BAB 12 - Equinot 2

1624 Kata
Dasar bodoh. Seharusnya aku tinggalkan saja dia di sana, dengan Niel atau dengan siapapun yang akan terkena muntahannya selain aku. “lalu kenapa kau tidur di kamarku?.”aku tidak bisa melakukan apapun jika Ana berada di sekitarku, tidak ada cara yang bisa menahan diri kami untuk tidak saling mendebatkan sesuatu benarkan. Kini ketika aku menatapnya kejengkelan terlihat kontras di wajahnya, aku jadi terlihat seperti p****************g. Apa dia masih mabuk, aku tahu dia memang menyebalkan tapi pagi ini Ana benar-benar sangat menyebalkan. Dia berada di dua level teratas sebagai wanita yang menjengkelkan pagi ini. "Apa ini terlihat seperti kamarmu! Aku tidak menemukan kuncinya di tasmu. Dimana kau taruh ha! Jika kau sudah mengingatnya, kembalilah ke kamarmu! Seharusnya aku tidak memberikan semua kuncinya padamu."Seharusnya aku punya cadangan. Ana mengedarkan pandangannya ke segala arah tampak bingung, dia bisa membuka matanya lebar-lebar dan melihat kamar siapa yang tengah ia tempati sekarang. kunci sialan, aku akan meminta Philip untuk membuatkan kunci cadangannya. Tidak, kupikir aku akan meninggalkannya jika dia melakukan hal bodoh ini untuk yang kedua kalinya, tidak ada tindakan kedua menerima muntahan yang memalukan. Aku memalingkan wajahku darinya, beralih menatap buku yang ku anggurkan karena berdebat hal bodoh. “Apa yang kau lakukan padaku!.”dia syok lagi dan kejengkelanku kembali bertambah, haruskah aku menjelaskan semuanya Ana Wren. “Tidak ada. Gail yang melakukannya. Kau sudah sadar, bisa pergi saja!. Bau tubuhmu sangat tidak menyenangkan untuk di hirup. Menganggu indra penciumanku."Aku tahu perkataanku kasar, aku tak ingin berdebat lagi dengannya. Akan lebih baik dia kembali ke kamarnya untuk melanjutkan tidur atau bersiap-siap untuk pergi bekerja. "Seharusnya kau tidur di sofa dan biarkan aku tidur di ranjang mu, bukannya berada di atasnya bersama seperti ini."dasar wanita. "Aku tidak suka tidur di sofa, tubuhku akan sakit jika melakukannya."aku tidak akan melakukan hal itu. Mataku melirik ke arahnya saat ia berjalan menuju ke arah pintu, ketika tubuhnya berbalik menghadap ke arahku, lagi. Aku kembali menatap ke arah bukuku, tidak ingin melihatnya tahu jika aku tengah memerhatikannya. Tiba-tiba saja ia kembali ke sisi ranjang, mengambil sebuah bantal dan mengarahkannya padaku. “HEI.”spontan aku berteriak dan dia kabur seperti bajing liar. Helaan nafas kasar lolos dari bibirku, tak percaya keberaniannya memukulku dengan bantal. Tidak akan ada yang berani melakukannya, aku masih tak percaya dengan keberaniannya dan tindakan menjengkelkan yang ia balas sebagai ucapan terima kasih. Aku menutup buku lalu melemparkannya ke atas sofa, bersandar seraya menatap langit-langit kamar. Ketika mataku terpejam aku melihat Ana Wren, dengan mata sayunya menatapku di atas lantai pub. Sialan. Bukankah seharusnya aku merasa kesal, kini wajahnya berada di dalam kepalaku. Kedua kakiku bergerak turun menyentuh lantai kamar, dan melirik ponselku yang bergetar, bergerak ketika ada panggilan masuk dari Jessica. Dia tidak pernah menyerah. Aku tidak ingin berurusan dengannya pagi ini, sasaran kekesalanku karena sikap Ana Wren pagi ini, akan lebih baik jika aku mengabaikannya lagi. Aku memutuskan untuk pergi menuju ruang kerja, dan melihat sesuatu yang harus ku bahas pagi ini dalam rapat. Aku belum membukanya sejak semalam karena Ana, wanita itu menghancurkan rutinitasku yang sudah ku bentuk. Ketika keluar dari dalam kamarku, anehnya aku malah penasaran dengannya. Apa yang tengah ia lakukan sekarang? kembali tidur! ** Setelah melihat dan mencoret-coret lembar kertas proyeksi mengenai pengembangan program terbaru dalam software yang masih dalam tahap perencanaan menggunakan pensil aku melempar kertas itu ke atas meja. Memutuskan untuk mandi dan bersiap-siap, meeting pagi ini. Aku memakai setelan berwarna abu tua dan menunggu Ana selesai di meja makan, menyantap sarapan yang bibi Gail buatkan seraya membaca koran pagi, sesekali aku melirik ke arah lantai atas, Ana belum juga turun, atau aku yang terlalu pagi bersiap-siap karena ingin melihatnya. Ujung bibirku tertarik melihatnya turun dengan kaki berjinjit, mengendap-endap keluar seperti pencuri. Aku rasa dia sudah mengingatnya, merasa bersalah padaaku nona Wren bahkan setelah itu kau melempar wajahku menggunakan bantal. "Mau melarikan diri nona Wren, setelah mengingat semuanya!."kataku tanpa melihat ke arahnya, aku bisa melihatnya menyadari apa yang ia lakukan tanpa harus melihatnya, hanya dari ujung mataku. Tubuhnya berhenti seketika, membatu mendengar suaraku menegurnya. Perlahan-lahan ia berbalik menghadapku, dengan wajah memelas. "Apa kau berniat untuk menembakku pagi ini?." "Aku masih memikirkannya." "Kau masih memikirkannya ya. Eunghh.. akan lebih baik jika aku pergi naik taksi saja dan tidak berhadapan denganmu. Kemungkinan emosimu akan sedikit mereda. Aku tidak akan kabur dan pulang tepat waktu kau tidak perlu khawatir." "Sepertinya itu ide yang bagus."Seharusnya aku tidak berkata begini, jika kami berada dalam satu mobil itu akan lebih baik bukan, ia akan merasa tertekan karena berada dalam satu ruang yang sama denganku. Kemungkinan sikapnya akan membuatku tertawa. Konyol. "Benar kan. Aku pergi dulu. Oh dan.. maafkan atas semuanya." Ketika pandanganku beralih padanya ia tengah berlari-lari kecil pergi dari hadapanku, terburu-buru ingin menghindar karena perasaan bersalah. Aku tidak bisa tidak tersenyum melihatnya seperti itu. “Mood anda terlihat sangat bagus pagi ini tuan Xander.” Bibi Gail sejak kapan, aku tak menyadarinya yang kini sudah berdiri di balik meja dapur. Tidak benar-benar bagus tapi terhibur. “tidak juga, hanya mungkin menjadi lebih baik.” “pengaruh nona Wren cukup baik sepertinya.”aku hampir saja memutar kedua bola mataku di hadapannya, anehnya aku tidak bisa membantahnya. Kemungkinan ia benar, wanita itu memang merepotkan tapi cukup menghibur aku tak mengingat jelas kapan terakhir kali aku banyak tertawa sebelum aku bertemu dengannya. “Apa nenek masih bertanya mengenai Ana?.”nenek sangat penasaran bahkan meminta bibi Gail untuk memotret Ana di sini, bibi Gail memberitahukannya padaku dan aku mengijinkannya untuk melakukannya dan memberikan report mengenai nenek. Apa yang dialakukan dan apa yang dia inginkan. “tentu saja. Dia sangat antusias dengan Ana, bahkan bertanya banyak hal mengenai makanan dan minuman favoritenya, apa yang Ana sukai. Jujur saya tidak bisa memberikan apa yang dia inginkan dengan spesifik karena jika saya bertanya langsung pada nona Wren dia akan berkata menyukai banyak hal dan tidak pilih-pilih.” Aku sendiri tidak tahu banyak tentangnya. Apa yang dia sukai dan apa yang dia inginkan! Yang ku tahu ia ingin hidup dan tidak ingin aku menembaknya, ia masih berpikir aku seorang mafia. itu terdengar cukup menghibur di awal, kini terdengar sangat menjengkelkan. Aku tidak ingin ia berpikir aku sebagai pria jahat, ia cukup teracuni beberapa tokoh mafia dalam film yang disaksikannya. “tidak usah membuat bekal, Ana sudah berangkat kerja tadi.”Kataku saat melihat bibi Gail mengeluarkan kotak bekal. “baik.” Aku berdiri lalu melipat koran dan menaruhnya di atas meja sebelum mengambil ponselku. “aku pergi dulu.” “hati-hati di jalan.” ** Ponselku