dengan urusan mereka masing-masing. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN