Kesha melihat seseorang duduk di samping kursinya, membaca koran menutupi wajahnya. Rasanya dia familiar dengan gaya rambut itu, dia menggeleng. Mungkin hanya khayalannya, fatamorgana yang tercipta karena terlalu memikirkan cowok musim panas itu.
Kesha menyimpan beberapa tas miliknya di atas, lalu duduk dengan perasaan was-was. Ini penerbangan pertama kalinya keluar negeri sendirian.
Oh… cowok musim panas pujaanku..
Kapankah kau berada d isisiku? Menc*umku dengan penuh ga*rah dan mesra seperti sang pangeran menc*um putri tidur?
Merasakan debaran jantungmu di dadaku, menghirup wangi tubuhmu yang memabukkan dahagaku…
Suaramu yang bagaikan denting gelas yang beradu indah, seakan-akan membuat diriku terlena dalam sensasi yang aneh..
Berpusing cepat dan ingin sekali merengkuh wajahmu dan melumat bibir lembutmu yang menggoda b*rahiku…
Kau cowok musim panas yang membuat dunia di sekitarku berpusing aneh bagaikan dunia dongeng modern…
Kau membuatku mabuk dalam cinta… namun tak mampu menyadari kenyataan yang ada bahwa kau tak dapat aku raih…
Meskipun segelas darahku kupersembahkan untukmu…
Meskipun jiwaku rela terjun ke dasar neraka terdalam…
Meskipun aku hanya udara yang mengisi paru-parumu….
Aku tak akan pernah bisa bersamamu…
Cowok musim panas yang menjebak cintaku…
Kesha Valentine akan selalu siap sedia menyerahkan jiwa dan raganya hanya untukmu…
Aku hanya mampu tergoda dengan desahan sensasimu yang keluar begitu saja dari kilauan dirimu..
Diriku tak mampu berbuat apa-apa lagi…
Aku lahir hanya untukmu…
Cowok musim panasku!
Puisi Kesha tiba-tiba terlontar dari mulut orang di sampingnya itu. Kesha mematung selama puisinya diperdengarkan, familiar sekali suara itu! Apa itu hanya delusinya?? Bola mata Kesha terbelalak, spontan ia membalikkan wajahnya kearah orang itu.
“Puisi yang sungguh romantis…” koran yang menutupi wajah orang itu diturunkan.
Andai saja Kesha jantungan, dia pasti sudah K.O saat itu.
“Yu… Yuda??” pekiknya tertahan.
“Hai? Jumpa lagi?” sapanya tersenyum.
“Se…. sedang apa kau di sini?” tanya Kesha salah tingkah.
"Aku juga penerima beasiswa Universitas H. Mungkin kau tak tahu, aku lewat penyerahan berkas prestasi, dan lulus.” terangnya lagi.
“Ouh… begitu.” pipi Kesha memerah, otaknya berpikir tidak-tidak.
Apa yang kau harapkan, Kesha?
Umpatnya dalam hati.
Kesha menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Ini tak terlalu buruk. Pikirnya.
"Aku suka kamu…" ucap Yuda.
"Apa ? " Kesha menatap Yuda dengan sebelah alis terangkat, takut-takut ia salah dengar.
“Aku suka kau. Perlu kuulang?” tanyanya lagi.
Kesha membuka mulutnya lalu menutupnya lagi, menggelengkan kepalanya tanda tak paham.
"Ini." sebuah buku kecil coklat marun ditunjukkan padanya.
“Hey! Itu diaryku!” dia merampasnya dengan cepat, wajahnya merah padam.
“Sudah k****a, kok! Maaf.” Nada suara tak ada rasa bersalah sama sekali meski ia meminta maaf.
“Apa?” pekiknya malu, kontan semua orang terkejut. "Maaf!" teriak kesha.
“Kau apa?” wajah Kesha mendekat ke wajah Yuda, dekat sekali dan itu tak disadarinya.
“Kau sadar? Jarak kita sangat dekat….” Yuda berusaha melekatkan bibirnya di bibir Kesha, tapi Kesha segera mundur karena terkejut.
Yuda tersenyum.
"What the hell are you doing ?” umpat Kesha. Syok.
“Trying to kiss you.” Dia mengedipkan sebelah matanya.
“Aku sedang mimpi…” Kesha memegang dahinya, tampak tak percaya dengan apa yang dialaminya.
“Tidak…. “ Yuda memperbaiki duduknya, nada suaranya terdengar serius, “Kau tidak sedang bermimpi. Ini nyata. Kau boleh mencubit pipimu.”
Kesha hanya mematung dengan mulut terbuka.
“Kau lucu dengan ekspresi itu.” Yuda menahan tawa.
“Ada yang tak beres disini.” Ucap Kesha kemudian.
"Ya. Kau. " jawab Yuda.
“Apa?”