Aku duduk di atas ranjang tidur Ana seraya bersandar pada headboard tempat tidur, menatap layar ponselku untuk memeriksa email masuk, tak bisa mengabaikan pekerjaan yang menunggu perhatianku. Setelah memeriksanya perhatianku tiba-tiba saja terhenti pada hal lain dalam kamar ini. Buku-buku yang berada di rak samping meja belajar Ana. Kedua kakiku turun menyentuh lantai kamar untuk menghampiri rak tersebut dan melihat-lihat lagi. Perhatianku sempat tertahan karena Ana ada di sini memergokiku yang tengah melihat catatan hariannya. Aku menarik kursi dan duduk di sana lalu melihat-lihat hingga perhatianku jatuh pada album fotonya dari sebagian besar buku n****+ yang ia miliki di sini.
Foto masa sekolah, Ana memiliki banyak teman dan rata-rata ia memiliki seorang teman pria. Niel hampir mendominasi setiap foto Ana, dia ada di sana berada dalam satu frame dengannya, begitu akrab dan nyaris membuatku cemburu. Perhatianku jatuh pada seorang pria, begitu dekat dan di foto lainnya Ana tampak malu-malu saat bibir pria itu berada di sebelah pipinya. Ia tertawa dan tersenyum sampai ke matanya, diam-diam merasa penasaran dengan siapa pria itu. yiba-tiba saja ponselku berdering, panggilan masuk dari Ray yang mengatakan jika ia baru saja menangkap dua orang Shitler untuk memata-matain sekitar, satu orang dari mereka sudah terbunuh karena melakukan perlawanan sementara pria lainnya berhasil ditangkap dan di bawa ke tempat biasa. Tempat dimana kami melakukan introgasi untuk mencari mendapatkan informasi darinya. Kekesalan terbit menguasai diri, mereka tidak berhenti untuk berada di sekitar Ana, dan belum memiliki control Ana sepenuhnya menyulitkanku. Jika aku menikah dengannya kemungkinan besar untuk membuat Ana mendengarkanku lebih dari sebelumnya, aku memiliki control dirinya dalam hal status kami.
Ray tahu apa yang harus ia lakukan tanpa harus bertanya padaku dan aku memercayai apa yang dia lakukan. Aku bangkit berdiri dan pergi menuju jendela kamar, melihat ke arah sekitar, berani-beraninya mereka datang kemari dan mencari tahu hal-hal yang tidak seharusnya mereka ketahui. Kedatanganku ke sini, apa pedulinya. Ayah Jessica berkata jika beberapa komplotannya berkhianat dan membelok pada bos lainnya, tanda mereka tak benar-benar menghilang dan yang membuntutiku bukan lagi barada dalam bawahannya, mereka bekerja untuk orang lain bukan lagi untuknya, berada di luar kuasanya dan semua itu bukanlah atas peritahnya. Ia keberatan dengan tuduhan itu dan kami sama sekali tidak percaya, tato itu hanya diberikan pada beberapa orang yang sudah bekerja bersama dengannya lebih dari 5 tahun dan bersedia mati untuknya.
Perhatianku terhenti pada Ana, ia berada di luar di jam seperti ini menuju arah ayunan dan duduk di sana. Ray masih berbicara di telepon sementara aku menaruh kembali album foto itu ke dalam rak sebelum keluar dari kamar untuk menyusulnya ke taman. Aku menutup panggilan saat keluar agar tidak ada yang mendengarkan pembicaraanku di telepon. Saat aku berada di sana ia tengah memejamkan mata, masih ada space di sebelahnya yang membuatku ikut masuk dan duduk di sebelahnya. Aku melirik ke arahnya lalu mendongak untuk menatap langit-langit.
“Kau mengejutkanku!.”ucapnya, Ana melirikku sekilas sebelum memandang kea rah lain, menghindari kontak mata denganku. Aku tahu ia ingin berkata sesuatu, ia tampak canggung dan bingung.
“hmm, ibuku berkata kau datang kemari. Kapan itu? kenapa bisa kemari dan kau tidak cerita padaku, kau sudah merencanakan ini jauh-jauh hari.”dan pembciaraan ini mengalir begitu saja dengan terburu-buru.
“belum lama. Saat kau sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan acara.”tapi nenekku sudah mengambil waktu lebih baik dariku, kau akan terkejut jika tahu betapa akrabnya mereka berdua saat di sini Ana, Linda adalah orang yang introvert sementara nenek adalah ekstrovet aku bisa membayangkan betapa lelahnya Linda menghadapi celotehan nenekku. Ia tak bisa berhenti bicara banyak hal dan membahas sesuatu yang tidak penting, adikku memiliki kesamaan sepertinya dan perpaduan antara kakekku yang cukup kejam. Tidak ada yang mau berurusan dengannya jika ia sedang marah.
“berapa hari kau di sini? dan ibuku bilang apa?.”Ana terdengar sangat antusias dengan pertanyaannya.
“hanya beberapa jam, aku hanya ingin memberitahunya. Jadi kita sudah dapat persetujuan, kau tinggal bersiap.”
“apa tidak bisa bertunangan saja? jangan sampai menikah kau tahu, kita baru berkencan dua bulan dan tiba-tiba kita menikah, mereka akan bergosip aku hamil di luar nikah jika seperti itu.”kau pikir mudah bagiku, baru berkenalan denganmu selama dua bulan dan aku sudah sangat ingin menguncimu dalam hidupku. Berpikirklah mengani aku saja dan jangan pedulikan perkataan orang lain. Ana memalingkan wajahnya dariku, menatap ke sisi kiri sekitarnya.
“abaikan saja.”ucapku yang membuatnya menatapku kesal. Ia akan memprotesku lagi. Kenapa wanita sangat repot dan memikirkan banyak hal, bukankah akan lebih mudah menjalaninya saja.
“abaikan kau bilang, aku sudah berusaha semampuku mengabaikan gosip-gosip teman satu gedung kantorku mungkin saja sampai ke gedung sebelah karena beberapa dari mereka memincingkan mata ketika melihatku, semua itu berlangsung semenjak aku berkenalan denganmu. Kau mencemarkan nama baikku.”bagaimana dengan kau mencemarkan pikiran dan hidupku juga, aku menatapnya dan bibirku tertarik membentuk seringaian. Bukankah itu bagus untuknya.
“aku membuatmu terkenal.”
“terkenal dengan gosip, itu tidak keren. Seharunya mereka menggosipkan tentang pekerjaanku. Aku cukup handal dalam menyelesaikan setiap pekerjaanku, aku menunggu promosi akhir tahun.”suaranya terdengar lesu saat membicarakan tentang promosi, aku yakin dia bisa mendapatkannya dengan kemampuannya yang bagus. Aku tidak sabra menikah denganmu Ana, kau harus tahu hal itu.
“kita akan menikah akhir bulan ini, jadi persiapkan dirimu.”ucapanku seraya menatap lurus kea rah hadapanku, ia kembali menatapku dan kali ini tatapannya lebih tajam dari sebelumnya seolah kedua bola matanya akan keluar saja. Ana menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan, menahan diri untuk tidak berteriak padaku karena ini masih pagi-pagi buta sekali, dan jika dia melakukannya maka semua orang akan mengusirnya dari California.
“aku tidak tahu apa yang kau rencanakan Tristan! tapi.. kupikir tidak adil jika kau melakukan hal ini,”Aku kembali menatapnya sementara ia memalingkan wajahnya lagi dariku. “sampai kapan kita harus melakukan hal ini? Kau bilang hanya kebohongan berkencan dan sekarang lebih jauh menjadi pernikahan, akan lebih jauh kemana lagi kita. Aku tidak mau menipu lebih banyak orang.”gumamanya lirih, tidak ada yang kita bohongi Ana, hanya aku yang membohongimu. Kau berpikir terlalu jauh.
“bukankah kau terlalu egois.”aku beralih kembali memalingkan wajahku darinya, Tristan berpikirlah apa yang harus aku katakana untuk membuatnya bisa mengerti dan luluh, aku harus memiliki banyak strategi untuk menembus hati Ana, sulit untuk membuatnya bisa luluh sementara kepalanya terus bercabang memikirkan berbagai hal dan kemungkinan gila.
“aku tidak mau menikah Ana! Aku tidak tertarik, tapi kakekku sangat ingin aku menikah. Kau wanita yang terjebak denganku tanpa sengaja. Maaf kalau kau menjadi kerepotan, tapi bisakah hanya beberapa bulan.”sialan, apa yang telah kau pikirkan Tristan.
“satu bulan menjadi beberapa bulan, aku harap ini tidak akan menjadi tahun. Aku benar-benar tidak bisa menolak? Bisakah?.”ia menatapku nanar, namun itu tidak cukup untuk membuatku tersentuh dan membatalkan niat ini. Kau harus berusaha lebih dari itu Ana. Aku tetap akan menikahimu.
“percayalah kau akan aman bersamaku jika kita mengakhiri semuanya, kau..”
“kenapa dia menginginkanku? Apa Jessica sedendam itu padaku hanya karena,,”
“tak mau di kalahkan, mengontrol. Memegang kendali, kau tidak tahu sekejam apa dunia itu Ana.”aku tifak sabaran. Berhentilah untuk menolak dan terima saja pernikahan ini nona Wren. Kau membuatku frustasi.
“sepertimu...”perkataannya membuatku menatapnya lagi, kedua tanganku mengusap gelisah. “Mungkin bisa jadi orang-orang tadi adalah suruhanmu agar meyakinkanku jika orang yang ingin membunuhku itu ada.”
Ana, kau membuatku gila! Aku bangkit berdiri, membelakanginya, berpikir apakah ini pilahn yang tepat untuk menunjukannya. Tapi sepertinya aku tidak memiliki pilahan lain, aku menoleh padanya dengan tangan terulur. Ia ahanya menatap tanganku untuk beberapa saat, merasa ragu, wajahnya mendongak menatapku bingung.
“aku akan menunjukkan sesuatu. Mungkin hal ini bisa membuatmu percaya padaku.”