Bab 10. Kamu Selingkuh, Atami?

1034 Kata
"Tidak berharga," gumam Kahfi. Kahfi yang merasa harga dirinya terluka. Langsung mengunyah makanan dan menelan dengan kesal. Lantas, Kahfi mendorong Atami untuk berdiri. "Kembali ke kursimu dan makan!" *** Kahfi memakai dasi seorang diri dengan raut santai. Tapi, begitu dia keluar dari kamar tamu dan tidak mendapati Atami. Kahfi langsung bertanya pada pembantu di ruang makan. "Atami sudah bangun?" Pembantu berhenti meletakkan piring. "Ibu sudah berangkat pagi sekali, Pak." Kahfi menyeringai. Sepertinya selain tidak mau melayani suami di malam pertama, Atami juga ingin menghindar dari Kahfi. "Bapak tidak sarapan dulu?" tanya pembantu karena melihat Kahfi yang melangkah pergi. Melihat Kahfi yang marah, pembantu satunya langsung menggeleng. "Sepertinya ada masalah dengan pernikahan ibu dan bapak." "Masalah apa? Bukannya kemarin malam pertama mereka?" "Semalam bapak dan ibu tidur terpisah." Sementara Atami yang telah sampai kantor dengan taksi, nampak berjalan di depan gedung. "Atami." Tanpa menoleh sama sekali, Atami langsung tahu kalau Rian yang memanggilnya. Atami memutuskan untuk terus berjalan dan mengabaikan pria tersebut. Namun, Rian segera menyusul dan meraih tangannya. Atami berbalik dengan terpaksa, sorot matanya menatap tajam. "Lepas!" pintanya dengan suara sedikit pelan. "Pulanglah ke rumah! Kamu bukan anak kecil, berhenti kabur-kaburan dari rumah." Mata Atami yang masih memandang tajam, membuat Rian perlahan melepaskan tangannya. "Ayah ingin minta maaf padamu, jadi hari ini pulanglah!" Mendengarnya Atami langsung tersenyum sinis. "Minta maaf? Si k*****t itu?" Rian menarik napas. "Aku mengerti kamu marah, tapi jangan tinggal di rumah orang lain. Merepotkan terlalu banyak itu tidak baik." "Berhenti membujuk, karena aku tidak akan mendengarkan kamu." Bertahun-tahun tinggal seatap dengan Atami, membuat Rian hapal betul sikap keras kepala dari sang adik. "Kalau begitu beri tahukan alamat rumahnya, aku akan datang dan membawa buah untuk berterima kasih." "Jangan sok ramah!" Atami langsung berbalik dan berjalan pergi. Namun, Rian mengikuti di belakang dengan terus mengajak Atami bicara. Kahfi yang baru saja tiba di kantor, nampak mengerutkan dahi melihat Atami yang akrab dengan Rian. Bahkan Rian membantu membuka pintu kantor untuk Atami. "Ada apa ini? Apa Atami sedang berselingkuh dariku?" Dari pagi sampai siang hari. Kahfi mengabaikan Atami, namun Atami yang memang biasa tidak dianggap nampak santai saja. Berbeda dengan Kahfi yang terlihat kesal. "Sial! Dia pasti benar-benar selingkuh." Sepanjang hari, bukannya bekerja. Kahfi malah mengamati Atami dari ruangan, pintu saja sengaja tidak ditutup. Namun, Atami merasa tidak nyaman bekerja karena ditatap terus oleh Kahfi. Hingga Atami memutuskan untuk mengambil dokumen dengan asal, lantas keluar dari kubik kerjanya dan menghampiri Kahfi. "Apa Bapak begitu kurang kerjaan?" celetuk Atami. Mata Kahfi menatapnya. "Apa menurutmu aku terlihat nganggur?" "Lantas, kenapa Bapak--" Ucapan Atami terpotong karena pintu diketuk. Atami langsung memundurkan langkah, setelah melihat karyawan memasuki ruangan. "Pak, ini rekomendasi lokasi yang Anda inginkan." "Hm, letakkan." Atami yang ingin melanjutkan protesnya, memilih tidak jadi dan melangkah pergi. Karena melihat Kahfi yang sibuk dengan karyawan ini. Kahfi memandang kepergian Atami dengan lirikan tipis. "Aku paling benci orang yang berselingkuh." "Ya, Pak?" Karyawan tersebut terlihat kebingungan. Mata Kahfi langsung menatap serius. "Aku punya teman, istrinya berselingkuh." "Ah begitu." Mata Kahfi melirik pada Atami yang malah terlihat biasa saja. Kahfi langsung tersenyum sinis karena disindir pun, Atami tidak peka sama sekali. Kemudian, Kahfi menatap karyawan yang tak kunjung pergi juga. "Kenapa masih di sini? Tidak ada kerjaan memangnya?" Mendapat pertanyaan seperti itu, sang karyawan langsung tersenyum. "Saya punya banyak pekerjaan, Pak. Kalau begitu permisi." Karyawan tersebut jelas tahu bos seperti apa Kahfi. Kalau masih di ruangan itu, bisa jadi pekerjaan ditambah banyak. Setelah memastikan karyawan tersebut pergi jauh. Kahfi langsung keluar ruangan dan mendekati Atami yang sedang sibuk membereskan kubik kerja. "Sengaja mengabaikan aku?" Mata Atami menatap pada Kahfi yang sudah berdiri di hadapannya. "Saya sedang membereskan berkas, ada apa, Pak Kahfi?" Kahfi mulai risih dengan panggilan bapak yang Atami sebutkan. Dia mengetuk permukaan meja kerja Atami dengan jemari. Atami sempat melirik kegiatan dari Kahfi yang dinilai olehnya begitu kurang kerjaan. "Apa apa, Pak Kahfi?" tanya Atami berusaha sabar. "Kamu selingkuh, Atami?" Dahi Atami langsung mengerut. Datang-datang langsung menuduh, apa maksudnya? Atami menatap suaminya dengan serius. "Maksud Bapak apa ya? Kenapa bisa menuduh saya seperti itu." Kahfi melirik pada departemen di sebelah. meski tidak bisa melihat posisi Rian dengan jelas, namun tangan Kahfi menunjuk ke sana. "Kamu selingkuh sama Rian." Atami menarik napas. "Kok bisa mengira saya selingkuh dengan Asisten Rian?" "Pagi tadi, aku lihat kalian saling bicara." Atami tatap suaminya dengan heran luar biasa. Mana bisa hanya dengan berbincang saja, sudah dipastikan ada hubungan menyimpang. "Apakah saat ini saya sedang berselingkuh dengan Bapak?" Atami balik tanya. "Ya, tidak. Aku suami kamu." "Nah, kan. Saya dan Asisten Rian juga hanya berbincang saja, tidak berselingkuh. Sama halnya dengan saya dan Bapak," jelasnya. Mata Kahfi langsung menyipit. "Aku tidak percaya." Atami langsung menarik napas. Ternyata tidak ada gunanya ia menjelaskan, karena Kahfi tidak percaya. "Kamu kelihatan akrab sama Rian, tidak seperti biasanya," singgung Kahfi. Atami menatap suaminya lebih serius. "Lantas Bapak sendiri?" "Apa? Aku tidak selingkuh. Kamu yang selingkuh!" tuduh Kahfi cepat. Atami tersenyum sinis. "Saya tidak bahas selingkuh. Tapi, Bapak tiba-tiba bicara dan terlihat akrab dengan saya. Hati-hati menimbulkan gosip." *** "Maksudnya apa? Atami dan Kahfi tidak sekamar." Kabar Atami yang ditinggal oleh Kahfi semalam telah memasuki telinga Maria. Sinta melirik pada ibu mertua yang terlihat marah besar. "Dia dibayar untuk menghasilkan keturunan! Apa dia jadi tidak tahu diri setelah menikah!" Intan yang melintas, langsung memutuskan untuk bersembunyi di balik dinding dan mendengarkan. Bibir tersenyum senang karena ternyata Kahfi juga meninggalkan Atami. Sinta menarik napas. "Bagaimana ini, Bu? Kalau seperti itu terus, Kahfi kapan punya anaknya?" Maria mengepalkan tangan dengan erat. "Wanita sialan itu, bukannya menggoda Kahfi." Maria yang beranggapan kalau Kiana pandai menggoda pria, maka Atami juga akan bisa melakukannya pada Kahfi. Namun, dugaan Maria ternyata salah. Bahkan, Maria kesal dengan Kahfi yang meminta rumah terpisah untuk Atami. Hal itu membuat Maria tidak bisa membalaskan dendam masa lalu pada Kiana melalui Atami. "Panggil Atami dan Kahfi ke rumah hari ini juga!" "Aku akan melakukannya, Bu," sahut Sinta. Namun, Sinta yang penuh siasat langsung bicara pelan pada sang mertua. "Ibu hanya berniat menegur mereka saja?" "Apa maksudmu?" Sinta langsung tersenyum, kemudian berbisik dengan senang. Berbeda dengan Intan yang sampai mengerutkan dahi karena tidak bisa mendengarkan apa pun. "Sebenarnya rencana apa lagi yang dibuat oleh wanita jalang itu," gumam Intan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN