BAB 28 - Call

1083 Kata
Aku berada di ruang kerjaku menunggu kakek yang akan segera menghubungiku, malam ini Ray berkata jika kakek memberitahunya jika akan meneleponku malam ini saat aku tak bisa di hubungi siang tadi karena ada meeting yang harus aku hadiri. Kakek berkata jika pembicaraan ini sangat penting dan aku tidak boleh melewatkannya dengan pekerjaan. Penasaran dengan apa yang ingin ia katakan hingga selarut ini untuk berbicara. Aku sudah bersiap dengan ksype di laptopku namun karena kakek belum menghubungiku juga aku memilih untuk membereskan pekerjaanku yang tertunda. Waktu sudah menunjukkan pukul lewat 11 malam, apa yang tengah kakek lakukan hingga belum tidur selarut ini. Akhirnya video call itu tersambung dan menyita perhatianku dari pekerjaanku sebentar. Kakek ada di dalam ruang kerjanya bersama dengan sekertarisnya yang di dalam sana, suaranya terdengar saat mengkonfirmasi jika sambungan telah tersambung. Aku menyapanya dengan telapak tanganku yang terangkat menyapa, aku memasang earphone di telingaku untuk mulai mendnegarkan. “ini sudah melewati jam tidurmu, nenek akan marah.”aku menegurnya dan dia tertawa mendengarnya. Aku serius umurnya sudah tidaklah muda dan dia masih memaksakan diri untuk melakukan pekerjaan ini. “diamlah, jika nenekmu tahu itu berarti berasal dari mulutmu.” “apa yang ingin kakek bicarakan selarut ini.”aku tahu ini penting karena kakek tidak akan melakukannya jika hanyalah pembicaraan biasa di jam selarut ini. Aku serius dengan jam tidurnya, ia memiliki sakit kepala jika tidur terlalu larut. “kau sudah mengatakannya pada Ana?.” Ini adalah pertanyaan yang sudah kesekian kalinya ia katakana sejak kami berniat meninggalkan San Fransisco di pagi hari. Aku pikir ini terlalu terburu-buru walau aku berpikir ini adalah ide yang bagus mengingat Shitler mulai kebakaran jenggot dan dia sudah memulai langkahnya untuk menyakiti seseorang di sekitarku. “aku akan mengatakannya nanti. Kenapa jadi kau yang tidak sabaran. Kami bahkan baru dekat.”aku tak habis pikir dengan keinginannya yang menggebu-gebu. Aku tidak tahu bagaimana reaksinya nanti saat aku berkata padanya. Jelas dia akan terkejut dan bisa saja berteriak padaku. “kau tahu aku sudah menginginkannya sejak lama, jika bukan karena dia keluarga Shitler tidak akan bertindak sejauh ini.”kakekku mengingatkanku akan penolakan yang ku buat dan aku tidak menyesal sama sekali. Jia dia menyerangku maka aku akan menyerangnya kembali. “dia tetap akan melakukannya walau aku tidak bersama dengan Ana, kau tahu dia menginginkan hal yang lebih dari itu karena dia memiliki seorang putri.” “kau tidak akan mengikuti arusnya karena kau yang memegang setirnya.” “tetapi dia bisa saja menggangguku dalam menyetir dan membuatku berbelok arah dan melewati guncangan arus yang kuat.” “susah berdebat denganmu.”kakek menyerah, dia memang keras kepala. “aku tahu maka jangan lakukan lagi. Dan berhenti membututi Ana, sampai kapan kau butuh pembuktian. Itu sangat mengganggunya.”Ana mudah menyadari seseorang sedang mengikutinya, bahkan dia tahu posisi petugas keamanan yang ku minta untuk menjaganya, saat ia membidik kamera untuk melaporkannya padaku, beberapa kali mata Ana tertangkap tengah melihat ke arah kamera. Dua orang suruhan kakekku sangat payah, aku tidak tahu apakah mereka sengaja atau tidak dengan terang-terangan terlihat cukup jelas mengikuti Ana untuk membuat laporan kepada kakek. Aku bosan melihat kehadiran mereka berdua, beberapa kali dalam bidikan foto pegawaiku. “darimana kau mendapatkan dua orang bodoh itu, mereka tidak bersembunyi. Kau sengaja melakukannya agar Ana tahu kau sedang memerhatikan.” “aku melakukan ini karenamu, jika kau tidak mengejutkanku dengan tiba-tiba membawa seorang perempuan setelah menolak perjodohan. Kau juga akan melakukannya jika menjadi aku. Aku butuh keyakinan.”Saat ini ia pasti sudah yakin dan berhenti untuk melakukannya. Bukan hanya Ana, aku juga merasa rishi karena kehadiran mereka terus-menerus. “aku akan meminta mereka untuk berhenti melakukannya, dan kau harus segera mengatakannya. Nenekmu sangat tidak sabra untuk mengungumkannya pada dunia.” “jangan berlebihan, aku tidak mau berita ini menjadi ledakan, Ana akan sangat kesulitan jika semua orang ingin menyerangku melalu ini. Kakek lupa jika banyak yang ingin membunuh cucumu ini.”jika bukan karena bela diri yang tekuni sejak aku berumur 10 tahun maka aku pasti sudah mati sejak lama. Pesaing kakek pernah hampir menculikku dan aku bisa lolos karena suatu keberuntungan. “Shitler mulai bergerak pada bisnis lainnya, dia menawariku kerjasama untuk memasok senjata api dari Rusia.”dia memulai bisnis itu lagi, dan jika berhubungan dengan pemasokan barang dari luar maka semua itu illegal. Kakek memilikinya namun secara resmi dengan izin negara, karena aku memaksanya untuk keluar dari dunia mafia maka ia secara bertahap untuk membersihkan apa yang dia lakukan walau tak sepenuhnya bisa meninggalkan dunia itu. “dia hanya ingin memanfaatkan mu.”tentu saja, perizinan dan nama kakek disebut dalam Lembaga pemerintahan maka akan sangat mudah aksesnya dalam melakukan segala hal. Dia sangat licik, mendekati keluargaku untuk kepentingannya lalu menusuk kami setelahnya. Itulah kenapa ia bersikeras untuk menyatukan keluarga kami dan Jessica, aku tidak menyukainya licik walau ia terlihat naksir padaku secara tulus, aku tetap tidak tersentuh dengan perasaan konyol itu. Setelah itu kami lebih membiacarakan tentang bisnis di San Fransisco dan pembicaraan ini selesai di jam 1 kurang. Berbicara dengan kakek bisa sangat lama dan aku menghentikan pembicaraan ini saat tak sengaja Ray mengirimkan pesan padaku hingga aku mengecek ponsel. “aku ingin mendengar kabar darimu besok jika kau sudah mengatakannya.” Sialan. Kakak sangat tidak sabaran. Aku menutup pekerjaanku dan laptopku. Pandanganku tertuju pada kaca, jendela ruang kerjaku di sisi kananku yang memperlihatkan pemandangan kota, lampu-lampu menerangi gedung dan jalanan menghiasi langit malam. Aku bangkit dari kursiku dan keluar dari ruang kerjaku, mataku beralih pada lantai atas dimana kamar Ana berada. Aku berniat untuk pergi menuju kamarku namun ku urungkan dan malah menaiki tangga menuju lantai atas. Pintunya selalu terkunci karena Ana terlalu paranoid padaku, yang tidak dia ketahui adalah kaca di kamar ini memiliki 1 kaca slidding tanpa kunci yang bisa digeser. Tidak benar-benar terlihat jika kau tidak memerhatikannya dengan benar, banyak yang ingin melukaiku dan membuat setiap ruangan memiliki jalan keluar rahasia jika seseorang tiba-tiba masuk ke dalam kamar utnuk melukaiku. Contohnya kamar Ana. Beberapa hari ini aku kerap kali menempatkan diri untuk melihatnya tertidur di malam hari. Ia tertidur dengan tenang namun keningnya kerap kali mengerut seolah ia tengah marah dalam tidurnya. Aku mendudukan diriku di pinggir ranjang tempat tidurnya, memerhatikannya yang terlelap dalam tidurnya, melakukan hal ini setiap malam seolah menjadi rutinitas, jika aku tak bisa tidur maka aku akan di sini memerhatikannya. Mengarahkan jari telunjukku ke arah keningnya yang mengerut, hingga membuatnya menghilang. Melihat Ana membuatku ingin tersenyum, bagaimana ia berbeda saat memejamkan mata dan membuka matanya, atau menyipitkan matanya saat kesal padaku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN