"Ada makanan yang lo sukai, gak?" Tatapan penuh tanya, disertai senyum miring ala Ando yang sedang mengunyah cone eskrim pesanannya, tak urung membuatnya gelagapan. "Kenapa? Gue gak boleh nanya itu?"
Ia tak tahu mengapa Lista terlihat seperti anak kecil, yang ketahuan melakukan sesuatu yang dilarang. Membuatnya terlihat sangat menggemaskan untuk digoda seperti biasa. "Yap. Rahasia soalnya."
Ia sangat tahu bahwa itu hanyalah godaan receh kesejuta kalinya. Tapi, entah kenapa jawaban disertai senyum usil kali ini benar - benar menusuk, dan membuatnya malah melempar Eskrim yang belum habis dimakan itu kedalam bak sampah. "Oke. Jadi Cuman temen sebangku lo yang boleh tahu semuanya." Mati - matian menahan diri untuk tidak menginjak kaki Ando dengan sangat keras, kalau perlu sampai patah tulang. "Sorry, gue lupa kalau status gue cuman PACAR KONTRAK!"
Telinganya mendadak gatal mendengar nada berapi itu. "Lista.."
"Apa?!" Mungkin eskrim cokelat yang dibelikan Ando mengandung salah satu zat kimia yang membuatsisi pembunuhnya menghasut penuh nafsu. "Gue bener, kan? Lo sengaja gak ngasih tau hal sereceh itu karena gue CUMAN PACAR KONTRAK yang bisa diputusin segampang lo remas kertas. Dan gue yakin, cewek inceran lo selanjutnya adalah DIA, dan PDKT dari sekarang. Wah, pantesan gue kalah dari lo, karena baru bisa baca taktik lo yang sudah setengah jalan itu."
Disaat seperti ini, menjadi waras dan berkepala dingin benar - benar membutuhkan konsentrasi tinggi. "Gue gak paham satupun maksud lo,serta hubungannya apa dengan Karen."
Bahkan, cara Ando menyebut nama Karen terdengar seperti nada penuh rayu ditelinganya. Membuatnya semakin menggebu untuk mencekik Cowok itu. "Gue juga gak paham mengapa nanya hal sebodoh itu, kalau tahu jawabannya adalah itu."
"Pacar lo ini butuh pencerahan akan 'itu' yang lo tekan habis - habisan." Ia merasa seperti berdiri diantara dua Matahari kembar yang siap menghanguskannya. "Lo ternyata serem juga kalau marah."
Detik berikutnya, Lengan kanannya serasa dihajar dengan Papan Kayu saat Lista sengaja menabrakkan tas selempangnya, dan meninggalkannya sendiri. Mari kita berpikir. "LISTA!"
Ando menghampiri Lista yang semakin melaju, dan menyentuh lengan cewek itu untuk memperlambat, namun yang didapat malah kibasan cukup kasar. "Coba jelasin dulu maksud lo apaan. Gue gak paham."
"Bodo amat!" Ia menjauh saat Ando ingin menyentuhnya lagi. "Gue pulang!"
"Gue anterin."
"Gak usah!" Ia benar - benar baru saja menantang Singa, karena sorot mata Ando terlihat ingin memangsanya. "Lo sama Karen aja, bahas apapun yang lo suka dan sembunyikan dari gue selama ini dengan dia. Toh emang itu kan yang selalu kalian lakukan?"
Tuduhan tanpa dasar membuatnya merasa percuma membela diri. "No comment."
Usai mengucapkan itu, Ando berbalik dan meninggalkannya yang termangu.
****
"Coba lo pikirkan deh, kalau misalnya gak ada masalah dengan pertanyaan gue, kenapa harus jawab muter kayak gitu coba?! Tinggal bilang, gue suka jengkol rebus, cicak goreng, sate kecoak, atau apalah!"
Suara Lista yang berapi - api dalam sambungan telepon, membuat Cindy harus melepas earphone sementara untuk menjernihkan pendengarannya yang tersumbat selama 1 jam. "trus kalau dia bilang emang suka sate kecoak dan Sup Cacing, lo mau bikinin?"
"Ih, Cindy! Jangan ngajak bercanda napa! serius ini!" Ia mencebik sambil mencolek Selai Cokelat kesukaannya sebagai penyelamat mood. "Ya.. gue cuman pengen tau. Kan gue pacarnya, wajar dong harus tau hal seremeh itu!"
Merasa Lista siap melempar petasan kearahnya lagi, dia berdehem. "Kalian udah cukup lama pacaran dan sering bersama. Apa selama itu, lo gak pernah memperhatikan apa yang dia suka dan gak? minimal gesture deh."
Ia mencoba mengingat - ingat kebersamaannya dengan Ando selama ini, namun yang teringat hanyalah bagaimana cowok itu memandangnya dengan sorot mata hitam kelam yang membius, caranya membujuk saat ia merasa ketakutan, mendengarkan ceritanya tanpa pertanyaan yang menjebak, membuatnya percaya hanya dengan kata - kata, serta tersenyum saat ia melakukan sesuatu yang menyenangkan.
Intinya, cowok itu memanjakannya.
Ia menggeleng sendiri, menyadari kebodohannya. "Gak tau."
Nada memelas Lista membuatnya tak tega mengomeli sahabatnya itu. "Gak semua cowok nyaman mengumumkan pada semua orang apa yang disuka atau gak."
"Tapi kakak gue gak gitu."
"Kakak lo spesies langka, gausah dijadiin sampel." Mengingat kak Bian membuat pipinya merona. Siapa yang tidak jatuh cinta dengan kakak Lista satu itu? "Intinya, lo harus memperhatikan lebih jeli setiap bersama Ando."
Lista mendesah, mengingat emosinya tadi siang dan kemarahan Ando pertama kalinya yang membuatnya sedikit merinding. "Gue lagi berantem ama dia karena ini."
"Yaudah, baikan sana kalo gitu. Susah amat."
"SUSAH!" Ia tak sengaja berteriak, dan kaget sendiri mendengar suaranya yang histeris. "Dia bilang gue bodoh karena ngomel gak jelas, trus gue nyaris ditinggal sendiri di Taman karenanya. Lo kan tau gue paling takut ditinggal sendiri ditempat ramai. Jadi pas dia balik badan, gue nahan nangis gitu mikir gimana catanya pulang kerumah tanpa nelpon Kedua kakak gue. Eh, gak taunya dia kembali lagi sambil bilang, 'gue anter lo pulang.'"
Ia bisa membayangkan ketakutan Lista saat itu dari nada suaranya yang sedikit bergetar, kejadian 3 tahun itu benar - benar menghancurkan sahabatnya tanpa sisa. "Trus?"
"Awalnya gue mau nolak sok gengsi gitu semobil ama dia, tapi nada suara dia bikin gue gak berani lakuin itu, dan sepanjang jalan kami cuman diem. Gue benci di posisi salah. Apa susahnya sih tinggal bilang?" Ia mendongkak untuk menahan air mata yang siap menetes. Kesalnya masih membara hingga otaknya tak bisa berpikir jernih. "Gue benci menyadari, bahwa Karen mengetahui apa yang gak gue tahu."
"Lo bisa memulainya dengan minta maaf kalau gitu, menjelaskan keinginan lo dan alasan kenapa marah, terus yaa sisanya silahkan improvisasi."
Ingatan akan tatapan tajam Ando saat marah, membuatnya menggeleng. "Takut..."
"Lista..." Dibalik sosoknya yang dingin bahkan cenderung angkuh sebagai topeng untuk menutupi ketakutannya terhadap Dunia, tetap tak bisa menghilangkan sosok manja serta amarah seperti petasan bawang. Dua hal yang membuat kedua kakaknya senewen setengah mati. "Untuk posisi ini, lo memang salah karena langsung marah tanpa mendengarkan alasan dia, jadi emang harus lo yang menyelesaikannya. Bukan mengharap dia yang bersujud dikaki lo."
Andai nyalinya sebesar Hyena, mungkin kepala Lista sudah ia toyor hingga lepas. "Jangan biarkan dia nyaman bersama Karen, hanya karena sifat lo terlalu menyebalkan untuk ditoleransi."
"Tapi..." Lista kini merebahkan diri dikasur, menatap langit - langit kamarnya yang dihiasi puluhan origami berbentuk burung bangau, hasil kreasinya saat itu bersama kak erika yang tak sanggup dibuangnya. Salah satu kenangan dirinya saat menjadiTata . "Gue bingung merasa seperti ini. Kami cuman pacaran kontrak, seharusnya gue gak perlu bereaksi seperti ini. Toh pada akhirnya akan putus kan saat kontrak berakhir, dan itu hak dia untuk mendekati Karen. Tapi..."
"Gue gak suka dengan semua ini, ini bunuh diri."
"Lista.."
Gue takut, Cindy." Ia menutup mata, menahan diri untuk tidak terisak saat tubuhnya gemetar akan pemikiran liar yang membuatnya terguncang. "Gue benci ama perubahan ini. Ini bukan gue."