Aku baru saja selesai melakukan video conference, mematikan microfon saat Ray menghampiriku. Sebelah alisku terangkat tinggi saat melihat ekspresi di wajahnya. Ada sesuatu yang tidak beres, kemungkinan besar. “ada apa?.”
“Gpsnya berjalan cukup jauh kupikir mencari tempat, ternyata dia pergi ke bandara saat ini, perjalan menuju California.”mataku terpejam sesaat. Merasa denyutan kemaahan terbit mengisi kepalaku. Aku memintanya untuk berpikir dan memberi jawaban selama 2 hari, bukannya melarikan diri. California, aku baru ingat jika keluarganya tinggal di sana. Kemungkinan besar Ana akan mengunjunginya berusaha untuk menghindar dariku. Barang-barangnya masih ada, ku yakin dan dia tidak akan bisa pergi menajauh dariku begitu lama.
“mungkin dia ke rumah ibunya, tidak masalah. Berikan dia waktu, apa ada yang mengawasinya?.”Ray mengangguk, walau aku membiarkannya aku tetap merasa khawatir, dia bahkan tidak memberikanku informasi apapun. Aku mengecek ponselku dan benar saja, tidak ada pesan apapun dari Ana. Aku menahan diri untuk tidak meneleponnya dan berteriak padanya. Setidaknya dia harus mengabariku sebagai kekasih yang baik walau dia menganggapnya sandiwara.
“berapa orang?.”
“tiga orang sir, aku sudah meminta tiga orang lainnya untuk berada di bandara. Pengawalan akan bertambah.”dia sendirian sekarang dan kemungkinan besar untuk disakiti sangat mudah. Aku senang Ray bergerak dengan cepat. Aku mengangguk kan kepalaku setuju dengan gagasannya.
“baiklah kau boleh pergi.”Ray membalikan badan memunggungiku untuk bergegas keluar, namun pikiranku menjadi kacau. Aku tidak bisa berada lebih jauh dan tidak merasa tenang memikirkannya.
“Ray,”tubuhnya berbalik untuk melihatku. “siapkan pesawat untuk ke California sekarang.”
**
Aku tidak akan terkejut jika bertemu dengan keluarga Ana di California, sebelum ini aku sudah pernah berbicara dengannya, mengajak Ana untuk menikah bukan semata-mata main asal ucap begitu saja, ada hal yang tidak bisa ku langkahi dan aku harus meminta ijin darinya. Bahkan nenek pernah datang untuk menemuinya karena penasaran dan ingin dekat dengannya, apalagi saat aku berkata jika kemungkinan besar aku akan melamarnya untuk menikah. Nenek langsung terbang besoknya untuk menemui ibu Ana. Dia berkata jika wanita itu sangat baik dan memperlihatkan foto kami berdua padanya. Bahkan aku melakukan video call untuk memperkenalkan diri.
Aku sudah menyiapkan tasku untuk pergi ke sana, aku akan menginap di condo yang cukup dekat dengan rumah Ana. Pakaianku ada di sana jadi aku tak perlu meminta Ray untuk repot-repot berkemas. Aku meminta Ray untuk menunggu sebentar karena aku harus membuat panggilan telepon. Aku berdiri di depan kaca belakang kursiku yang menunjukkan pemandangan kota. Suara panggilan itu tersambung, berdering dua kali hingga akhirnya seseorang di sebrang sana menjawab teleponku dengan nada cerita sedikit cempreng. Aku tahu siapa ini.
‘Halo Tritan.’dia menyapaku dengan suara ramahnya yang ku kenali.
“Hai Dina, apa aku bisa bicara dengan Linda?.”
‘tentu saja, tunggu sebentar.’aku mendengar dia berteriak memanggil ibunya dengan riang berkata, jika aku menelepon untuk berbicara dengannya. Bibirku tersenyum merasa senang mereka menerimaku.
‘Halo Tristan.’suara lembut itu terdengar menyenangkan.
“Hai Linda, aku ingin memberitahumu jika Ana akan segera tiba. Kemungkinan dia akan tiba di sore hari. Maaf aku tidak bisa datang bersamanya karena masih ada pekerjaan yang harus ku selesaikan, aku akan menyusulnya setelah selesai.”
‘benarkah? Sudah lama dia tidak datang kemari, kupikir dia tidak akan datang hingga waktu pernikahan kalian begitu dekat.’Perkatannya membuatku sedikit panik, jangan sampai Linda atau siapapun di sana berbicara pada Ana tentang hal ini atau dia akan tahu jika aku sudah bertemu ibunya sebelum ini.
“tolong.. jangan bahas hal itu dulu dengannya karena dia belum memberikan jawaban.”aku berbicara dengan suara ditarik-tarik, merasa canggung dan malu secara bersamaan. Aku tidak pernah membayangkan akan berada di posisi ini, sebelumnya aku berpikir aku tidak akan pernah menikah seumur hidupku, namun pikiran itu berubah sejak aku bertemu dengan Ana.
‘baiklah, tentu saja. Aku tidak akan mengatakan apapun tentang hal itu.’bibirku tersenyum mendengarnya.
“terima kasih banyak, sampai jumpa nanti.”
Aku menutup telepon itu dengan suasana hati yang menyenangkan, tubuhku berbalik dan tak menemukan Ray di sana. Ia pasti berada di mejanya dan bersiap juga dengan pekerjaan. Aku berjalan kleuar dari ruanganku untuk segera pergi menuju California menyusul Ana. Aku akan menagih jawabannya dan dia harus memberikan jawaban yang ku inginkan.
**
Aku sampai di California kemungkinan lebih cepat dari Ana, menggunakan jet pribadi. Aku memutuskan untuk pergi ke Condo terlebih dahulu untuk mandi dan berganti pakaian juga menaruh laptopku di sana. Bibi Marry menyambut kedatanganku, aku memintanya untuk menyiapkan beberapa tas tangan, hadiahku sebelum datang mengunjungi Ana, ini kali pertamanya aku datang dan tak mungkin hanya dengan tangan kosong. Memberikan kesan pertama yang baik, setidaknya biarkan aku memberikan pesona sebagai menantu. Aku berpikir bagaimana reaksi Ana jika aku datang ke rumahnya. Jelas bukan senyum bahagia yang akan aku terima, Ana bukanlah wanita seperti itu, jika dia marah-marah kemungkinan keakuratannya adalah sembilan puluh sembilan persen.
Aku pergi menuju kamarku dan memutuskan untuk mandi lebih dulu. Setelah selesai mandi nenek menelepon dan bertanya apa aku akan mengunjungi calon mertuaku, dia menitipkan salam dan berkata akan memberikan sesuatu untuk ku yang harus memberikannya pada keluarga Wren. Ku rasa aku tdiak perlu mencarinya lagi karena nenek sudah menyiapkannya.
Saat aku tiba di bawah setelah siap dengan pakaian pergiku, bibi Marry sudah menyiapkan barang yang akan ku bawa, dimasukannya ke dalam tas dan berkata jika semua itu dari nenek yang sudah dia siapkan.
“terima kasih.”
Ray mengantarku untuk pergi menuju kediaman Ana, di sepanjang jalan aku memikirkannya. Bayangan Ana tidak bisa lepas dari dalam pikiranku, menggangguku. Apa yang sedang dia lakukan sekarang. Saat kami tiba aku turun dengan Ray yang membawakanku tasnya. Aku menarik nafas mencoba untuk bersikap rileks, aku tetap merasa gugup walau aku cukup percaya diri untuk datang karena aku sudah diterima di sini.
Aku mengetuk pintu rumah dengan dua ketukan, tidak ada respon atau sahutan lalu aku mengetuknya lagi. Dua ketukan kemudian pintu terbuka. Dina menyambutku dengan ekspresi sedikit terkejut, namun kemudian bibirnya tersenyum lebar.
“ah kakak ipar.”terhenyak, tapi aku suka panggilan itu.
“senang bertemu denganmu Dina. Boleh aku masuk?.”
Dina membuka pintunya lebih lebar, jawaban jika dia memperolehkanku untuk masuk ke dalam. Saat aku masuk Ana tengah melihat ke arahku dengan tampang terkejut. Kunyahan di mulutnya terhenti, ekspresinya terlihat sangat terkejut. Aku menahan diri untuk tidak tertawa dan hanya melempar senyum bangga, saat aku menoleh pada Linda matanya berbinar. Aku benar-benar di terima di sini.
“Tristan!.”