Rangsangan yang Tak Biasa, Kecemburuan Naswa

2315 Kata
Saat dimana Naswa tidak tahan, dia merasakan tangan Rangga menyentuh titik sensitifnya. “Sshhh … A-bang …” Kening Naswa berkerut menahan rasa sakit. Dia meremas kemeja Rangga dengan sangat kuat.             Rasa nyeri seperti ini tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Nyeri saat ini, benar-benar memabukkan. Sangat nyeri, namun dia enggan untuk melupakan rasa nikmatnya.             Tanpa dia sadari, dadanya membusung ke depan. Pangutan mereka terlepas begitu saja.             Sikap Naswa barusan menyadarkan diri Rangga. Hingga Rangga memperhatikan pipi merah, dengan bibir terbuka mengeluarkan erangan tipis yang benar-benar membuatnya tidak waras. “A-bang … ssshhh …”             Suaranya terbata-bata. Nafasnya masih tersengal. Tubuh Naswa bahkan mulai memperoduksi keringat dengan wangi khasnya. Erangan Naswa begitu tersiksa, Rangga menghentikan gerakan tangannya meremas gunung kembar Naswa. Dia langsung memeluk Naswa, dan menyusupkan wajahnya pada ceruk leher yang berlapis bahan tipis bermerk Zoya.             Naswa masih terus mengatur nafasnya yang tidak biasa. Dia membiarkan Rangga memeluknya dengan cara berbeda. Walau lehernya sedikit geli bercampur nikmat.             Rangga, dia langsung mengeluarkan kedua tangannya dari dalam sana, lalu merapikan kembali kemeja Naswa. Rahangnya mengeras. Dia mengumpat perbuatannya yang sudah diluar batas.             Tidak, dia tidak boleh melewati batas. Naswa adalah wanita yang sangat dia sayangi. Dia sangat membutuhkan sosok Naswa dalam hidupnya. Dan dia tidak akan menjadi pria brengseek yang merusak Naswa dengan cara murahan seperti ini.             Naswa tidak pantas diperlakukan seperti ini, pikir Rangga lagi berusaha menyadarkan dan mengesampingkan nafsu dewasanya. “Maaf … Abang minta maaf, Sayang.” Rangga meminta maaf dan berulang kali mengecupi ringan ceruk leher Naswa yang basah karena keringat.             Naswa tidak meresponnya. Dia justru memfokuskan diri pada apa yang dia rasakan sejak tadi.             Bibirnya begitu dimanjakan oleh Rangga. Dia sudah merasakannya, merasakan ciuman pertama yang ternyata sangat nikmat.             Bibir yang selama ini dia jaga begitu ketat. Kini telah diambil oleh Rangga. Pria yang sangat dia sayangi. Meski ada hal yang tidak dia sukai dari sisi seorang Rangga.             Bahkan tubuh yang selalu dia jaga kerahasiaannya, dia menganggap sudah tidak suci lagi. Bagaimana mungkin dia membiarkan Rangga menyentuh sebagian lain dari tubuhnya, apa yang tak terlihat oleh orang lain.             Haruskah dia memberikan apa yang seharusnya menjadi milik suaminya kelak. Tapi, apakah Rangga tidak akan menjadi suaminya. Kenapa dia berpikir seperti ini, seakan Rangga bukan pria yang Tuhan kirim untuknya.             Dia sangat menyayangkan kejadian yang terjadi barusan. Dia sangat menyesali. Meski di sisi lain, dia juga menikmatinya.             Rangga terus memeluk Naswa. Memberikannya ketenangan, sebagai rasa penyesalannya teramat dalam.             Dia tidak akan menghancurkan wanita yang sudah dia pilih untuk menjadi wanita pendamping di masa depannya. Wanita ini sangat berharga dari segala sisi. Dan Rangga tidak akan menghancurkannya. Sebab apa yang ada di dalam diri Naswa, pasti akan menjadi miliknya. Dia bisa menyentuh sepuasnya saat mereka sudah menikah nanti. “Maafkan Abang, Sayang.” Rangga kembali bergumam pelan lalu menghirup dalam-dalam aroma yang sangat menenangkan pikirannya.             Ini adalah kali pertama bagi Rangga menghirup aroma segar dari ceruk leher Naswa. Aroma ini sangat khas bagi wanita yang baru pertama kali merasakan sensasi seperti ini. Dan dia akan menjadi salah satu pria beruntung yang mendapatkan hati Naswa seutuhnya nanti.             Naswa merasa dirinya sudah sedikit lega. Namun, dia sangat malu untuk menunjukkan wajahnya di hadapan Rangga.             Bahkan dirinya sangat enggan untuk melepas pelukan ini. Bagaimana caranya dia bersikap pada Rangga setelah kejadian tadi, pikirnya. “Sayang?” sapa Rangga yang tak mendapat respon apapun dari Naswa sejak tadi.             Naswa menggelengkan pelan kepalanya. Dia bahkan mengeratkan pelukannya saat Rangga mencoba untuk menarik tubuhnya. “Hey … ada apa?” tanya Rangga dengan tawa gelinya.             Naswa kembali menggelengkan pelan kepalanya. Entah kenapa, tubuhnya sedikit lelah. Kedua pahanya tegang, seperti dirinya baru saja melakukan jogging.             Rangga melepas perlahan pelukan mereka. “Tidak apa-apa, Sayang. Cuma ada Abang disini,” gumamnya pelan, lalu menarik tubuh Naswa.             Dia mengulum senyumannya, dan membelai wajah memerah Naswa. Dia tahu, wanita ini pasti sangat malu padanya atas apa yang telah mereka lakukan tadi.             Naswa tidak berani membalas tatapan Rangga. Dia langsung turun dari pangkuan Rangga, dan menyamankan punggungnya disana dengan sedikit merapikan kemejanya yang sedikit kusut.             Dia tidak membalas Rangga yang menatapnya lekat saat ini. “Sayang … kenapa diam aja?” gumam Rangga bertanya sangat lembut.             Naswa hanya menggeleng pelan saja. Ini adalah kali pertama baginya disentuh, dan dia merasa sudah melewati batas. Dia sangat malu sekali, dan tidak berani membalas tatapannya. “Abang minta maaf,” gumamnya lagi, dan Naswa mulai meresponnya.             Dia melirik Rangga dengan senyuman tipis, serta anggukan kepala saja. Matanya terfokus pada keringat di kening Rangga.             Jemari kanannya menyapu lembut kening Rangga. “Iya, Bang. Kita yang memutuskan, Abang gak perlu minta maaf.” Naswa membalas ucapan Rangga sembari menghela panjang nafasnya.             Rangga mengulum senyumannya dan kembali mendekati Naswa, dia mengecup kening Naswa. Setelahnya, dia kembali menyentuh bibir itu lagi. Menghisapnya pelan, dan sangat lembut.             Naswa kembali menikmatinya. Wajahnya miring ke kanan, memudahkan aktivitas pertemuan bibir mereka kembali.             Dia menahan lengan kanan Rangga agar tidak terlalu menahan pinggangnya. “Hhmphhtt …”             Ciuman yang Rangga berikan memang benar-benar memabukkan untuk Naswa yang baru pertama kali melakukannya dan hanya bersama Rangga seorang. Gerakan Rangga begitu menuntut hingga Naswa sedikit tidak bisa menyeimbanginya.             Namun saat mereka masih menikmatinya. Dddrrrtttt…             Deringan ponsel milik Rangga terasa di area pahanya.             Naswa turut merasakannya, sebab tangannya yang juga berada di paha Rangga. Dia melepas pangutan mereka. “Ponsel Abang berdering,” gumam Naswa menatap lekat Rangga.             Rangga mengambil ponselnya, dan melihat siapa yang menghubunginya saat ini. Pak Bagas is calling… “Pak Bagas, Sayang. Sebentar ya? Abang angkat dulu,” gumamnya tersenyum dan diangguki iya oleh Naswa.             Rangga menjawab panggilan dari Pak Bagas. “Hallo, assalamu’alaikum. Ada apa, Pak?” “…” “Masih, Pak.” “…” “Oh, begitu. Ya sudah saya tunggu di depan pagar.” “…” “Iya sama-sama, Pak.” “…” “Wa’alaikumsalam …” Tutt… Tutt…  Tutt…             Rangga memutuskan panggilan teleponnya. Dia beralih menatap lekat Naswa yang menginginkan pernyataan dari bibirnya. “Pak Bagas bilang, sebentar lagi paketnya sampai. Abang ke bawah ya? Abang tunggu di depan gerbang sebentar,” ujarnya membelai lembut pipi Naswa.             Naswa menghela panjang nafasnya. Lalu beranjak dari sana. “Naswa ikut,” balasnya lalu berjalan menuju meja rias yang ada disana. Dia sedikit merapikan kemejanya.             Rangga mengulum senyumannya, dan mengikuti langkah kaki Naswa. “Abang cuma ambil paketan aja, Sayang.” Rangga melihat Naswa mulai merapikan penampilannya disana.             Naswa melihat Rangga memperhatikan dirinya. Dia terus merapikan bahan Zoya yang menutupi rambutnya, juga kemejanya yang sudah berantakan. “Abang gak mandi dulu?” tanya Naswa dan direspon gelengan kepala oleh Rangga yang berdiri tepat di belakangnya. “Gak, Sayang. Nanti saja di hotel,” jawab Rangga lalu memeluk Naswa dari belakang.             Sikap seperti ini sangat jarang lakukan pada Naswa. Sebab selain dirinya yang tidak berani, dia juga tidak mau bersikap seolah seperti pria bajingaan diluar sana.             Naswa sedikit risih dan agak susah bergerak, hingga tubuhnya menggeliat pelan. “Bang, Naswa susah pakai ini. Tunggu sebentar,” gumam Naswa seraya memberinya pengertian.             Rangga memahaminya dan segera melepas pelukan mereka. “Iya, Sayang.” Dia mengecup puncak kepala Naswa sebelum berlalu melepas pelukannya.             Sembari menunggu Naswa, Rangga mengecek kembali apa yang tertinggal dan belum dia bawa. Sebab dirinya begitu malas memberi barang lain, jika tidak ada Naswa yang menemaninya.             Kini mereka sudah bersiap diri. Naswa sudah terlihat rapi dan segar kembali. Begitu juga dengan Rangga yang sudah rapi dan wangi.             Rangga membereskan semua barang-barangnya di mobil milik Naswa. Sebelum mereka berangkat, dia sempat mengecek mobil miliknya di garasi mobil.             Dia akan menyuruh Pak Bagas untuk mengantarnya ke Hotel yang akan dia jadikan sebagai tempat menginapnya. “Kenapa Abang gak bawa sekalian aja? Kasihan Pak Bagas. Dia ke Hotel cuma untuk ngantar mobil doang, Bang.” Naswa sedikit memberi saran untuk Rangga. Dia tersenyum dan menggenggam erat jemari kanan Naswa. “Gak apa-apa, Sayang. Biasanya kan juga begitu. Lagi pula, Pak Bagas lebih senang kalau Abang menyuruh ini itu. Dia sendiri yang bilang sama Abang,” jelas Rangga, namun direspon wajah tak percaya oleh Naswa.             Setelah Rangga menyiapkan apa yang perlu dia siapkan, kini mereka masuk ke dalam mobil untuk menyusul gerbang depan rumah. Mungkin, mereka akan menunggu sebentar saja sampai mobil pengantar paket datang. ..**..             Benar dugaan Rangga, kalau mereka pasti akan menunggu selama hampir 15 menit disana. Naswa sangat bosan, sebab hal yang paling dia tidak suka selain dibodohi adalah menunggu.             Dan Rangga, dia sendiri tahu jika Naswa mudah bosan. Itu sebabnya dia sedikit mengajaknya berbincang. Meski dia bukan tipe pria yang banyak bicara.             Tidak lama mereka tengah asyik mengobrol, sebuah mobil paketan barang datang. Rangga lantas keluar dari mobil dan membuka bagasi belakang mobil.             Dia menyuruh kurir pengantar untuk meletakkan barang itu di bagas mobil. Setelah itu, dia kembali menutup pagar rumah dan kembali melajukan mobil menuju halaman belakang.             Rangga meletakkan paketan barang milik Pak Bagas di dapur rumahnya. Mereka memutuskan untuk segera pergi dari sini.             Namun, sebelum pergi, mereka menyempatkan diri untuk berbincang sebentar di dapur sembari meneguk segelas air. Hingga seorang wanita datang dan menghampiri mereka berdua yang sedang berada di dapur. … Dapur., “Mas Rangga? Kapan pulangnya, Mas?” tanya wanita itu menyapanya dan mendekati mereka yang tengah duduk di kursi meja makan.             Mereka berdua melihat ke sumber suara. “Eh, Mika. Sudah sejak tadi. Kamu sudah pulang kuliah? Dimana Mila?” Rangga berbalik tanya dan beranjak dari duduknya. Dia membiarkan wanita itu menyalim tangan kanannya.             Yah, wanita itu adalah Mika. Anak pertama dari Pak Bagas yang sudah dianggap Adik sendiri oleh Rangga. “Sudah, Mas. Barusan aja. Tapi Mila masih dijalan. Katanya baru keluar dari sekolah,” jawabnya lalu melirik ke arah wanita cantik dengan pakaian formal yang dia perkirakan harganya pasti sangat mahal.             Rangga mengangguk paham. Dan dia mengerti apa yang dilihat oleh Mika saat ini. “Mika, kenalkan … ini, Naswa.” Dia memperkenalkan Naswa pada Mika. Mika tersenyum dan mengulurkan tangan kanannya ke arah Naswa.             Naswa lantas beranjak dari duduknya dan tersenyum. “Hai, Saya Naswa.” Dia menyapa dan membalas jabatan tangan Mika. “Aku Mika, Kak.” Mika membalas dengan senyuman ramahnya.             Mika tampak canggung dan perasaannya sangat gugup berjumpa dengan Rangga saat ini. “Eumh, Mas Rangga sudah makan siang? Mau Mika buatkan sesuatu?” tanya Mika meletakkan ranselnya di kursi meja makan, dia lantas berjalan ke arah meja masak, hendak membuat sesuatu disana.             Naswa hanya bisa menghela panjang nafasnya saja. Dia melirik Rangga.             Rangga yang paham, dia membuka suaranya. “Tidak, Mika. Nanti kami sekalian singgah di restauran saja. Kebetulan kamu sudah di rumah. Saya pamit ya,” ujarnya lalu mengambil tas milik Naswa, dan merangkul pinggang wanitanya.             Mika melihat bagaimana perlakuan Rangga terhadap wanita yang tidak dia sukai itu, meski mereka baru pertama kali berjumpa. “Buru-buru sekali, Mas. Padahal Mas sudah lama tidak pulang ke rumah,” gumamnya sembari mengerucutkan bibirnya.             Rangga hanya mengulum tipis senyuman di wajahnya. Dia benar-benar risih dengan sikap anak Pak Bagas yang satu ini. Inilah hal utama yang menjadi alasannya untuk tidak mau lagi menginap di rumahnya sendiri. Apalagi semua keluarganya sudah menetap di Senayan. Pilihan terbaiknya adalah menginap di Hotel. Meski dia berada di Medan selama 2 minggu lamanya. Naswa, dia sedikit aneh melihat tingkah wanita bernama Mika itu. Dia mengalihkan pandangannya ke arah yang lain untuk membuang jauh-jauh rasa kesalnya.             Sedangkan Rangga, dia hanya tersenyum saja melihatnya. “Iya, Saya ada urusan lagi. Kirim salam sama Bapak dan Ibu ya, Mika.” Rangga hendak menuntun Naswa keluar dari dapur. Namun, dia mengingat sesuatu.             Naswa mengambil alih tas miliknya yang dipegang oleh Rangga. Dia memperhatikan Rangga mengeluarkan dompet dari saku celana panjangnya dan mengambil beberapa lembar uang seratus ribu dari sana. “Ini, uang jajan buat kamu dan Mila. Nanti bagi dua sama Mila ya.” Ujarnya sembari menyodorkan 15 lembar uang seratus ribu untuk Mika.             Mika mendekati Rangga dan mengambil uang yang diberi oleh Rangga. “Makasih banyak, Mas Rangga!” Mika langsung memeluk Rangga, tidak peduli jika wanita itu melihatnya.             Rangga terkejut. Kedua tangannya terangkat ke atas, menyeimbangkan tubuhnya yang hampir saja limbung ke belakang.             Naswa membelalakkan kedua matanya. Dia melongo tidak percaya melihat sikap dari anak pembantu Rangga. ‘Astaga!’ bathinnya seraya tidak percaya. Dia menghela panjang nafasnya dan membuang wajahnya ke arah yang lain.             Sedangkan Rangga, dia segera menarik tubuh Mika untuk menjauh darinya. “Oke, sama-sama. Saya pergi dulu ya. Jangan lupa kirim salam sama Bapak dan Ibu.” Dia menyimpan kembali dompet miliknya, dan merangkul Naswa yang sudah berwajah masam. “Bilang sama mereka, kalau Saya kesini dengan calon istri saya.” Rangga memberitahu seraya menegaskan posisi Naswa di sampingnya. Deg!             Mika tertegun mendengarnya. Dia baru menyadari satu hal. Jadi, ini wanita yang sering diceritakan oleh Bapaknya.             Wanita cantik dan sopan yang selalu ada untuk Mas Rangga yang sudah dia klaim sebagai miliknya. Dia berniat sekolah setinggi-tingginya demi membuat Rangga jatuh hati padanya, juga agar bisa berada di level yang sama dengan Rangga.             Tapi ternyata, wanita ini merebut posisinya. Sejak awal dia melihatnya tadi, dia sudah tidak menyukainya.             Naswa hanya diam saja saat Rangga berpamitan dengan Mika. Dia juga melihat ekspresi berbeda dari Mika saat Rangga menyebutkan dirinya sebagai calon istri.             Pantas saja Rangga menjaga sikap dan memilih menghindar dari rumahnya sendiri. Kelakuan anak pengurus rumahnya saja sangat murahann dan rendahan sekali, pikirnya.             Rangga tidak ingin berada lama disana. Dia bergegas menuntun Naswa masuk ke dalam mobil, lalu berpamitan kembali pada Mika sebelum dia melajukan mobilnya keluar dari halaman belakang. …             Saat mobil Rangga sudah tak terlihat lagi, Mika mendengus kesal. “Calon istri?” Dia menyeringai tipis, dan masuk kembali ke dalam dapur. “Gak! Aku lebih dulu suka sama Mas Rangga! Enak saja dia main rebut Mas Rangga!” gumamnya kesal. Dia lalu berjalan menuju lantai atas. Seperti biasa jika dia rindu, dia akan tidur di kamar Rangga dengan kunci cadangan yang dia punya. Hal ini dia lakukan saat rumah kosong saja. Sebab dia tidak berani jika sampai Bapak dan Ibunya tahu hal ini. * * Novel By : Msdyayu (Akun Dreame/Innovel, IG, sss)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN