BAB 11 - Equinot 2

1172 Kata
Aku menggendongnya dan Niel menghampiriku berdiri dengan ekspresi wajah penuh khawatir. Matanya terus tertuju pada Ana ketika ia berada di pelukanku dan ketika aku menggendongnya wajahnya mendongak menatapku. “Apa tidak apa-apa? Kau mau aku membantumu? Aku bisa menggendongnya jika tidak keberatan.” Aku tentu saja keberatan, tetapi orang-orang kakek ada di sini dan memantau apa yang tengah kami lakukan sekarang.“dia akan baik-baik saja Niel, tapi terima kasih.”mataku mengedar mencari-cari Phil, dia datang dengan tas dan jaket Ana. “aku harap hal ini tidak membuatmu memutuskannya, dia tergila-gila padamu.”pandanganku kembali padanya, sebelah alisku mengernyit, aku tidak percaya. “Jangan khawatir, Ana akan aman.” “Ya, tentu saja. Tolong jaga dia. Dia memang ceroboh dan merepotkan tapi percayalah dia adalah wanita baik-baik, kau tidak akan menemukan catatan buruk tentangnya.”aku tidak mengerti kenapa dia berkata seperti itu. Tapi perkataannya memang terbukti, aku tidak melihat sesuatu yang aneh pada data diri Ana, berkencan dengan wanita ini membuatku kakek dan nenek khawatir, karena Ana terlalu baik. Salah satu yang menjadi alasan kenapa kakek tidak percaya hubungan ini nyata. “kau tidak perlu khawatir.” “ya.. aku tidak yakin bisa menghilangkan khawatiran ini.” Entah kenapa aku merasa simpati terhadapnya, aku tahu perasaan itu. Ana memang sulit di atur dan dia kerap kali berada dalam situasi yang tidak aman, seperti saat ini. Jika aku tidak datang entah apa yang akan terjadi padanya, bisa saja seorang p****************g menangkapnya dan melakukan tindakan tidak senonoh terhadapnya, memikirkannya saja sudah membuatku kesal bukan main. Ana sangat ahli membuatku marah. “hati-hati di jalan.”seru Niel saat aku pergi dengan Ana di dalam gendonganku. Phil mengikutiku tepat berada di belakangku dengan tas dan jaket Ana. Tubuh Ana menggeliat dalam gendonganku lalu kedua matanya terbuka, masih sayu. “turunkan aku.”tubuhnya bergerak, meronta di dalam pelukanku dengan terpaksa aku menurunkannya, Ana mencoba untuk berdiri dengan tubuhnya yang limbung. Kedua kakinya goyah hingga membuatku memegangi kedua lengan atasnya ketika ia hampir saja terjungkal ke belakang. Namun yang dia lakukan malah meronta lagi, seolah kedua tanganku terasa mengganggu dan menggelikan ketika menyentuhnya. “aku baik-baik saja.” “kau sangat kacau.”dia benar-benar kacau. “sedang apa kau di sini haaa! Pergi sana, jangan dekati aku. Kau ini kenapa sih! Berhenti mengikutiku.”ia menunjukku dengan jari telunjuknya, tepat berada di hadapanku. Aku menarik tangannya hingga tubuhnya mendekatiku, berada tepat di hadapanku. “kau tahu apa yang kau lakukan!.” “Apa!.” Aku hanya menatapnya, tak melakukan apapun. Ana mencoba menarik lengannya namun aku aku akan kembali menariknya lagi, membuatnya tetap di sana. Beberapa kali hingga tiba-tiba ia berubah kaku dan aku benci ini sialan. Dia membuatku semakin kesal, setelahnya ia mundur beberapa langkah menjauh kemudian duduk berjongkok melirik ke arahku dengan linglung. Phil memringis lalu mengeluarkan tisu yang sama sekali tidak dapat membantuku. ** Ana sangat merepotkan, dia adalah satu-satunya wanita yang membuatku kerepotan seperti ini. oops.. aku membuat kepalanya membentur sisi lift tubuhku membeku ketika tubuhnya bergerak, aku tidak berniat untuk minta maaf mengingat ia baru saja melakukan sesuatu yang lebih menyebalkan di bandingkan dengan kepala membentur, aku harap benturannya sangat keras hingga bisa membuatnya tersadar. Dia tertidur setelah muntah di pakaianku, untung saja saat kami berada di parkiran, jika kami masih berada di Club aku bersumpah akan membiarkan peluru menembus mengenai sisi kepalanya. Aku membaringkannya di atas sofa yang berada menempel di dinding kamarnya, aku mencari kunci di dalam tasnya. Dimana Ana menaruhnya. Sangat frustasi mencarinya aku membiarkannya untuk berbaring di sana dan pergi namun baru beberapa langkah aku kembali, tak tega membiarkannya berbaring di sana. Aku memutuskan untuk membawa Ana menuju kamarku dan membaringkannya di atas kasur sebelum meninggalkannya untuk bergegas mandi dan membersihkan sisa muntahan yang terasa menempel di tubuhku. Tubuh Ana bau alkohol, bau itu akan menempel di kasurku, aku akan memastikan Gail untuk menggantinya besok. Posisi Ana meringkuk dengan kedua tangan memeluk tubuhnya sendiri, aku tak merasa ac sangat dingin, aku menarik selimut untuk menutupi tubuhnya lalu mengambil laptop di tas kerjaku untuk memeriksa beberapa pekerjaan yang belum sempat ku lihat di kantor tadi. Aku duduk di sebelah kanannya seraya bersandar pada headboard ranjang tempat tidur. Sesekali melirik ke arahnya dan melihat Ana bergumam tidak jelas tanpa suara. Cukup lama dan beberapa kali Ana menarik perhatianku. Setelah aku selesai aku bingung memutuskan untuk tidur di sofa atau di ranjang yang berarti aku akan tidur di sebelah Ana yang bau alkohol. Mungkin tidak buruk, aku tidak cukup baik untuk mengalah dan berbaring di sofa sementara ia menikmati kasurku dengan tubuh bau alkohol. Aku memutuskan untuk berbaring di sebelahnya, tertidur membelakanginya. Ana meracau lagi, kasur ini bergerak saat tubuhnya juga bergerak ke kanan dan ke kiri, seolah sedang mencari posisi yang nyaman untuk bisa membuatnya tertidur. Tubuhku berputar menghadap ke arahnya dan ia juga tengah meringkuk menghadap ke arahku. yang ku lakukan saat ini hanyalah menatapnya, aku tidak terlalu mengantuk. Tanganku tergerak untuk menarikkan selimut hingga menutupi tubuhnya, Ana bergerak semakin dekat hingga kini ia benar-benar memeluk sebelah lenganku. Semakin lama semakin bergeser hingga bibirnya berada di dekat bahuku. Aku tak tahu kenapa tapi aku tak merasa terganggu dengan apa yang Ana lakukan. Aku membiarkannya berbaring di sisiku dan memelukku sepanjang malam, aku tertidur tanpa ada gangguan mimpi buruk mengenai pekerjaanku yang terkadang menyelinap menyerangku dalam keadaan tak terjaga. Saat aku terbangun Ana masih berada di posisi yang sama, memelukku, seolah ia menghalau mimpi buruk yang akan menyakitiku. Bibirku tersenyum memikirkan pikiran konyol tentang penghalau mimpi buruk. Biasanya aku akan pergi menuju ruang olahraga namun aku mengurungkan niat itu. Aku tak bisa bergerak jauh dalam pelukan Ana dan membuatnya terbangun, aku memutuskan untuk membaca buku menunggu ia terbangun. Membayangkan betapa terkejutnya ia terbangun dalam posisi ini membuatku ingin tertawa. Tangan Ana bergerak dan tubuhku seketiga menegang menerima respon dari tangannya yang menyentuh tubuhku. Bibirku berkedut menahan senyum ketika melihat keningnya mengerut, ekspresi wajahnya berubah menjadi gelisah. “sampai kapan kau akan meraba-raba tubuhku begini?.” "AKHHHHHHH. Apa yang kau lakukan huh!." Ana bergerak mundur seketika itu juga menjauh dariku, hampir saja ia terjatuh kalau saja Ana tidak berhenti, dia benar-benar konyol seolah ini adalah kali pertama kalinya terbangun tepat di samping seolang pria, reaksinya sangat berlebihan. Ana menarik selimut dengan serakah namun niatannya itu cukup sulit karena selimut itu tertahan di bagianku, aku tak sangaja mendudukan bagian lain dan aku senang karena ia tak bisa menariknya lebih jauh. Amarahnya membuatku keherana karena yang seharusnya marah itu kan aku, kenapa ia malah yang paling terlihat emosional, seolah aku menyakitinya dan memperlakukannya dengan buruk, harusnya ia bersyukur aku tak membuangnya di sungai setelah mengotori jasku seharga jutaan dollar, dan dasi yang terkena muntahan itu masuk dalam 10 dasi favoritku. "Aku akan menuntutmu atas tindakan pelecehan." Aku menoleh padanya cukup sulit menahan diri untuk tidak tersenyum atau tertawa melihatnya seperti itu. "Bukankah seharusnya aku yang melakukan hal itu, kau yang meraba-raba ku barusan. Jangan berakting seolah kau adalah korban. Kau sudah sangat-sangat merepotkanku malam ini. Tadinya aku mau menembak kepalamu, untung saja sisi kemanusiaan ku masih ada."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN