BAB 6: ARISAN BERONDONG

1045 Kata
Sekarang aku bekerja sebagai supervisor bagian pendanaan nasabah corporate di sebuah bank besar di Jakarta. pekerjaanku adalah mencari perusahaan yang membutuhkan pendanaan, juga melakukan survey dan menganalisa kelayakan nasabahku untuk mendapatkan pendanaan dari kantor, tapi hanya untuk tahap awal saja. Ada divisi khusus yang memang ditugaskan untuk memeriksanya setelah semua data sudah lengkap, divisi itulah yang berwenang memberikan keputusan. Pekerjaan ini cukup menyenangkan karena jika mencapai target, maka akan dapat bonus yang lumayan, bisa lebih dari gajinya sebulan. Pekerjaannya pun bujubuneng banyaknya, karena harus memeriksa satu persatu data perusahaan, mulai dari pimpinan perusahaan, kredibilitas perusahaan, juga memeriksa kebenaran data keuangan perusahaan tersebut. Karena wajah blesteranku yang kata orang cukup tampan, tidak jarang aku mendapat masalah saat bekerja, terutama saat masih menjadi sales. Sering kali aku ditawar oleh tante tante sosialita kesepian yang j****y dan m***m*. Sebagian merayu secara halus, tapi tak jarang mereka sangat agresif. “Bagaimana kalau kita membicarakan ini di hotel xxx nanti malam?” Atau “Saya akan ambil penawaran kamu ini kalau kamu mau menemani saya malam ini” Atau “Wajah kamu sangat tampan saat bicara dengan serius seperti itu. Bagaimana kalau kamu jadi berondong saya saja? Kamu tidak perlu cape kerja menawarkan produk seperti ini. Saya bisa kasih kamu apa saja yang kamu mau. Mobil, rumah, apartemen, bahkan saya kasih kamu pegang salah satu perusahaan saya” Kalau sudah seperti ini, biasanya Donny akan menolak secara halus dan langsung mengambil langkah seribu. Kadang ada yang sampai menerornya berminggu minggu, tapi pada akhirnya mereka menyerah juga, mungkin sudah menemukan yang lain. Bahkan yang lebih parah, aku pernah mau dijadikan berondong hadiah arisan, ini pengalaman yang paling mengerikan. Saat itu aku tidak merasakan ada yang aneh dari salah satu calon nasabahku, Bu Riska. Dia mengajak bertemu di salah satu restoran mewah di sebuah mall di bilangan Jakarta selatan yang menyediakan ruang VIP. Bu Riska mengatakan jika dia sedang ada arisan dengan teman temannya disana dan mengajakku kesana untuk membicarakan proposal pendanaan yang minggu lalu kutawarkan padanya. Menurutnya, teman temannya ingin mendengarkan penawaran dari kantorku. Tentu saja aku langsung semangat, memikirkan kalau aku bisa mendapat beberapa nasabah sekaligus akan membuatku bisa mencapai target bulan ini. Membayangkan bonus yang bisa kudapat jika bisa mencapai target membuatku senyum senyum sendiri seperti orang gila. Tanpa pikir panjang, aku langsung menyiapkan bahan presentasiku dan berangkat menuju mall yang dimaksud. Setelah sampai di restoran, pelayan langsung mengantarkanku ke sebuah ruang VIP yang ada di bagian belakang restoran tersebut. Ruangan itu terlihat mewah, perabotnya terlihat sangat elegan. Hanya ada sebuah meja jamuan makan dan beberapa sofa berlengan, mungkin untuk mereka berbincang setelah makan. Aku melihat ada dua belas wanita yang duduk di meja makan, kuperkirakan usia mereka hampir sebaya, sekitar empat puluh sampai lima puluh tahun. Pakaian dan perhiasan mereka terlihat glamor. Saat aku masuk, mata mereka mengamati diriku dengan intens, mereka menelitiku dari atas ujung rambut sampai ujung sepatu, bahkan tanpa malu memperhatikan bagian selangkanganku. Mereka berbisik bisik dan tertawa terkikik. Dengan tidak nyaman aku tetap berusaha bersikap profesional, aku tersenyum saat menyapa mereka satu persatu. Perasaanku semakin tidak enak saat mereka tidak hanya bersalaman tapi juga mengelus bahu, lengan atau punggung tanganku. Setelahnya bu Riska langsung menyuruhku untuk duduk di sebelahnya. Matanya menatapku sayu dan mengelus pahaku saat menawarkan makan dan minum. Sentuhannya membuatku merinding, karena tangannya sangat dekat dengan pusakaku. Jantungku sudah berdetak tidak karuan, aku mulai berkeringat walaupun pendingin di ruangan itu bekerja maksimal. Rasanya aku seperti berada diantara singa singa betina yang siap menerkam. Aku mulai merasakan ada yang tidak beres disini. Otakku mulai berpikir cara tercepat untuk keluar dari tempat ini, aku memikirkan alasan apa yang bisa kugunakan untuk segera pergi. Aku tersadar dari lamunanku saat ketua arisan yang sepertinya bernama Sari berteriak memberikan aba aba untuk mulai mengocok kertas arisan mereka, mereka semua langsung heboh, mereka terus melihatku sambil terkikik menyebutkan nama nama hotel di sekitar mall itu. Hal itu membuatku merinding. Saat akhirnya keluar satu kertas dari gelas undian, debaran jantungku sudah seperti naik roller coaster, entah kenapa aku merasa hidupku juga dipertaruhkan disana. Kemudian si ketua menyebutkan sebuah nama. Si Ibu yang disebutkan namanya memekik girang, dia berlari ke tempatku dan langsung melompat duduk ke atas pahaku. Tante gendut yang merasa dirinya seringan bulu itu langsung menciumiku tanpa ampun. Karena kaget, aku langsung menyentak si tante gendut itu dan langsung berdiri. Gerakan tiba-tiba dariku membuat si Tante terjatuh dan menjerit. Tanpa memperdulikan jeritan itu, aku langsung berlari tunggang langgang meninggalkan tempat itu. Setelah keluar dari restoran, aku terus berlari menuju tempat parkir motorku. Di pikiranku hanya ada satu hal, yaitu segera pergi sejauh jauhnya dari tempat ini. Jangan sampai singa singa betina yang lagi horni itu bisa menangkapku. Setelah sampai parkiran motor dan memakai jaket ada seorang gadis mencolekku, dia menyodorkan tisu basah padaku. Karena aku tidak merasa mengenalnya, aku terdiam bingung menatap dia dan tisunya. Dia sepertinya menyadari kebingunganku, dengan senyum malu malu dia berkata “Mas, dihapus dulu bekas lipstiknya” Blush.. Wajahku langsung semerah tomat. Lengkap sudah penderitaanku hari ini. Pantas saja aku menjadi pusat perhatian di dalam mall tadi. Kupikir itu karena diriku yang berlari, tapi ternyata karena banyak bekas lipstik di wajah. **** Setelah aku kabur dari TKP a.k.a Tempat Kejadian Perkara, Bu Riska terus menelepon dan mengirimkan pesan, tapi kuabaikan. Pesan dari Bu Riska baru aku buka keesokan paginya. Bu Riska membujukku dengan mengatakan kalau uang arisan sebesar lima ratus juta itu untuk diriku dan nanti akan ada tip lagi dari Bu Mona, si tante gendut pemenang arisan. Belum lagi dari ibu ibu arisan lainnya yang juga tertarik menghabiskan hari denganku. Pikiranku langsung nyambung ke kata ' tertarik menghabiskan hari. Hal itu berarti seharian, hiiihh.. Membayangkan melayani para tante itu masing-masing seharian membuatku panas dingin. Memikirkan kemarin tangan dan pahaku digerayangi saja sudah membuatku mual. Aku langsung memblokir nomor Bu Riska. Siangnya aku masih harus kembali ke restoran tersebut untuk mengambil tas kerja dan barang barang yang kutinggalkan begitu saja di restoran. Dan aku bisa melihat dari tatapan pelayan disana kalau mereka tahu yang terjadi kemarin dan sekarang sedang menahan tawanya menertawakan nasib malangku. Begitu aku keluar dari restoran, terdengar suara tawa membahana. Sialan!! Setelah itu aku trauma menemui calon nasabah wanita paruh baya jika hanya sendiri. Aku selalu mengajak teman, baik pria atau wanita, atau OB sekalipun. Pokoknya tidak pergi sendiri! ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN