Bab 16

1120 Kata
Mobil yang dikendarai Daniel berhenti tepat di depan lobby Gadi’s Hotel. Di pintu Lobby terlihat Karlina yang berdiri gelisah. Begitu melihat mobil Zevanya, wanita itu segera bergerak cepat berlari dengan terburu-buru ke arah mobil Zevanya. Karlina segera membuka pintu mobil untuk Zevanya. Begitu Zevanya keluar dari mobil, ia tentu saja menatap bingung pada Karlina yang saat ini ekspresi wajahnya nampak begitu panik. “Kamu kenapa Karlina, apa ada masalah?” Tanya Zevanya. Daniel yang baru keluar dari mobil, hanya bersandar di pinggiran mobil dan dia untuk mendengarkan percakapan mereka. “Ada masalah besar Bu,” ujar Karlina yang terlihat begitu gelisah saat ini. “Masalah apa memangnya Karlina. Apa nggak bisa kamu bicara yang jelas? Jangan bertele-tele,” jawab Zevanya dengan nada kesal. Karlina menghela nafas sebentar. “Sponsor untuk kedatangan Royal Family Inggris baru saja membatalkan kerja sama dengan hotel kita Bu,” jawab Karlina. Informasi yang disampaikan Zevanya bagaikan bom atom yang saat ini meledakkan kepala Zevanya. Tubuhnya menegang dan terdiam beberapa saat, seakan belum sanggup mencerna apa yang terjadi saat ini. “Bu Zevanya,” panggil Karlina berusaha menyadarkan atasannya yang nampak begitu terkejut dengan informasi yang baru saja ia sampaikan saat ini. “Ka…ka..kamu nggak la..lagi bercanda kan Karlina?” Tanya Zevanya dengan suara bergetar. Ia seperti kehilangan oksigen di sekitarnya yang membuatnya kesulitan bernafas. “Saya nggak mungkin bercanda dengan proyek besar yang sudah kita nanti-nantikan selama satu tahun ini Bu,” jawab Karlina berusaha meyakinkan Zevanya. “Semua orang saat ini sedang menunggu anda di ruang meeting untuk membahas masalah ini Bu,” lanjutnya memberitahukan. Zevanya akhirnya mengangguk pada Karlina. “Kita masuk sekarang,” ujarnya. Mereka berdua segera berlari masuk ke dalam hotel tanpa menghiraukan Daniel yang dari tadi berdiri di dekat mereka. Pria itu hanya terdiam menatap ke arah punggung Zevanya yang terus bergerak menjauh. ***** Zevanya dan Karlina masuk ke dalam ruangan meeting dimana sudah ada General Manager, dan ketua tim dari setiap divisi seperti Front Office, Food Production, F&B Service, dan lain sebagainya. Semua orang di dalam ruangan tersebut langsung berdiri dan menunduk hormat setelah melihat kedatangan Zevanya yang masuk ke dalam ruangan. “Bu Zevanya, apa yang harus kita lakukan sekarang?” Tanya seorang pria paru baya yang adalah General Manager yang membantu Zevanya dalam mengelolah Gadi’s Hotel. Ia menatap Zevanya dengan tatapan khawatir saat ini. Zevanya berjalan ke arah kursi yanga da di ujung meja dan duduk di sana, ia kemudian emnatap semua orang yang berada di dalam ruangan yang bersama dengannya saat ini. “Bagaimana bisa pihak sponsor dari pemerintah tiba-tiba membatalkan kerja sama dengan hotel kita?” Tanya Zevanya. “Saya juga tidak mengerti Bu Zevanya. Mereka langsung menghubungi dan membatalkan kerjasama tanpa menjelaskan alasan apapun,” jawab General Manager bernama Pak Robi. Zevanya menghela nafas berat sambil memijat pelipisnya. Kepalanya terasa benar-benar mau pecah saat ini menghadapi masalah yang entah bagaimana bisa terjadi. “Kita sudah melakukan persiapan selama satu tahun untuk proyek besar ini, bahkan hotel kita sudah menghabiskan dana milyaran rupiah untuk meningkatkan kualitas hotel. Bagaimana bisa pihak sponsor tiba-tiba membatalkan begitu saja?” tanya salah satu Ketua Divisi dari bagian Front Office. “Pihak sponsor yang membatalkan hanya mengatakan kalau mereka merasa ada hotel lain yang lebih layak untuk kunjungan Royal Family Inggris dibandingkan hotel kita, maka dari itu mereka memilih membatalkan kerja sama dengan kita,” jawab seorang wanita muda yang adalah Asisten General Manager. “Apa kamu sudah mencoba untuk menghubungi lagi pihak sponsor?” Tanya Zevanya memastikan. Wanita muda tersebut memberikan anggukan beberapa kali sebagai jawaban. “Saya sudah mencoba untuk menghubungi lagi mereka beberapa kali, tapi mereka menolak untuk bicara lebih jauh. Mereka hanya mengatakan akan segera membayar pinalti untuk pembatalan kerja sama ini,” jelasnya. Semua orang di dalam ruangan tersebut menghela nafas berat mendengar penjelasan dari Asisten General Manager. “Biaya pinalti sama sekali nggak bisa menutup biaya yang sudah kita keluarkan untuk persiapan selama satu tahun ini Bu Zevanya. Hotel kita saat ini mengalami kerugian milyaran rupiah, dan tentu saja itu akan menimbulkan krisis yang besar,” ujar Pak Robi selaku General Manager. “Apa yang harus kita lakukan sekarang Bu Zevanya? Jika seperti ini, akan kesulitan bagi kita untuk mengelola keuangan di tahun depan untuk menunjang kegiatan operasional hotel,” ujar Ketua Tim Divisi Keuangan. Kepala Zevanya rasanya benar-benar mau pecah setiap kali mendengar perkataan semua karyawannya saat ini. Otaknya serasa buntu dan tidak bisa berpikir saat ini. “Untuk langkah selanjutnya saya coba pikirkan dulu. Kalian lanjutkan pekerjaan kalian seperti biasa dan jangan sampai terganggu hanya karena masalah ini,” perintah zevanya. “Tapi Bu Ze….” Pak Robi langsung menghentikan perkataannya saat Zevanya menatapnya penuh peringatan. “Masalah ini biar saya yang pikirkan cara untuk mengatasinya, yang perlu anda lakukan hanya bekerja seperti biasanya. Besok kita bertemu lagi di ruang meeting dan membicarakan langkah kedepannya," ujar Zevanya dengan nada tegas. “Baik Bu Zevanya,” jawab serentak semua orang yang ada di dalam ruangan tersebut. ***** Ruangan meeting sudah sepi saat ini, hanya tersisa Zevanya dan Karlina di sana sedangkan orang-orang yang lain sudah kembali melakukan pekerjaan mereka masing-masing. “Bu Zevanya, apa anda baik-baik saja?” tanya Karlina dengan nada cemas. Ia tentu saja mengkhawatirkan Zevanya yang sedari tadi terus saja memijat kepalanya. Zevanya memberikan gelengan pada sekretarisnya itu. “Saya nggak pa pa Karlina, hanya sedikit pusing,” jawabnya. “Apa mau diperiksa ke dokter Bu, atau saya belikan obat?” Tanya Karlina menawarkan. Zevanya kembali memberikan gelengan. “Nggak perlu, pusingnya nggak terlalu parah,” tolak Zevanya. Ia kemudian segera berdiri perlahan. “Sebaiknya kita kembali ke ruangan sekarang.” Zevanya berjalan dengan langkah pelan menuju ke arah pintu. Begitu keluar dari ruang meeting, kedua wanita itu dikejutkan dengan kehadiran Daniel yang ada di luar ruangan meeting. “Tuan Endiwarma meminta anda untuk menemuinya sekarang juga,” ujar Daniel. Zevanya menghembuskan nafas berat mendengar nama Papanya disebut. Ia kemudian menatap ke arah Daniel. “Siapkan mobil sekarang. Saya mau ambil sesuatu dulu di ruangan saya, setelah itu saya langsung ke lobby.” Setelah mengatakan hal itu, Zevanya berjalan dengan langkah pelan menuju ke arah ruang kerjanya. Melihat pungugung Zevanya yang bergerak menjauh membuat Karlina menatap sedih pada atasannya itu. “Kasihan Bu Zevanya, dia pasti akan dimarahi habis-habisan oleh Tuan Endiwarma,” gumam Karlina. Perkataan wanita di sampingnya ini membuat Daniel langsung tertawa kecil. “Bukannya dia sering memarahi orang lain. Biarkan saja dia merasakan bagaimana rasanya dimarahi, agar dia tidak perlu semena-mena dengan orang lain lagi,” ujar Daniel dengan nada santai. Mendengar kalimat yang dilontarkan Daniel membuat Karlina langsung menatap marah pada pria itu. “Jangan mengatakan hal sembarangan jika kamu tidak mengenal Bu Zevanya dengan baik. Tidak semua yang kamu lihat itu adalah sebuah kebenaran.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN