Part 29 - Dalam Pencarian

1079 Kata
Hanum mencoba mencari cara untuk bisa membuatnya bangkit dari keterpurukan. Dia sangat merasa tertekan dengan apa yang kini telah dijalaninya. Rasa kehilangan terus saja membuncah tanpa henti. Masih di tempat yang sama. Di sebuah kamar yang dulu digunakan untuk saling berbagi suka dengan sang anak. Kini hanya bersisa kenangan yang tak pernah pudar. Hanum menyelami seluruh kesedihannya. Terdengar suara ketukan pintu yang diyakininya berasal dari ruang tamu. Menghembuskan napas panjang. Hanum merasa enggan untuk melihat siapa yang tengah datang ke rumahnya. Akan tetapi suara ketukan pintu itu terus saja membahana. Membuat Hanum terpaksa harus segera berjalan untuk menuju ke ruang tamu. Ada hasrat yang tak mudah untuk bisa ditunaikan. Dia membuka pintu ruang tamu dengan perasaan tak menentu. Hanum berusaha untuk kuat, dia memamerkan senyumnya terlebih dahulu ketika membuka pintu rumahnya. “Pagi, Hanum.” “Pagi, Mas. Silakan masuk.” “Apa aku mengganggumu?” “Tidak.” Hanum benrar-benar mencoba untuk menutupi rasa gundah yang kini dialaminya. Dia tetap saja tersenyum dengan sangat tulus. Dia berusaha sekuat tenaga untuk menunjukkan bahwa dirinya memang baik-baik saja. Hanum mempersilakan Dimas untuk duduk di sofa ruang tamu. Lalu Hanum segera dengan cepat mengambilkan minuman botol yang ada di dalam kulkas. Menyuguhkannya segera di hadapan Dimas. “Silakan diminum, Mas.” Dimas pun mengikuti apa yang dikatakan oleh Hanum. Dia meraih botol itu dan membuka tutup botolnya. Meminumnya dengan meneguk tanpa berpikir lama. Hanum hanya menyaksikan dengan diam, tanpa berkomentar apa pun. “Maaf jika kedatanganku kemari membuatmu merasa terganggu.” “Ada apa Mas kemari?” “Aku hanya ingin tahu, apa kamu masih berniat untuk bekerja di tempatku, Hanum?” Hanum hatinya berdesir lirih ketika dirinya mendengar pertanyaan itu. Baginya semua sudah berakhir, bahkan Hanum juga sudah menyelesaikannya meskipun hanya satu pihak saja. “Mas, aku sudah mengirimkan surat pengunduran diri, apa mas tidak tahu itu?” “Ya, tapi kamu juga harus menyelesaikan beberapa hal untuk itu Hanum?” “Aku sudah tak ingin melakukan apa pun di kantor itu.” Hanum secara sangat tegas menolak apa ang ditanyakan Dimas kepadanya. Baginya tak ada lagi seuatu yang berarti dalam pekerjaannya. Dia hanya ingin menikmati kesendirian dengan sejuta kenangan yang dirasakan dalam kalbunya. “Hanum, aku mengerti bagaimana rasanya kehilangan seseorang, tapi aku ingin sekali mengatakan padamu, jika hidupmu juga masih harus tetap berjalan, kamu tidak harus berhenti di titik ini, Hanum.” “Ya aku tahu itu, tapi memang aku masih ingin sendiri dan tidak lagi bekerja sebagai kewajibanku untuk menyenangkan hati anakku.” “Carilah kesibukan lain, Hanum. Aku yakin kamu akan bisa melaluinya dengan sangat baik.” “Terima kasih, Mas.” “Lagian kamu masih muda, kamu pasti bisa memeliki anak lagi.” “Maksudnya apa?” “Tidak usah dibahas. Aku permisi.” Dimas berlalu dengan sedikit kekecewaan yang menyelimuti dadanya. Dia mencari pengganti Hanum tak mudah. Namun, keputusan sepihak itu pun harus diterima Dimas dengan hati lapang. Dia akan terus berusaha meski batu terjal kini telah menghadangnya. *** Pak Surya yang kini tinggal seorang diri. Dia tak henti memikirkan nasib harapan untuk menikahkan Sekar dengan Fauzi. Apalagi semuanya sudah hampir terjadi. Fauzi yang kaya raya itu bahkan telah mempersiapkan pesta impian tanpa sepengetahuan Sekar. Saking inginnya dia mempersunting pujaan hatinya itu. “Pak, kita bisa cari Sekar sekarang.” “Aku mengikuti saja apa yang kamu inginkan.” “Kita akan memakai kendaraanku, tak perlu menggunakan kendaraan umum, aku akan menyewa dua sopir untuk mengantarkan kita ke mana pun.” “Terima kasih ya, Fauzi. Kamu sudah berusaha untuk mencari Sekar.” Fauzi tersenyum lirih. Namun tak hanya itu, Fauzi pun menyebarkan berita kehilangan di media sosial dengan foto Sekar yang terpampang dengan sangat jelas. Banyak sekali para netijen yang berkomentar, karena Fauzi menjanjikan sebuah imbalan yang tak main-main untuk menemukan sang wanita pujaannya itu. Satu milyar menjadi janji yang akan diberikan secara cuma-cuma jika seseorang bisa membawa Sekar dalam kondisi aman, sehat dan tanpa kurang sedikit pun. Bahkan tak hanya itu, Fauzi pun berencana untuk menyiarkan berita hilangnya Sekar di televisi. Hanya saja Fauzi belum sempat untuk melakukan hal itu. Dan juga pamflet orang hilang yang sudah dipersiapkan oleh Fauzi telah menyebar hingga ke beberapa daerah. *** Sekar yang tak sengaja menemukan sebuah pamflet yang isinya berisi tentang dirinya. Seketika hatinya berubah menjadi sangat panik. Dia tak mau jika selembar pamflet yang sudah digandakan menjadi sangat banyak itu akan menjadi boomerang sendiri baginya. Sekar masih tak ingin pulang. Dia yang masih bermimpi besar untuk bisa mendapatkan kembali sang buah hati. Sekar yang diam dengan memegang pamflet itu di tangan kanannya. “Sekar aku menemukan pamflet yang sepertinya otu berisi tentang dirimu, apa itu benar Sekar?” “Tidak, itu hanya kebetulan saja.” “Tapi ciri-ciri yang kami baca sangatlah sesuai dengan dirimu, Sekar.” Suara salah satu pegawai Dimas itu membuat Sekar tercengang. Dia sulit sekali menjelaskan hal itu. Diam dengan pandangan nanar. Dia nampak bingung lagi bagaimana menjelaskan sebuah pertanyaan yang sama sekali tak ingin terdengar di telinganya. “Sekar kenapa kamu diam, kamu benar kan kabur dari rumahmu?” “Tidak, itu sama sekali tidak benar.” Perdebatan pun berlanjut dengan cukup alot. Sekar bahkan kini diadu oleh dua orang yang mengapitnya. Ada ketertarikan dengan uang senilai satu milyar yag dijanjikan oleh pihak Fauzi yang mengaku adalah keluarga Sekar. Mereka pun memaksa Sekar untuk menyerahkan diri, atau agar Sekar berkenan untuk pulang. Sekar tetap saja kukuh. Dia sama sekali tak menginginkan hal itu. Baginya perjuangan untuk menemukan sang bayi masih harus tetap dilakukan dengan semangat baja. Sekar tak peduli dengan kondisi yang terjadi di rumah. apalagi jika hal itu ada kaitannya dengan Fauzi. Sekar tak memiliki hati untuk laki-laki itu. Hanya saja, sang ayah terus memaksanya untuk bisa menikah dan hidup bersama dengan dua beranak satu itu. Pikiran Sekar kembali menjalar. Berputar berkelana dengan sejuta konsekwensi yang akan diterimanya. Sekar nampak sekali bingung, dia tak mau jika ada seorang pun yang mneyadari akan keberadaannya dan bahkan akan mengakhiri pencarian yang telah diperjuangkannya itu. “Sekar, lebih baik kamu pulang saja. Ikuti apa yang keluargamu bilang.” Suara itu membuat Sekar nampak merubah raut wajahnya menjadi sangat tak bersahabat. Ucapan pegawainya Dimas itu serasa inin disumpal dengan sampah. Sekar mulai geram dengan disudutkan dirinya agar mengikuti apa yang diinginkan. “Sekar, aku akan meneleponkan keluargamu sekarang dan memberitahu jika kamu ada di sini.” Seketika jantung Sekar seakan terhenti dengan apa yang didengarnya. Ancaman itu datang, membuatnya tak bisa mengiakan namun masih terbesit sebuah kebingunangn yang tak mudah untuk dipecahkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN