Bab 9.

1320 Kata
“Berhenti mengikutiku, Sandra. Pulanglah.” “Aku tidak mau. Sudah kukatakan aku akan terus mengikutimu, sampai kamu mau menjadi suamiku.” “Kamu benar-benar sudah sinting.” Sandra tersenyum. Entah sudah berapa kali Rion mengatai dirinya sinting. Sedari mereka masih berada di dalam kamar, Rion sudah mengatakan dia sinting, namun dia tidak peduli. Sandra terus mengayun langkah mengekori Rion. Rion berhenti di depan meja resepsionis. Pria itu berbicara sejenak dengan salah satu petugas hotel yang duduk dibalik meja panjang. Mengeluarkan dompet, lalu menarik keluar beberapa lembar uang kertas. Rion sempat melirik sosok yang berdiri di sebelahnya. Berdecih sebelum mengalihkan pandangan mata dari Sandra. Rion memberikan beberapa lembar uang itu pada sang petugas hotel. “Terima kasih,” ucap Rion sebelum memutar langkah kemudian mengayun kedua kakinya. Rion membawa ke dua tangannya masuk ke dalam kantong jaket. Hari masih cukup pagi. Menarik keluar ponsel dari saku jaket sebelah kiri, pria itu mendekatkan ponsel hanya untuk mendesah. Ponselnya mati karena kehabisan daya. Dia harus kembali ke flat nya. Keluar dari pintu kaca yang dibuka oleh seorang pegawai hotel, Rion menoleh ke kanan, kiri. Pria itu mengernyit. Menghentak napas keluar dari celah mulut, Rion kemudian berbelok ke kanan. Dengan kening yang semakin memperlihatkan banyak lipatan halus, pria itu masih mengayun kedua kakinya. Sementara di belakang Rion, Sandra mengulum kedua belah bibirnya. Gadis itu berdehem sambil mengalihkan pandangan mata ke tempat lain, setiap kali pria di depannya memutar kepala ke belakang. Sandra tersentak saat tiba-tiba Rion berhenti berjalan lalu memutar tubuh ke belakang. “Eh ….” Sandra menarik satu langkah ke belakang. Nyaris saja dia menabrak Rion. Ya, meskipun dia tidak akan keberatan. Hanya saja, dia tahu Rion pasti akan marah. “Ada apa?” tanya Sandra melihat bagaimana Rion menatapnya. “Berikan kunci motorku.” “Oh ….” Sandra tertawa. “Aku pikir kamu tidak tahu kalau kunci motormu aku yang bawa,” canda Sandra sambil merogoh kantong celananya. “Ini.” Sandra meletakkan kunci yang Rion minta ke atas telapak tangan Rion yang menggantung di depannya. Gadis itu tersenyum manis kala Rion menggulir bola mata ke arahnya. Sandra mengangkat kedua alisnya. “Pergilah. Jangan mengikutiku. Aku mohon.” Terlalu lelah dengan tingkah Sandra, Rion sampai memohon. Namun, Sandra dengan tegas menggelengkan kepala. Menolak Rion sekalipun pria muda itu sudah memohon. Rion menghembus keras napasnya. Menatap kesal Sandra, Rion menggelengkan kepala. Lama-lama dia bosan sendiri meminta Sandra untuk tidak mengikutinya. Karena gadis sinting itu tidak mau mendengarnya. Terus mengekorinya hingga dia risih. Beberapa saat terlewat yang Rion lakukan hanya terus menatap gadis di depannya. Lagi, Rion harus menggeleng mengingat kekeras kepalaan Sandra. “Apa kamu benar-benar tidak mau pergi?” “Tentu saja. Aku sudah membuat keputusan. Aku akan ikut kemanapun kamu pergi. Kamu calon suamiku, Rion.” Rion menghembus napas lelah. “Jangan menyesal mengikuti. Kamu tidak akan suka.” Sandra mengangkat kedua bahunya Rion. “Aku tahu resikonya.” Rion mengangkat satu sudut bibirnya. Ekspresi wajah pria itu berubah. Membuat Sandra mengedip cepat, sebelum beberapa lipatan halus muncul di keningnya. Rion yang kali ini terlihat sama seperti Rion di arena balap. Bukan Rion saat di club malam, apalagi di kamar hotel. Benar-benar berbeda. Yang ini membuatnya semakin tertantang. “Jangan salahkan aku kalau nanti kamu menyesal, Sandra,” kata Rion dengan tatapan dingin dan seringai yang mampu membuat bulu kuduk Sandra merinding. Meskipun begitu, sama sekali tidak membuat Sandra gentar. Justru sebaliknya. Sandra mengangguk mantap. “Kapan kita akan menikah?” tanya Sandra dengan senyum miring, sementara sepasang matanya membalas tatapan tajam pria di depannya. “Hari ini juga.” “Benarkah?” Sepasang mata Sandra seketika terbuka lebar. “Baiklah. Kalau begitu, yang pertama harus kita lakukan adalah pergi ke butik untuk membeli gaun pengantin dan setelan jas untukmu.” Gadis itu tersenyum lebar. Terlihat begitu senang karena akhirnya mendapatkan apa yang dia inginkan. Pernikahan dengan Rion. Sandra menarik langkah ke depan kemudian meraih sebelah tangan Rion. Gadis itu memeluk tangan Rion seraya menariknya. “Ayo, aku tahu butik yang bagus. Kamu tidak perlu khawatirkan soal harganya. Aku yang akan membayar semuanya.” “Tentu saja. Bukankah kamu sendiri yang berjanji akan membayar jasaku karena menikahimu?” “Ya ampun. Tolong pilihan katanya, Rion. Jasa menikahi? Itu terdengar jauh dari kata anggun.” Rion mendengkus. “Memangnya apa yang kamu harapkan dariku? Sudah kukatakan kamu akan menyesalinya nanti.” Rion menatap Sandra sengit. “Sekarang lepaskan tanganmu dariku,” ujarnya seraya menarik lepas tangan Sandra. “Aku sudah putuskan untuk menerima tawaranmu. Membantumu membuat orang tuamu mengamuk. Itu kan yang kamu inginkan?” Melihat anggukan kepala Sandra menjawab pertanyaannya, Rion menambahkan. “Baiklah. Itu yang akan kamu dapatkan. Tapi, jangan pernah mempertanyakan cara yang akan kupakai.” “Deal,” ucap mantap Sandra. Gadis itu melangkah ke depan Rion lalu mengulurkan tangan kanannya. “Sekarang kita sepakat.” Sandra menggerakkan tangan yang masih menggantung tanpa balas dari pria di depannya. “Kita akan membuat perjanjian tertulis sebelum pernikahan. Aku tidak berharap kamu ingkar pada janjimu.” “Tentu saja. Buat saja sesukamu dan aku akan langsung menandatanganinya,” sahut Sandra tanpa ada rasa ragu sedikitpun. “Kamu benar-benar sudah sinting. Aku ingatkan sekali lagi. Jangan menyesal sudah memaksaku masuk ke dalam kehidupanmu, Nona Sandra.” “My Pleasure, Tuan Rion,” ucap Sandra seraya membungkuk layaknya pelayan pada sang tuan. Gadis itu buru-buru menegakkan kembali tubuhnya, lalu memutar langkah. Berjalan cepat mengikuti Rion yang sudah melangkah menjauh. “Tuan Rion, bukan ke sana jalannya. Di sana tidak ada taksi.” Sandra memberitahu. Sedari keluar hotel, dia membiarkan karena ingin membuat Rion kesal. Namun sekarang, setelah Rion menyetujui permintaannya, dia tidak tega membiarkan Rion salah jalan. “Rion, astaga. Kamu salah jalan.” Sandra berdecak melihat Rion berjalan semakin cepat. Menghembus napas panjang, Sandra akhirnya berhenti berjalan. Gadis itu mengalihkan pandangan matanya—memperhatikan tempat sekitarnya sambil tersenyum. Sebentar lagi dia akan mendengar suara teriakan dari seseorang. Sepasang mata gadis itu semakin mengecil ketika sang pemilik tersenyum semakin lebar. “Sandra! Dimana motorku? Kenapa tidak ada di parkiran?” Nah … Sandra yang sedang tersenyum menikmati kemenangan yang sudah di depan mata, dengan terpaksa harus mengalihkan perhatiannya. Gadis itu berdecak melihat Rion berderap dengan wajah kesal. “Sudah kukatakan kamu salah jalan, tapi, kamu tidak mau mendengarku,” ujar Sandra saat Rion nyaris tiba di depannya. “Aku yang membawamu ke sini, seharusnya kamu mendengarku,” tambah gadis itu sebelum memutar langkah lalu berjalan mendahului Rion. “Dimana motorku? Jangan membuatku marah, Sandra. Kamu tahu motor itu sangat berharga untukku.” “Ya … ya, tentu saja aku tahu. Kamu menggunakan motor itu untuk mencari uang dari balapan.” Sandra tersentak saat satu tangannya tertahan. Gadis itu menoleh ke belakang. “Aku bertanya padamu. Jawab, atau aku akan membatalkan—” “Ada di club.” Sandra memotong kalimat Rion. Sepasang bibir gadis itu cemberut. “Semalam kamu terlalu mabuk. Aku khawatir kamu akan jatuh kalau aku membawamu ke sini naik motor. Makanya aku membawamu naik taksi. Motormu aman di sana. Aku sudah membayar penjaga di sana untuk memastikan motormu tidak lecet sedikitpun, apalagi sampai hilang.” Sandra bicara panjang lebar. Rion berdecak kesal, namun tidak lagi bersuara. Pria yang sedang kesal itu melangkah lebar mendahului sandra. Sandra segera mengekori Rion. “Rion … kamu harus segera putuskan hubunganmu dengan perempuan club itu.” Tidak mendapatkan respon dari Rion, Sandra mencebik. Sabar Sandra, bukankah Rion yang menyebalkan seperti ini yang membuatmu memilihnya? Jadi, kamu harus sabar. Satu sisi otak Sandra mengingatkan. Rion menghentikan taksi yang kebetulan melintas. Pria itu menarik handel pintu penumpang depan. Tidak merasakan pergerakan di belakangnya, Rion menoleh. Mengernyit melihat Sandra masih berdiri di tempatnya. “Tidak mau ikut?” tanya Rion dengan kening yang masih mengernyit. Rion masa bodo ketika tidak mendapatkan jawaban dari Sandra. Rion sudah akan memasukkan tubuh ke dalam taksi, ketika suara keras Sandra terdengar. “Tentu saja ikut. Mana mungkin aku membiarkan calon suamiku menemui sugar mommy nya sendirian.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN