"Ana... Menikahlah denganku."
Ana, dia adalah wanita yang benar-benar aneh. Aku ingin marah namun menahan diri agar tidak membuatnya semakin marah. Aku tahu dia terkejut namun menyemburkan wajahku dengan air yang minum dari dalam mulutnya adalah kejutan besar. Jika salah satu pengawalku melakukan hal ini maka aku akan langsung menembakan peluru ke arahnya, karena ini Ana maka aku akan mentolerir hal ini untuk saat ini saja. Aku mengambil dua lembar tisu untuk membersihkan wajahku, ekspresi wajahnya benar-benar terkejut, seharusnya dia merasa senang karena pria yang nyaris sempurna sepertiku melamarnya namun apa yang ku dapatkan, ini gila. Dia membuatku nyaris kehilangan kata-kata dan menarik ucapanku. Dan yang lebih mengejutkan lagi dia menampar sendiri sebelah pipinya hingga menimbulkan suara yang cukup kencang, Ana bersikap sangat aneh dia mulai mencubit pipinya sendiri dan mengaduh kesakitan lalu dia mencubit tanganku hingga membuatku meringis dan memprotesnya.
“Apa yang sedang kau lakukan huh!."reaksinya sangat berlebih, aku tahu itu wajar tapi melihat sikapnya ini adalah yang pertama kalinya bagiku.
"Ini mimpi kan!."katanya penuh harap. Kedua telapak tangannya menepuk pipinya sekali lagi. Aku sungguh tak tahan melihatnya seperti ini.
“jangan menyakiti tubuhmu seperti itu.”aku memprotes tindakannya, merasa khawatit karena itu pasti menyakitkan. Ana menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi lalu memejamkan mata dengan kedua tangan terlipat di depan d**a. Lagi-lagi hal aneh yang dia lakukan, aku sedang berbicara serius dengannya tetapi dia malah berusaha untuk tidur, bahkan sarapannya masih tersisa di piringnya.
"Apa yang kau lakukan! Jika kau mengantuk tidur saja di kamar.”namun ini bukanlah saatnya untuk tidur.
"Aku sedang mencoba bangun dari mimpi bodoh ini. Jangan berisik."jari teluknya menempel di bibirnya, memintaku untuk diam, masih dengan mata terpejam.
"Apa kau sudah gila!.”perkataanku membuat Ana membelalak kan matanya ke arahku.
“Ya. aku sudah gila, apa kau masih mau menikah denganku sekarang ha!.”suaranya keras, mencoba terdengar galak. Itu sama sekali tidak membuatku takut. Dan aku tahu dia tidak benar-benar waras, namun dia sudah berjanji dan Ana tidak bisa menolak, dia akan melakukan hal ini.
“kau punya janji padaku.”Aku mengingatkannya tentang janjinya waktu itu, jika dia melupakannya aku akan berusaha untuk mengingatkannya.
“bukan berarti aku akan menikah kan! Kau bisa meminta yang lain.”ternyata dia mengingatnya, aku tidak memiliki permintaan lain kecuali ini. Dan tingkat keseriusannya adalahs seratus persen.
“kau tidak memiliki apa yang aku inginkan kecuali ini.”kataku, sekali lagi ini adalah yang paling serius di bandingkan yang lainnya. Ana memalingkan wajahnya, terlihat marah. Dia masih menganggap hal ini adalah hal yang main-main, jadi hanya aku yang mulai naksir padanya.
“kau tahu pernikahan itu bukan sesuatu yang bisa dimainkan Tristan, apa kau tidak waras! Kalau begitu menikah saja dengan wanita lain. Kenapa harus aku, bilang saja pada kakekmu jika aku bukanlah wanita yang tepat untukmu, kita putus karena.. karena... kau. Kau tidak suka cara makanku. Semua selesai dan anggap saja kau tidak mengenalku setelah itu. semuanya akan berakhir dengan damai dan tentram. Kau bisa langsung mencari wanita lain, aku akan berada dalam masa berkabung 1 bulan, memerankan wanita yang habis putus cinta agar akting kita lebih meyakinkan jika kakekmu mencari tahu kebenarannya. Untuk mu.. jadi sepakat?.”Ana mengulurkan tangannya ke arahku untuk dijabat, mataku terfokus pada matanya yang menatapku dengan senyum lebar di wajahnya, berusaha untuk meyakinkanku dan berharap pada kesepatakan bodoh ini. Jika dia berharap aku akan menerimanya maka dia benar-benar lebih bodoh dari apa yang kuperkirakan, sekenarionya sangat buruk, jika dia tidak mati di tanganku maka orang lain yang akan membunuhnya.
Kesabaranku selalu di uji jika berdiskusi dengan Ana, aku menarik nafas dalam untuk menahan diri agar tidak marah padanya ataupun bersikap menyebalkan hingga membuatnya semakin tidak mau melakukan permintaanku. “Apalagi yang kau tunggu?.”Ana bertanya padaku dengan dagunya.
Lidahku membasahi bibir bawahku, tubuhku bergerak maju mencondong ke arah Ana untuk mengatakan sesuatu. “kau tahu aku bisa melakukannya dan hal ini terlalu mudah untukku, tidak perlu bermain lembut untuk membuat keinginanku tercapai nona Wren, aku rasa kau juga percaya jika aku bisa melakukannya.”
Senyum di bibirnya lenyap seketika, Ana menarik tangannya dari hadapan wajahku. “kalau begitu kau tidak memliki hati.”ia menekan kalimat itu seraya melemparkan tatapan tajam. Ujung bibirku tertarik membentuk seringaian. Seharusnya dia menyadari satu hal dariku.
“Aku memang tidak memilikinya, kau sadar tidak ada hal yang dilakukan secara cuma-cuma, semua hal memiliki imbalan yang sepadan.”Aku mendorong tubuhku ke punggung kursi. Pandangannya beralih pada hal lain, tak ingin melihatku. Helaan nafas beratnya menggangguku, menyadarkan jika hanya aku yang mulai memiliki rasa yang lebih dari pada rekanan. Kalau begitu aku akan lebih mengikatnya lagi lebih dari pada ini. Ana melirikku sinis saat ia berkata.
“aku akan mengadukan hal ini kepada kakek dan nenekmu.”
“Bukan hanya aku yang akan mendapatkan masalah, kau juga ikut andil dalam kebohongan ini. Tanpa perlindunganku kau pikir kau masih bisa berkeliling New York dengan kedua kakimu Ana.”dia kehilangan kata-kata, giginya mengigit bibir bawahnya kebingungan, dan tindakannya membuat tatapanku beralih pada bibir itu. Sialan! Bukan begini cara mengalihkan fokus Ana, kau curang dan kau melakukannya tanpa sadar, membuatku tidak bisa memprotesnya.
“beri aku waktu berpikir.”permintaan Ana tidak bisa ku berikan, waktu kami berdua sangat sedikit dan aku tidak sabra untuk mendengar persetujuannya.
“tidak ada waktu untukmu.”
“ini menyangkut tentang statusku. Semuanya akan berubah, hidupku. Aku harus memiliki waktu setidaknya untuk meyakinkan diriku.”keyakinanmu itu tidak penting, jika kau menikah denganku maka kau bisa mendapatkan apapun Ana. Aku membutuhkan status dan pengendalian dirimu yang lebih dari ini.
“tidak akan ada yang berubah selain statusmu dari lajang menjadi menikah.”perkataanku membuatnya lebih marah dari pada sebelumnya.
“kau pikir status itu bukan masalah, status juga bisa mempengaruhi mental. Kau tidak tahu apa-apa karena kau tidak akan menikah benar kan. 1 minggu. Jangan ganggu aku dengan pertanyaan ini biarkan aku berpikir. Kita tutup pembicaraan ini aku mau kembali ke kamarku.”wajahku berubah masam, negosiasi ini tidak akan berjalan mulus. Aku bahkan berharap dia berkata ya sekarang. Ana sangat keras kepala dan sulit untuk membuatnya menjadi wanita penurut.
“tidak, 5 hari.”jawabanku membuatnya menatapku protes.
“keterlaluan. 7 hari.”katanya lagi.
“kalau begitu 3 hari.”
“baiklah 5 hari.”
“2 hari.”
“Tristan.”protesnya.
“besok malam.”
“baiklah 2 hari. Menyebalkan sekali kau ini.”setalah mengatakan hal itu Ana berdiri mambawa piring dan gelasnya menuju westafel. Kemudian pergi menuju kamarnya dengan langkah menghentak-hentak, memamerkan kemarahannya padaku. Tindakan protesnya yang seperti itu tidak akan membuatku luluh. Dua hari bahkan terasa begitu lama untukku, aku ingin jawabannya segera namun tidak akan mendapatkannya walaupun aku berusaha untuk menekan Ana lebih dari ini. Aku akan membiarkannya berpikir selama dua hari dan tidak ada kebaikan yang akan membuatku mengalah untuk memberikannya waktu lebih dari itu.