berdering, aku meliriknya dan nama Ana ada di sana. Tumben sekali ia meneleponku, aku tidak berniat untuk mengangkatnya karena meeting kali ini cukup penting. tapi sebagian dalam diriku tidak ingin mengabaikannya, Ana bukan wanita yang akan berlalu ketika diabaikan. “aku sedang meeting.” PIP. Hanya ingin dia tahu jika aku sedang tidak ingin diganggu, dan benar saja. wanita keras kepala. Kini ia kembali meneleponku bahkan setelah aku berkata tak ingin diganggu, seharusnya ia tahu jika berada dalam meeting mereka tidak ingin ada telepon atau apapun itu yang menganggu. Aku memutuskan untuk mengangkat teleponnya dan berniat berkata aku sedang sibuk dan telepon lagi nanti atau aku akan meneleponmu balik setelah meeting ini selesai. Keinginanku untuk melakukan hal itu sirna sudah ketika ia malah berteriak padaku di telepon hingga suaranya terdengar jelas, dan semua tatapan itu mengarah padaku. “JANGAN TUTUP TELEPONNYA TRISTAN.” Sialan Ana. Dia membuatku terkejut dengan teriakannya, pulpenku hampir saja tertajuh dan terlepas dari genggaman tanganku. Berani-beraninya dia berteriak padaku, Apa dia ingin mempermalukanku di depan semua pegawaiku. “Apa kau ingin membuatku tuli?.”aku bergumam lirih, semua orang di sana mencoba untuk mengabaikanku, aku tahu mereka mendengarnya dengan seksama. Aku meminta pria yang tengah menunjukkan grafik dalam penjualan itu tetap melanjutkan penjelasannya dan mengabaikanku. Dengan gerakan tanganku, ia mengangguk dan kembali berbicara sementara aku berbicara dengan Ana Wren. “Maafkan aku, apa meetingmu sudah selesai? Aku mau membicarakan sesuatu. Ini sangat penting.” “Katakan saja ada apa sayang?.”Aku ingin tertawa, menahan diri dari pusat perhatian, Ana bergumam lirih, menunjukkan respon nya terhadap perkataanku barusan. Begitupula aku, kenapa aku berkata demikian. Pria itu berhenti berbicara, dan kembali melanjutkan nya dengan gugup, setelah ini aku yakin akan ada gosip besar, beberapa orang yang duduk di sekitarku mencuri-curi pandang, aku rasa mereka lebih mendengarkanku di bandingkan pria yang tengah berbicara di depan sana. “Aku sangat penasaran tapi apa benar meetingmu sudah selesai aku mendengar sesuatu kau sedang bersama dengan seseorang?.”Dia tidak percaya aku sedang berada di dalam meeting penting, haruskah aku melakukan video call. Sekalian memperkenalkannya di sini. “belum, sama halnya denganmu aku yakin semua orang di sini juga penasaran dan bertanya-tanya sedang bicara dengan siapa aku saat ini.” “Apa sesuatu terjadi semalam?.”Aku tidak tahu apa yang tengah Ana bicarakan, dia membuatku menebak-nebak. Kenapa ia baru khawatir sekarang, tidak ada yang penting. ia tertidur seperti mayat dan aku berada di sampingnya hanya seperti teman tidur tidak lebih. Tidak ada yang bisa ku lakukan padanya. “Aku kecewa kau tidak ingat tentang malam ini.”aku suka menggodanya dan membuat Ana diserang rasa panik. “Apa! jangan bercanda denganku.”Dia benar-benar panik dan aku menyukainya, sesuatu dalam perutku terasa menggelitik, aku bisa membayangkan bagaimana ekspresinya saat ini. Panik, Ana pasti terlihat sangat panik. “kenapa aku harus bercanda!.”Aku memiliki alasan untuk ini, aku menyukainya. “aku akan meneleponmu lagi nanti.”Ana menyerah dan aku tidak akan memaksanya, aku akan berhenti untuk membuat mereka mengalihkan fokus dari meeting penting menjadi diskusi pergosipan. Setelah ini akan ada keramaian lain, dan aku tidak peduli. Mereka semua tahu dan aku tidak akan direpotkan dengan penguntitan yang kakek lakukan. “Aku akan menunggu telepon darimu sayang, berserta ucapan terima kasihnya.” PIP.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN