Desa di Tengah Kota

1986 Kata

.           “Zal!” teriaknya panik. “Tolong!” Ada sebuah amben sempit selebar satu meter di ruang depan. Angkasa menurunkan Naviza di sana ketika bunyi langkah berlarian dari dalam rumah mendekat. Naviza terkulai dengan tubuh melengkung tanpa daya. Dia masih memiliki sekian persen kesadarannya meski matanya terpejam. Angkasa memapah tubuh Naviza agar lurus merebah di atas ranjang itu. Zali muncul. Pria muda dengan rambut gelombang yang begitu lebat dan hitam mengkilap itu segera mengeringkan tangannya yang basah dengan handuk bersih yang tersampir di dekat ranjang. Wajahnya santai, namun sikapnya begitu sigap. Tanpa bertanya kenapa dan ada apa pada Angkasa, dia mendatangi Naviza yang sudah pucat pasi dengan leher yang bersimbah darah. Jemarinya mencari denyut nadi di leher Naviza, mata

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN