Big Scam

1262 Kata
Pertemuan yang dihadiri oleh Bima, mengusung konsep pemasaran produk yang efektif telah selesai dengan lancar, meskipun yang memimpin rapat adalah Linda, sekretarisnya. Mereka berhasil menggandeng beberapa pengusaha besar di tiap negara yang ikut hadir untuk memasarkan produk-produk yang diproduksi oleh perusahaan keluarga Laksono. Pada sesi terakhir, Linda memohon maaf karena ada urusan darurat sehingga bosnya harus kembali terbang meninggalkan Uzbekistan. Meeting akan tetap berlanjut hanya saja tanpa kehadiran Bima dan diwakili oleh direktur produksi bersama direktur pemasaran. Bima beserta rombongan kembali ke bandara untuk melanjutkan perjalanan ke Montaya. Ia sudah tidak sabar ingin segera menemui Andrea dan memastikan kebenaran kabar yang diterimanya dari Indra, kepala pengawal kakaknya. Di dalam mobil lainnya, setelah menghempaskan tubuhnya pada kursi penumpang di belakang, Linda menerima telepon dari salah seorang yang ditugaskan mencari Phuong. "Bu, Phuong menyewa hotel dan akan mengadakan party bersama teman-temannya malam ini," lapor pengawal tersebut. Senyum sinis mengembang dari sudut bibir Linda mendengar laporan itu, "Sudah kuduga," gumam Linda, "Ikuti, kumpulkan bukti sebanyak-banyaknya. Kalau memungkinkan ikut masuk ke dalam party," perintah Linda kepada pengawal itu. "Siap, Laksanakan," jawab pengawal diujung telepon. Wanita itu terlihat lega, kini ia bisa fokus mengawal sang bos yang sedang gelisah memikirkan masalah kakaknya. Tidak lama kemudian, rombongan sampai di bandara, mereka bersiap menunggu ijin terbang dari otoritas setempat. Bima sudah duduk di kursi yang biasa dipakai oleh Bramantyo. Menunggu laporan dari Dodo dengan gelisah. Ia tidak bisa mengalihkan keresahan hatinya dan semua seakan berjalan lambat, dalam penilaiannya saat itu, Dodo sangat lamban mengerjakan tugas yang ia berikan. Linda memasuki ruangan di mana Bima berada, "Bos, ada telepon dari nyonya," ujarnya seraya menyodorkan telepon genggam milik Bima. Tanpa mengatakan apa-apa, Bima mengambil telepon dari tangan Linda dan memberi isyarat agar Linda segera keluar dari ruangan itu. Hatinya semakin resah, khawatir ibunya telah mengetahui tentang Andrea. "Halo, Mi?" sapa Bima dengan suara serak. Ia bisa merasakan kalau Alisha tertegun mendengar suaranya. "Ada apa, Bim? Kamu gak tidur kan?" tanya Alisha. "Hh ... benar saja mami mendeteksi ada yang tidak beres denganku," keluh Bima di dalam hatinya. "Gak apa-apa Mi, Bim baru saja selesai meeting. Kenapa, Mi?" tanya Bima berusaha sesantai mungkin. "Mami gak enak perasaan loh, makanya mami telepon kamu, apa kamu baik-baik saja?" Terdengar helaan napas Alisha. "Aku baik-baik saja, Mi. Meeting boleh dikatakan lancar dan menghasilkan keuntungan dalam beberapa bulan ke depan," jelas Bima menenangkan ibunya. "Syukurlah kalau begitu. Andrea kenapa gak bisa dihubungi ya? Suaminya juga," kata Alisha penuh keheranan. Deg. Keresahan Bima mencuat lagi ke permukaan, ia berusaha menguasai dirinya, "Masa, Mi? Ntar coba Bim hubungi ya ... mungkin Mbak Andre emang lagi di tempat yang gak ada signal ...." Hatinya semakin tidak karuan karena telah membohongi Alisha. "Enggak, Bim. Kakakmu itu apapun pasti bilang sama mami, sakit perut mau pup aja bilang kok ...," sanggah Alisha. "Mbak bukannya berada di Montaya, ya?" tanya Bima ingin meyakinkan dirinya. "Iya justru itu, SUDAH HAMPIR DUA MINGGU, loh Bim, sejak pamit ke Montaya hilang komunikasi." Alisha menekankan kalimatnya. Mendengar hal itu, Bima semakin kalut. Tapi ia tidak mau ibunya sampai turun tangan dan berhadapan dengan Veronika, "Bima akan langsung ke Montaya sekarang juga ya, Mami tenang dulu, tunggu kabar dari Bim ya ...," ujar Bima dengan nada prihatin. "Bagaimana dengan meetingmu?" tanya Alisha agak keberatan jika putranya meninggalkan pekerjaan. "Intinya sudah selesai, biar diwakilkan tidak apa, Mi," jawab Bima. "Baiklah kalau begitu, kamu hati-hati ya, love you." Alisha mengakhiri pembicaraan. "Love you too, Mom ...," gumam Bima pada telepon. Suara helaan napas Bima mengambang di udara, ia menghempaskan punggungnya yang tegang pada sandaran kursi yang empuk dan nyaman. Cepat atau lambat keluarganya akan tahu mengenai penyanderaan terhadap Andrea, Putri kesayangan Bramantyo. Dodo mengetuk dinding pelan, mengangguk pada bosnya dengan wajah lelah, "Bos ...." Belum selesai kalimat Dodo, dipotong oleh Bima. "Kenapa belum berangkat?" tanya Bima dengan nada tinggi. "Sepuluh menit lagi, Bos," jawab Dodo masih berdiri kikuk di tempatnya. "Duduk," perintah Bima, "Katakan," lanjutnya. Tanpa menunda lagi, Dodo menjawab, "Indra sudah berhasil menemui ketua under ground, mereka menunggu perintah. Kabar terakhir dari rekaman CCTV sebuah butik, yang merupakan langganan Veronika, terekam Nyonya muda bersama suaminya ...," tutur Dodo lalu menjeda ucapannya. Ia tampak gugup dan menelan salivanya berulang kali. Bima menoleh dengan tatapan dingin, sudut-sudut rahangnya mengeras, "Katakan!" bentaknya, tangan yang terkepal meninju kursi. Bukan karena emosi terhadap Dodo tapi defensif menyadari ekspresi asistennya yang jelas terbaca telah terjadi sesuatu kepada Andrea. Dodo menyodorkan tabletnya kepada Bima, di layar tampak sebuah gambar yang di tengah-tengahnya ada tanda segitiga dengan ujung mengarah ke kanan sebagai tanpa 'play' atau mainkan, Dengan tangan bergetar, Bima menekan tanda segitiga itu. Pangeran Dato membukakan pintu dan mendorong punggung Andrea untuk masuk, terlihat dari bahasa tubuhnya kalau Andrea tidak mau masuk. Pangeran Dato berbicara dengan seorang pelayan sambil menunjuk-nunjuk ke arah putri dari Alisha tersebut. Pelayan itu menghampiri Andrea dan mengayunkan tangannya ke depan tanda mempersilakan tamunya itu melangkah. Sementara Pangeran Dato berjalan ke arah outfit pria. Andrea berhenti di deretan pakaian wanita bermodel mini dress, seakan sudah menemukan kamera CCTV, ia menengadahkan wajahnya dengan sorot mata meminta tolong, selama beberapa detik kemudia ia menunduk, memilih baju, tampak dengan sengaja ia menoleh ke arah kanan dan mengangkat tangannya untuk menyelipkan rambut di telinganya dan mengibaskan rambut yang menutupi lehernya ke belakang, hingga leher itu terbuka selama beberapa detik. Kedua bola mata Bima berkaca-kaca, dengan wajah memerah dan rahang mengatup erat. Jemarinya memegang tablet seperti sedang meremas dengan sekuat tenaga, membuat Dodo merasa khawatir tablet itu akan pecah. Terdengar suara kapten mengumumkan bahwa pesawat mereka akan segera lepas landas, Dodo dengan sigap memasang safety beltnya. Bima mengatupkan kelopak mata, butiran bening turun dari sudut matanya. Ia merasa sangat terpedaya tapi tidak bisa berbuat apa-apa saat ini, karena itu akan membahayakan keselamatan kakaknya, Andrea. Semua berawal dari ekspansi bisnisnya, Bima sengaja menyabotase bisnis keluarga Veronika dengan begitu, mereka tidak akan lagi mempunyai modal yang cukup untuk menggoyahkan keluarga Laksono. Sebaliknya mereka akan sibuk memikirkan bagaimana bertahan hidup, hingga tidak punya waktu lagi untuk memikirkan balas dendamnya kepada keluarga Laksono. Tidak pernah di sangkanya sama sekali kalau Pangeran Dato adalah sepupu dari Veronika. Menyadari Bima Sakti telah membuat perusahaan raksasa mereka runtuh, Veronika menggunakan Andrea untuk membuat kesepakatan. Hanya saja sampai saat ini kesepakatan itu belum juga dilontarkan. Veronika seakan sedang menikmati menjadikan Andrea putri kesayangan Bramantyo dan cucu kesayangan Catur Laksono sebagai tawanan. Entah apa yang telah dilakukannya terhadap Andrea. Saat ini kondisi Andrea sudah sangat membutuhkan pertolongan. Bima tidak sanggup membayangkan apapun perbuatan yang telah membuat bawah mata sang kakak lebam, dan tanda biru melingkar di leher putihnya yang jenjang, "Sialaan!" teriak Bima. Dia sadar, kekerasan fisik telah dilakukan mereka kepada Andrea. Hal yang tidak akan pernah termaafkan olehnya sampai kapan pun. Bima sakti merasa tersiksa dengan sorot mata Andrea, sorot mata kehilangan harapan meskipun mencoba berbicara minta tolong melalui matanya kepada kamera CCTV. Entah siapa yang dituju oleh Andrea yang jelas dia hanya berusaha mencari pertolongan. Pesawat jet pribadi itu kembali transit di Vietnam untuk mengisi avtur yang membutuhkan sekita dua jam. Waktu itulah yang digunakan oleh Bima untuk merencanakan sesuatu dengan Indra, kepala pengawal Andrea dan ketua under ground Montaya. Indra mengawal ketat bosnya dari jauh. Dari setiap tempat yang dikunjungi oleh Pangeran Dato dengan Andrea, Indra mengambil rekaman CCTVnya. Bahkan, dia telah berhasil memiliki video pendek dan poto-poto saat Pangeran Dato tengah bersenang-senang dengan beberapa wanita penghibur yang tersedia di club yang sering ia kunjungi. Bima bergidik ngeri. Dia harus memisahkan kakaknya dari lelaki busuk itu --------- Bima Sakti Laksono --------- Ketika sebuah penipuan besar telah berani kau lakukan sekian tahun, jangan salahkan aku jika satu nyawa saja tidak cukup untuk menebusnya!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN