1. Diceraikan Setelah Melahirkan

1408 Kata
“Jijik, aku sangat jijik.” Wajah wanita itu memucat menatap pria yang berdiri di hadapan, menunjuknya tepat di muka seakan ia adalah sesuatu yang hina. “Apa kau tak sadar betapa buruknya dirimu sekarang? Lihat tubuhmu, sudah seperti karung beras. Wajahmu juga penuh dengan jerawat yang menjijikan. Dan kau masih bertanya kenapa aku jarang pulang? Benar-benar bodoh! Semua karena aku jijik padamu!” Petir seolah menyambar seakan mampu membelah tubuh Renata. Ia tak menyangka suami yang dicintainya dan berjanji mencintainya selamanya dapat mengatakan kalimat yang begitu menyakitkan. Apakah suaminya itu tak sadar, apa yang terjadi pada diri dan tubuhnya semua karena ia telah melahirkan anaknya? Sebelum ia hamil dan melahirkan, tubuhnya dapat memikat kaum Adam. “Mulai detik ini aku menalakmu! Kita bercerai!” *** Renata Naurah, wanita berusia 25 tahun itu tak dapat menahan air matanya menatap surat cerai di tangan. Ia terisak memikirkan pernikahannya yang kandas di tahun ke-2. Rasanya baru kemarin suaminya mengucap sumpah pernikahan, berjanji sehidup semati dan selamanya mencintainya. Tapi, apa yang terjadi sekarang? Ia diceraikan hanya karena penampilan. “Yang sabar, Re. Aku tahu ini begitu menyakitkan tapi, aku yakin mungkin ini yang terbaik untukmu.” Wanita yang duduk di samping Renata tak berhenti mengucap kalimat penyemangat. Ia bernama Sari, sahabat Renata. Renata mengangguk lemah dan berusaha menahan tangisnya. Sari benar, mungkin ini yang terbaik. Tuhan menunjukkan watak asli suaminya saat dirinya tidak menarik lagi. “Te- terima kasih, Sar. Selama ini kau yang selalu menemani dan mendampingiku di saat sulit. Terima kasih,” ucap Renata di sela isak tangisnya. Sejak hubungan rumah tangganya dan suaminya yang bernama Teguh rusak, Sari lah yang selalu ada untuknya, mendengarkan curahan hatinya dan selalu memberinya dukungan. Bahkan sejak Renata diusir dari rumah, Sari lah yang menampung Renata tinggal di rumahnya. Renata tak punya siapa-siapa lagi, orang tuanya sudah meninggal dan ia tidak memiliki saudara. Hanya Sari sahabat sejak kuliah hingga sekarang yang selalu ada untuknya. “Ya sudah, ayo pulang. Yogi pasti sudah lapar,” saran Sari. Renata mengangguk. Yogi adalah anaknya, putra Teguh yang sekarang berusia 3 bulan. Entah apa yang merasuki pikiran Teguh, padahal Renata melahirkan darah dagingnya tapi, pria itu menceraikannya begitu saja dengan alasan Renata tak lagi menarik di matanya. Miris memang, tapi ada kalanya salah seorang manusia memang memiliki hati yang kejam. Beberapa hari kemudian, Renata pulang ke rumah Sari setelah pergi membeli s**u sekaligus mencari kontrakan. Ia tidak enak jika terus menerus tinggal di rumah sahabatnya itu. Ia juga mengajak anaknya karena tak ingin merepotkan Sari yang sedang libur kerja. “Nah, Sayang, kita sudah sampai rumah Tante Sari. Setelah ini mama akan membuatkanmu susu.” Renata tersenyum memandangi wajah putranya. Meski wajahnya begitu mirip dengan orang yang membuatnya terluka tapi, bagaimanapun Yogi adalah darah dagingnya juga. Belum sampai Renata di halaman rumah Sari, ia dikejutkan dengan adanya sebuah mobil yang sudah ia hafal. Bagaimana tidak? Mobil itu adalah mobil mantan suaminya. Seketika secercah harapan pun datang, Renata berpikir Teguh datang untuk menjenguknya dan sang putra. Meski sakit hati dengan pria itu tapi, ia tak dapat membohongi diri bahwa belum bisa sepenuhnya melupakannya. Namun, raut wajah Renata yang sebelumnya bersinar, seketika menjadi suram dan petang saat melihat Teguh b******u mesra dengan Sari setelah dua orang itu keluar dari dalam rumah. Hati Renata seperti diiris. Bagaimana bisa ini terjadi? “Sudah, cepat pergi sebelum Renata kembali.” Sari melepas ciuman dan meminta Teguh segera pergi dari rumahnya. Rupanya selama ini Sari adalah selingkuhan Teguh. Teguh mendesis dan kembali berniat mencium Sari. Ia merasa belum puas meski mereka sudah bermain panas sebelumnya. “Tapi aku masih ingin bersamamu. Sejak dia tinggal di sini, kita jarang bertemu,” kata Teguh sambil menciumi pipi Sari. “Kau tahu sendiri aku tak ingin Renata curiga. Lagipula, aku juga kasihan padanya. Dia benar-benar menyedihkan,” ucap Sari. Ia sama sekali tak menyadari bahwa Renata berdiri memandangnya dari kejauhan dengan rasa sakit. Meski tak mendengar apa yang dibicarakan dengan Teguh, hanya melihat interaksi mereka Renata sadar bahwa keduanya adalah manusia busuk. “Lalu apa kau lupa apa yang kita lakukan selama ini? Sudah terlambat mengasihaninya,” timpal Teguh. “sudah, jangan membicarakannya. Berikan aku jepitan legit lagi.” Teguh mendorong Sari kembali masuk ke dalam rumah dan tak lama, terdengarlah suara desahan dari keduanya. Renata masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya tapi, ini semua nyata. Sahabatnya sendiri ternyata bermain di belakangnya, bermain dengan mantan suaminya dan entah kenapa ia yakin mereka sudah menjalin hubungan sebelum ia dan Teguh bercerai. Renata tak dapat menerima semuanya. Ia marah, kecewa, benci, dan berbagai perasaan bercampur menjadi satu hingga membuatnya memutuskan menangkap basah dua manusia busuk itu. Dengan menahan hati yang hancur, Renata pun mengambil langkah. Brak! Dua manusia itu tersentak saat pintu terbuka lebar dan berdiri Renata yang menatap keduanya penuh kehancuran. Mata sari melebar, jantungnya berdegup kencang, wajahnya pun memucat seakan nyaris kehilangan nyawa. “Re- Renata ….” Sari terbata saat menyebut nama Renata. Ia tak mengira hal ini akhirnya terjadi juga, Renata memergoki perselingkuhannya dengan Teguh. Berbeda dengan Sari, Teguh justru terlihat tak peduli. Pria itu bahkan tak beranjak dari atas tubuh Sari. “Jahat.” Satu kata yang terdengar begitu lirih terucap dari mulut Renata. Ia kira ia akan siap melihat semuanya tapi, rupanya tidak. “Jahat! Bagaimana bisa ada manusia jahat seperti kalian?!” Teriakan Renata terdengar memenuhi ruang tamu. Wanita itu berteriak hingga urat di lehernya terlihat. Ia tak peduli jika teriakannya membuat anak dalam gendongannya takut dan menangis. Ia tak peduli jika teriakannya akan mengundang warga. Yang ia pedulikan adalah rasa sakitnya, sakit yang begitu sakit hingga rasanya ia tak sanggup menahannya. Teguh bangun dari atas tubuh Sari kemudian mendekati Renata dan tiba-tiba melayangkan satu tamparan keras. “Ah!” Pekikan Renata terdengar saat tangan Teguh menampar pipi dan meninggalkan bekas. Akibat tamparan itu ia sampai terhuyung ke samping dengan kepala membentur dinding. “Dasar wanita tak tahu malu! Harusnya kau sadar kenapa aku lebih memilih Sari daripada kau! Apa kau lihat dia buruk rupa sepertimu? Tidak! Dia sempurna, tubuhnya sempurna! Berbeda denganmu yang sekarang, kau seperti babi guling!” Hati Renata serasa tersayat, begitu perih dan sakit mendengar Teguh berkata demikian hingga ia tak sanggup menahan gejolak kebencian. “Tapi aku begini karena mengandung dan melahirkan anakmu!” teriak Renata hingga suaranya serak. “Aku begini karena melahirkan darah dagingmu! Aku tak sempat merawat diri karena merawat anakmu! Dan kau menyalahkan aku atas semua yang telah kulakukan? Aku berjuang hidup dan mati demi melahirkan anakmu, b******n!” Pada akhirnya kata terakhir terucap dari mulut Renata. Ia tak dapat menahan lagi perasaannya dan menunjuk wajah Teguh seperti manusia hina. Teguh tak dapat membalas ucapan Renata. Ucapan wanita itu benar tapi, ia tetap tak mau disalahkan. Ia tetap pada egonya, pada pendiriannya bahwa ia sudah tak cinta pada Renata karena penampilannya. Tak ingin semakin mendengar ocehan Renata, Teguh mengusirnya keluar dari rumah Sari sama seperti saat mengusirnya dari rumah mereka. “Dasar jahat! Manusia laknat!” teriak Renata. Ia berusaha menahan kakinya tapi Teguh terus mendorongnya tak peduli ada anak mereka dalam gendongannya. Pada akhirnya Renata tersungkur di teras saat Teguh mendorongnya dengan kasar. Isakan pilu Renata kian terdengar, ia berusaha bangun kemudian berteriak mengucap sumpah serta kutukan pada Teguh dan Sari. Hingga suaranya mulai habis, ia hanya bisa meratapi nasibnya yang pedih. “Kenapa … kenapa?” ucap Renata lirih sambil memeluk sang buah hati yang menangis. *** Renata berjalan tak tentu arah dengan sang putra dalam gendongannya. Pada akhirnya ia meninggalkan rumah Sari dengan rasa sakit yang teramat. Tiba-tiba langkah Renata terhenti saat ia merasa tak sanggup lagi. Bukan hanya tak sanggup berjalan tapi, tak sanggup menahan perasaan. Tak dapat dijelaskan rasa sakit seperti apa yang dirasakannya melihat perselingkuhan mantan suami dengan sahabatnya sendiri. Padahal selama ini Sari sudah seperti malaikat penolong untuknya, tapi ternyata wanita itu adalah iblis. Renata menatap sang buah hati yang terlelap dan mengusap pipi halusnya. “Sayang, maafkan mama, ya,” ucap Renata lirih. Ckit! Renata terkejut saat sebuah mobil mewah tiba-tiba berhenti diikuti seorang pria berpakaian rapi turun dan menghampirinya. “Renata Naurah?” tanya pria itu setelah berdiri di hadapan Renata. Renata menatap pria itu dengan pandangan tak terbaca dan mengangguk lemah sebagai jawaban. “I- iya. Aku … Renata. A- ada apa? Kau … siapa?” Pria itu membuka kacamata hitamnya dan terlihatlah dua jelaga yang tampak tajam. “Ikut aku.” “A- apa? Tidak. Aku tidak mengenal–” “Kakek menyuruhmu pulang. Beliau mewariskan seluruh kekayaannya padamu.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN