Renata menatap bangunan besar nan mewah di hadapannya dengan takjub. Pria asing yang menemuinya membawanya ke sana, mengatakan bahwa itu adalah rumah kakeknya, ayah dari ayahnya yang sudah meninggal.
“Apa yang kau tunggu?”
Renata tersentak, tersadar dari lamunan. Ia pun berjalan mengikuti pria asing berwajah tampan itu memasuki rumah besar di hadapannya.
Setelah berada dalam rumah besar itu, Renata tak berhenti dibuat kagum. Bukan hanya tampak mewah dari luar, seisi rumah juga berisi barang mewah dan pastinya mahal.
“Ikuti aku.”
Renata terputus dari rasa kagum menatap isi rumah. Ia pun kembali melangkah mengikuti langkah pria di depannya.
Pria asing itu berjalan menaiki tangga menuju lantai 2. Sesampainya di lantai 2 ia berjalan menuju sebuah kamar tanpa mengucap sepatah kata. Sesampainya di dalam kamar, ia menyuruh Renata duduk di sofa menghadap layar lcd datar 32 inci kemudian menghidupkan layar tersebut.
Renata bertanya-tanya kiranya apa yang ingin pria itu lakukan atau tunjukkan sampai saat layar menyala, ia melihat seorang pria tua duduk di kursi di depan perapian dan menyambutnya dengan senyuman.
“Selamat datang, cucuku. Saat kau melihat video ini, mungkin kita sudah tidak bisa bertemu lagi. Kau pasti bertanya-tanya, siapa aku. Aku … adalah kakekmu, ayah dari Harsa, ayahmu. Di sini aku hanya ingin mengatakan, maafkan aku, maafkan kakekmu ini. Sejak memutuskan menikahi ibumu, ayahmu pergi dari rumah karena aku melarang hubungan mereka. Jujur saja aku sangat membenci ibumu yang hanya dari keluarga rendah dan bukan siapa-siapa. Dan aku juga membenci ayahmu karena lebih memilih wanita itu. Tapi … sejak kakekmu ini semakin menua dan mendekati ajal, aku baru sadar selama ini aku lah yang bersalah. Aku terlalu egois dengan memandang kasta dan tak pernah bahagia sejak ayahmu meninggalkan rumah. Dan saat aku ingin memperbaiki semuanya, ternyata aku terlambat, ayahmu sudah tiada begitu juga dengan ibumu, Fiona.”
Renata yang awalnya tampak terkejut, perlahan mencerna setiap kata dan kalimat yang pria tua itu sampaikan, pria tua yang mengaku kakeknya. Renata benar-benar tidak tahu mengenai semua ini bahwa ia memiliki kakek dari ayahnya. Semasa orang tuanya masih hidup mereka juga tidak menceritakan masalah ini tapi, ia yakin apa yang pria tua itu katakan benar adanya.
“Andai saja dulu aku menerima ibumu, mungkin semua tak akan jadi begini. Ayahmu mungkin masih hidup dan kita bisa tinggal bersama dan hidup bahagia. Tapi, semua sudah terlambat, hanya penyesalan yang kakek rasakan sekarang. Jadi sebagai ganti kesalahan kakek, kakek memberikan seluruh harta warisan kakek padamu, cucuku. Aku harap sebelum aku mati kita bisa bertemu tapi, jika tidak mungkin, kuharap kau memaafkan kakekmu ini. Kakek tahu semua yang kakek berikan tak akan sanggup menebus kesalahan kakek pada ayahmu, juga padamu dan ibumu, tapi kakek harap bisa membuatmu memberi sedikit maaf untuk kakakmu ini. Uhuk!”
Kakek Renata terbatuk di akhir kalimatnya dan mengakhiri pula rekaman video tersebut. Namun, Renata sempat melihat kakeknya itu terus batuk dan muntah darah sebelum video benar-benar berakhir.
Pria asing yang membawa Renata mematikan layar tv itu kemudian berdiri di dekat sofa yang Renata duduki di mana arah pandangannya jatuh pada bayi dalam gendongan.
“Berikan anakmu,” ucap pria itu.
Renata tersentak. Ia masih tenggelam dalam pikirannya memikirkan video yang baru saja ia saksikan.
“Jadi, di mana kakek sekarang?” Bukannya memberikan bayinya atau bertanya kenapa pria itu meminta bayinya, Renata justru menanyakan keberadaan kakeknya. “dan kau, siapa kau?”
Pria itu menatap Renata selama beberapa saat tanpa berniat menjawab. Namun, pada akhirnya ia membuka suara.
“Beliau sudah tidak ada di sini. Dan aku–” Ucapan pria itu menggantung sampai akhirnya ia melanjutkan ucapannya. “Saga, cucu angkatnya.”
Renata terdiam sejenak seperti memikirkan sesuatu. Kakeknya mengabaikannya dan justru mengangkat seorang cucu? Kenapa kakeknya tidak mencarinya saja? Namun, pada akhirnya ia sadar dan ingat, kakeknya itu sudah mengatakan bahwa ia baru menyadari kesalahannya setelah ia tua.
“Berikan bayimu.”
Renata kian mendekap bayinya. “Mau kau apakan anakku?” tanyanya sebagai isyarat menolak.
Pria bernama Saga Juan itu hanya diam tanpa melepas pandangan dari Yogi. Sedari tadi bayi itu tak menangis, pun tak bergerak sama sekali. Ia hanya ingin memastikan keadaan bayi berusia 3 bulan itu. Tapi, melihat Renata, sepertinya ia tak bisa memaksanya.
Saga membalikkan badan dan mengambil sesuatu dari laci nakas kemudian meletakkannya di atas meja di depan Renata. Dahi Renata pun sedikit berkerut menatap benda tersebut.
“Semua itu aset milik kakek yang diberikannya padamu. Rumah ini, dua perusahaan, dan beberapa aset lain,” ujar Saga.
Renata tampak terkejut hingga matanya melebar. Apakah ia sedang bermimpi?
Tak lama setelah itu, Saga membawa Renata ke sebuah kamar yang merupakan kamar yang sudah disiapkan untuknya. Kamar itu begitu luas dengan barang lengkap di dalamnya juga tersedia walk in closet untuk menyimpan seluruh pakaian, sepatu juga tas yang pastinya semuanya bermerek dan harga mahal.
Untuk kesekian kalinya Renata dibuat takjub menatap isi walk in closet yang telah tersedia untuknya. Walk in closet itu sendiri luasnya hampir seukuran kamarnya saat masih tinggal bersama Teguh, suaminya.
“Sayang, lihat ini, kau bisa bermain di sini,” ucap Renata pada sang buah hati.
Saga yang berdiri di luar pintu walk in closet, tak berhenti mengarah pandangan pada putra Renata dalam gendongan. Ia pun memilih menunggu sampai Renata melepaskan bayi itu.
“Mungkin kau ingin mandi. Biar bayimu bersamaku,” ucap Saga.
Renata menoleh dan tampak berpikir lalu menatap Saga dan Yogi bergantian. Ia memang butuh mandi tapi, apakah aman meninggalkan Yogi dengan orang asing?
“Apa aku … bisa mempercayaimu?”
Saga mengangguk. “Jika aku melakukan sesuatu pada bayimu, kau juga bisa melakukan sesuatu padaku. Kakek memerintahkan aku untuk membantumu dalam hal apapun.”
Renata masih berpikir kemudian mengatakan, “Bisakah setelah ini kau mengantarku ke makam kakek?”
Saga terdiam sejenak kemudian mengangguk. Setelahnya, ia menerima bayi Renata.
Renata memberikan Yogi pada Saga dengan hati-hati.
“Tolong jaga Yogi. Aku tak akan memaafkanmu jika kau melakukan sesuatu pada bayiku,” ujar Renata. “jadi, di mana kamar mandinya?” imbuhnya.
Saga hanya diam. Hal pertama yang ia lakukan saat Yogi telah berada di gendongannya adalah, mengecek suhu badan dan denyut nadinya. Dan siapa sangka, dugaannya benar.
Renata mengernyitkan alis melihat apa yang Saga lakukan. Namun, belum sempat ia bertanya, suara Saga yang berat lebih dulu terdengar.
“Bayimu mati. ”
Kernyitan di dahi Renata semakin menjadi. “Apa? Apa maksudmu? Jangan mengada-ada,” ucapnya dan segera merebut Yogi dari Saga.
Saga sengaja mengatakannya agar Renata sadar. Ia menduga Yogi sudah tiada beberapa saat sebelum ia menemukan mereka. Ia tidak tahu apakah Renata belum menyadarinya atau Renata tak ingin percaya bahwa bayinya sudah tiada.
“Sayang, ayo bangun.” Renata mencoba membangunkan sang buah hati, memberinya usapan lembut di pipi dan cubitan-cubitan kecil untuk mengajaknya bermain. Namun, sang buah hati tetap terlelap tak mau membuka mata.
Rasa takut mulai menjalar ke seluruh tubuh Renata. Ia mulai takut dan cemas tapi, ia terus menyangkal bahwa bayinya telah tiada.
“Yogi, bangun sayang. Jangan buat mama takut. Ayo bangun, kau pasti lapar, kan?”
Dengan menahan tangis Renata terus berusaha membangunkan Yogi. Namun, tetap sama, bayi itu tetap tak membuka mata.
Brugh!
Kedua lutut Renata mencium lantai kala kedua kaki seakan tak mampu menopangnya untuk berdiri. Suara tangis nan pilu pun mulai memenuhi ruangan, mengisi kamar baru Renata yang megah. Dipeluknya tubuh kecil Yogi yang dingin dan terus menciumi wajahnya. Tak pernah terbayangkan olehnya semua ini terjadi dan semua ini terjadi karena kejahatan sang mantan suami dan sahabatnya, Sari.
****
Renata menatap pantulan dirinya di depan cermin di mana pandangannya tampak kosong. Yogi baru saja dimakamkan setelah sebelumnya menjalani pemeriksaan dan dokter menyatakan bahwa Yogi meninggal akibat benturan di kepala juga mengalami gizi buruk. Rupanya saat Teguh mendorong Renata, kepala bayi berusia 3 bulan itu membentur lantai tanpa Renata sadari. Selain karena benturan itu, penyebab meninggalnya Yogi adalah kurangnya gizi sebab sejak sikap Teguh berubah dan mengucap talak, Renata mulai stress hingga membuat asinya berhenti keluar. s**u yang Renata berikan pun rupanya tidak cocok untuk Yogi. Namun, ketidak tahuannya sebagai seorang ibu muda yang baru pertama memiliki bayi membuatnya tidak menyadarinya terlebih karena dirinya selalu memikirkan kandasnya pernikahannya hanya karena perubahan bentuk tubuhnya pasca hamil dan melahirkan.
Tatapan mata kosong Renata perlahan berubah menjadi tatapan mata tajam, tatapan penuh dendam dan kebencian.
“Kalian akan membayar semuanya, Teguh, Sari.”