Pisau bermata dua

1123 Kata
"Udah lebih dari 3 hari loh. Gaboleh lama - lama dieman." Cindy menegur Lista yang asyik mencatat soal di Papan Tulis. Seolah menulis apa yang diterangkan Guru adalah pekerjaan paling menyenangkan sejak bisa membaca dan menulis. "Dengerin kalau gue ngomong." "Berisik." Lista menahan diri, untuk tidak menjejalkan kotak pensil miliknya kedalam mulut Cindy yang penuh racun.  "Gue mau jadi anak rajin dulu." Cindy mencebik sambil melirik ke samping kanan, memperhatikan Karen kini menyandarkan kepalanya disisi lengan kiri Ando, sembari mendongkak menatap cowok itu yang sedang menjelaskan sesuatu. "Biasanya kalau pura - pura b**o deket cowok, biasanya bakal b**o beneran kan?" "Hah?" "Liatin aja sana." melihat Lista tetap memperhatikan papan tulis seolah ialah anak teladan dalam kelas ini, membuatnya gemas dan setengah menggeser  wajah sahabatnya itu untuk menatap titik yang dimaksud. "Gemes gue." Salahnya saat itu, Ando sedang tertawa saat mendengar sesuatu yang diucapkan Karen, dan cewek itu sempat menoleh kearahnya, tersenyum miring sambil merangkul leher Ando, seolah sengaja melakukan itu untuk membuatnya meledak.  Dan dia memang ingin meledak. Sejak pertengkaran remeh itu, Ando bersikap seolah mereka tak pernah bersama selama ini, bahkan disaat berpapasan sekalipun cowok itu memilih memperhatikan hal lain, dan tak menghubungi sama sekali apalagi menjemputnya.  Perubahan itu membuat kedua kakaknya, Khususnya Kak Bian yang sudah tergila - gila dengan Lily  menjadi secerewet Ibu - ibu kehilangan toples kesayangan karena selalu menanyakan hubungannya, serta kak Erika yang selalu melempar pertanyaan menjebak padanya untuk bercerita. Lista berpaling dan memperhatikan Papan tulis tanpa selera, lalu memaksa diri untuk memperhatikan tulisannya sendiri yang terlihat seperti kumpulan cacing dalam buku tulis. Semua ini membuatnya pusing. Dia tak suka berada di posisi  salah, karena merasa ini bukan kesalahannya. Iya, kan? "Bukannya melabrak mereka, lo malah melamun." Cindy hanya menyenggol pelan siku Lista, namun bukannya teriakan histeris yang ada, malah rentetan air mata membasahi wajah cantik sahabatnya saat menunduk. "Yah, yah... malah nangis." Ando menoleh mendengar keributan di seberang kanannya, melihat Cindy sedang panik  mengusap sesuatu pada wajah Lista yang menggeleng sendiri dengan pundak terguncang pelan. Semua itu membuat keningnya berkerut dan tergoda untuk mendekati mereka, bertanya basa - basi, kemudain menculik Lista dari kelas ini dan mengajaknya bicara.  Dia lelah juga berusaha mendiamkan Lista. Karen mengikuti arah pandangan Ando, dan mencebik sambil merangkul lengan teman sebangkunya itu, untuk menarik perhatian. "Siang ini kita makan bareng gimana? Katanya Soto di Kantin enak." "Gue lagi gak ingin makan." "Yaudah, mau gue beliin apa kalo gitu? Biar gue temenin makan dikelas kayak kemaren." *Karenina Savanna. Ia mendesah sembari memasang wajah merajuk. "Gue gak suka dicuekkin, loh." Biasanya, kalimat ini ampuh untuk membuat cowok manapun menoleh, dan memberikan semua perhatian yang ia inginkan. Tapi, Ando rupanya pengecualian. Jadi, disaat sahabat Lista menatapnya penuh kebencian, ia memutuskan berdiri dan membungkuk  sehingga dadanya bersentuhan dengan punggung Ando, dan berbisik di telinga kanannya, "Gue mau ke toilet dulu. Mau ikut?" Cara Ando menoleh dan tertawa kecil mendengar leluconnya, sudah lebih dari cukup membuat Cindy benar - benar ingin membunuhnya. *** "Ayo makan." Cindy menyodorkan semangkok Bakso dengan porsi setengah mangkok  pesanan Lista  yang didapatnya susah payah karena harus berjejal dengan yang lain,  karena tak yakin bahwa tatapan kosong ala Manekin Cantik itu membuat Paman Bakso langganan mereka akan terenyuh, lalu memberinya semangkok bakso tanpa antri. Cukup sudah! Dia  letih sendiri menjadi penonton oleh sifat Ando yang mencueki sahabatnya terang - terangan dan memilih meladeni teman sebangku jelmaan Medusa, serta menahan amarah untuk tidak berakhir mencekik Lista yang mengagungkan motto 'gue gak salah'.  "Gue bilang juga apa, lo harus ngomong sama Ando DAN JELASKAN SEMUANYA." Diamnya Lista membuatnya menjadi - jadi. "Masa lo diam aja sih diginiin mulu ama anak baru itu?! Ando itu cowok lo!" "Kan lo tau gue dengan dia itu pacaran karena apa." "Elista.." Cindy menarik napas dan menghembuskannya sangat perlahan, sembari kedua tangannya bekerja menjauhkan beberapa barang pecah belah diantara mereka. "Kalaupun alasan kalian berpacaran karena itu, kenapa sekarang lo terlihat merana dan menelpon gue tiap malam, hanya untuk menceritakan betapa kesalnya lo akan situasi ini?" Melihat Lista lebih asyik mengaduk mangkok baksonya, ia mendesah akan pemikiran yang terlintas dalam beberapa hari ini. "Lo cemburu dengan kedekatan mereka, karena ada hati dengan Ando, kan?" Suara dentingan sendok terbentur mangkok, disertai tatapan horor namun tawa cukup melengking dari Lista, membuatnya sadar bahwa itu mungkin saja benar.  Ini mengerikan. "Lis..." Ia benar - benar takut akan tawa tak wajar itu. "It's okay kalau itu benar, gue gak akan menghakimi lo, Lis. It's time to move on. " "Itu mimpi buruk kalau sampai terjadi."  Lista tak sadar bahwa suaranya sendiri terdengar sedang dicekik kuat, dan pikirannya berkhianat dengan menampilkan ingatan akan perlakuan Ando selama ini padanya, mimpi - mimpi buruk yang memudar semenjak mereka bersama, kepercayaan diri yang perlahan tumbuh, serta perubahan dirinya tanpa disadari. "Gak, gak. Mustahil." Seolah keramaian kantin saat ini bertepuk tangan meriah sambil bersiul meneriakkan usul Cindy, ia berdiri dan memilih keluar menerobos keramaian, mengabaikan sahabatnya yang berteriak memanggil namanya berulang kali. Gak, gak. Ini. Gila. *** Ando baru saja keluar dari Perpustakaan, saat melihat Lista melintas begitu saja didepannya seperti penampakan, refleks ia langsung berjalan cepat mengikuti dan dirasa cukup dekat, ia menarik pelan tangan Lista. Tak ada yang bilang, bahwa tindakan sepele itu membuat seseorang akan menatapnya penuh ketakutan, serta tangan yang berkeringat dingin.  "Lo sakit?" Itulah pertanyaan paling yang paling rasional muncul dibenaknya. Lista menggeleng sembari menjauh, bersyukur bahwa mereka berhenti ditempat cukup ramai, sehingga tak perlu takut kalau Ando akan berbuat kasar. Sejak kapan Ando kasar padanya? Ia menggeleng untuk membantah pemikiran ngawur tersebut. "Gue duluan." Salahkan refleksnya yang kini maju dua langkah lebih dekat dari Lista,  tanpa berpikir apa tujuannya melakukan itu. "Gue mau ngomong sesuatu." "Gak usah." Lista dan keras kepalanya yang menguji kesabaran. "Gue gak suka berada di posisi disalahkan tanpa tau apa alasannya." "Yasudah." "Gak kayak gini loh penyelesaian yang gue mau." Mungkin ini ilusi optik ,hingga  merasa sorot mata unik itu terlihat sembab, dan  dirinya merasa ada andil dalam hal itu. "Gue maunya lo ngomong," "Gue udah ngomong loh sejelas mungkin." Ia berbisik karena banyaknya yang memperhatikan tingkah ganjil mereka. "Tapi lo menganggap itu lelucon. Jadi ngapain gue berbusa jelasin, pada orang yang anggap hal itu percuma didengarkan?" "Diem, kan?" Lista tak tahu mengapa dirinya merasa menang dan luar biasa bodoh disaat bersamaan. "Urusin aja teman sebangku lo sana." "Lo cemburu karena gue dekat dengan Karen?" "Kalau iya, apa yang akan lo lakukan?" DASAR BODOH! Lista lebih dari menyesali apa yang barusan keluar dari mulutnya, karena senyum jahil Ando yang selalu membuatnya tergelitik antara untuk menghajarnya babak belur, atau malah tersipu malu bak gadis desa kini tercetak jelas. "Gue benci sama lo. PUAS?!" "Lista," Ia tak tahu apa daya tarik Lista hingga membuat harinya yang kelabu menjadi lebih berwarna daripada hasil gambar Lily. "Apa susahnya bilang hal itu?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN