Bab 19

1176 Kata
Seorang pria terlihat turun dari mobil yang berhenti di depan sebuah gedung berlantai dua puluh. Sambil berjalan masuk ke dalam gedung tersebut, ia melemparkan kunci mobilnya kepada penjaga untuk diparkirkan di area basement. Begitu pria tersebut masuk ke dalam gedung, seseorang terlihat berlari menghampirinya dan menunduk hormat padanya. “Pak Anwar. Saat ini Tuan Alviano sedang menunggu anda di ruangannya.” “Tuan Alviano datang ke kantor?” Tanya pria bernama Anwar itu. Pria tersebut adalah Anwar Harwani yang adalah sekretaris dan orang kepercayaan dari Alviano Andaran yang merupakan Direktur Andaran Corps. Sebuah perusahaan pasar modal terbesar yang berpusat di Singapura dan sudah berinvestasi di berbagai perusahaan-perusahaan besar di berbagai negara. Selain bergerak di bidang bisnis investasi, perusahaan Andaran Corps juga memiliki bisnis lainnya seperti kapal pesiar dan maskapai penerbangan. Anwar Harwani segera melangkah cepat menuju lift diikuti oleh asistennya yang melaporkan tentang kedatangan dari atasan mereka itu. Tidak butuh waktu lama hingga lift yang mereka naiki itu berhenti di lantai paing atas dari gedung tersebut. Kedua pria itu segera keluar dari lift dan berjalan menuju pintu besar yang berada di ujung ruangan yang ada di lantai tersebut. Begitu Anwar sampai di depan pintu, ia segera meraih gagang pintu tersebut lalu membukanya perlahan. Di dalam ruangan yang besar tersebut terlihat seorang pria yang sedang duduk di kursi besar di belakang meja kerjanya, tatapannya saat ini sedang fokus menatap layar komputer miliknya. “Selamat Pagi Tuan Alviano,” sapa Anwar sambil menunduk hormat seteah dirinya sudah berdiri di depan meja kerja atasannya itu. Pria yang di panggil Tuan Alviano itu segera mengalihkan pandangannya menatap dua pria yang berdiri di depan meja kerjanya saat ini. “Kapan lagi jadwal pertemuan kalian dengan CEO Gadi’s Hotel?” Asisten Anwar yang berdiri di sampingnya segera membuka ipad miliknya. “Kalau tidak salah jadwal pertemuan berikutnya sekitar dua hari lagi,” jawab Asisten Anwar yang bernama Riko. Saat ini ia sedang berusaha mencari solusi untuk mengatasi krisis di hotelnya. Tanpa mempedulikan kondisinya yang sedang sakit, ia pasti akan tetap memaksakan diri untuk datang ke pertemuan tersebut. “Segera hubungi pihak mereka dan minta perubahan jadwal. Bilang saja kita masih ada urusan sehingga jadwal pertemuan tersebut harus diundur satu minggu lagi. Berikan jadwal pasti pada mereka agar mereka tidak merasa panik dan berpikir kita tidak akan mempertimbangkan investasi di hotel mereka.” Anwar dan Riko mengerutkan alisnya karena kebingungan dengan perintah atasannya tersebut. “Kenapa harus diundur Tuan?” Tanya Anwar. “Lakukan saja sesuai perintah saya tanpa banyak bertanya.” Bentakan tersebut tentu saja membuat kedua pria tersebut sedikit terkejut. Mereka akhirnya serentak memberikan anggukan pada atasan mereka. Di tengah pembicaraan tersebut, suara dering ponsel menginterupsi tiga pria di dalam ruangan itu. Anwar yang menyadari bahwa ponsel yang berdering adalah miliknya segera mengeluarkan benda pipih tersebut dari saku celananya. “Tuan Alviano, yang menelpon saya saat ini adalah Nyonya Yasinta,’ ujar Anwar melaporkan pada atasannya itu. Pria bernama Alviano itu langsung menghembuskan nafas berat kemudian mengulurkan tangannya ke depan. Mengerti dengan maksud uluran tangan atasannya itu, Anwar segera memberikan ponselnya setelah menekan tombol hijau. “ALVIANO DANIEL ANDARAN.” Pria bernama Alviano tersebut tentu saja langsung menjauhkan ponsel dari telinganya karena suara keras dari sebernag telepon yang meneriaki namanya itu dan membuat telinganya berdengung. “Ma, bisa pelan nggak sih panggilnya,” pintah Alviano. “Ya siapa suruh kamu nggak pernah angkat telepon Mama selama di Indonesia,” gerutu wanita yang bersuara dari seberang telepon tersebut. “Iya,iya Maaf Nyonya Yasinta Andaran,” ucap Alviano mengalah. Alviano bisa mendengar suara dengusan dari sebrang telepon yang menandakan bahwa orang yang bicara dengannya saat ini sedang kesal. “Kamu alesan ke Indonesia mau nengok makam orangtua kandung kamu, tapi kenapa lama banget sih?” “Ma, aku pulang ke Indonesia untuk urusan pekerjaan dan sekalian ngunjungin makam orangtua kandungku jadi wajar kalau lama,” ujarnya menjelaskan. “selain itu, aku juga punya urusan dengan kawan lama dari Papaku,” lanjutnya. “Kamu tuh jangan terlalu mikirin kerjaan bisa nggak sih? Kalau kamu kerja terus, kapan Mama dapet mantunya?” Pertanyaan yang diajukan Mamanya itu tentu saja membuat Alviano langsung memijat dahinya karena kepalanya yang tiba-tiba terasa begitu pusing. “Udah dulu ya Ma, aku masih ada kerjaan lain yang ahrus diurus.” “Mama belum se…..” Alviano langsung menutup panggilan telepon tersebut tanpa menunggu perkataan Mamanya selesai. Ponsel yang ada di tangannya itu langsung ia lempar ke arah Anwar yang tentu saja langsung di tangkap cepat oleh pria itu. “Kalian boleh keluar sekarang,” perintah Alviano. Kedua pria tersebut langsung memberikan anggukan bersama. “Baik Pak,” ucap mereka serentak. Begitu kedua pria tersebut keluar dari ruangan dan meninggalkan Alviano sendiri, pintu ruangan kembali terbuka dan seseorang masuk ke dalam ruangannya. “Ternyata benar kamu ada di kantor saat ini,” ucap seseorang yang baru saja masuk ke dalam ruangan tersebut. Alviano yang awal mulanya duduk di kursinya segera bangun dan berjalan ke arah tengah ruang kerjanya dimana ada sebuah sofa di sana. Ia langsung duduk di salah satu sofa sambil menatap pria yang baru masuk ke ruanganya dan ikut duduk di depannya. “Aku nggak mau basa-basi saat ini Om. Sekarang jelaskan, kenapa Om nggak menceritkan soal kondisi Zevanya padaku?” Pria yang duduk di hadapan Alviano nampak heran mendengar pertanyaan tersebut. “Om hanya merasa itu bukan hal yang penting untuk diceritakan pada kamu,” jawabnya dengan nada santai. “Om Arseno” panggil Alviano sekali lagi dengan nada penuh penekanan sambil menatap kesal pada pria di hadapannya ini. “Jelas-jelas Om tahu bahwa selama ini Zevanya dan Mamanya disiksa oleh Endiwarma. Harusnya hal sebesar ini Om beritahukan juga ke aku.” Pria yang ada di hadapan Alviano saat ini memang adalah Arseno asisten pribadi dari Endiwarma Gadi. Namun, ia bukan hanya sekedar seorang asisten. Ia sebenarnya adalah adik kandung dari Mama Alviano yang bekerja pada Endiwarma untuk mengawasi pria itu dan mencari cela bagi mereka untuk menghancurkannya demi balas dendam mereka. “Apa yang terjadi pada istri dan putri Endiwarma sama sekali bukan urusan kita Alviano. Satu-satunya tujuan kita hanyalah menghancurkan Endiwarma Gadi sampai ke akar-akarnya.” “Aku memang mengharapkan kehancuran Endiwarma Om. Tapi, aku nggak bisa diam saja melihat ada orang lain yang juga ditindas oleh pria brengs*k itu.” Arseno menatap penuh curiga pada keponakannya itu. “Baru sebentar menyamar sebagai bodyguard wanita itu, kenapa kamu sudah memiliki rasa peduli padanya?” “Mungkin Om lupa kalau aku sudah mengenal Zevanya dari dua puluh tahun yang lalu.” Arseno tertawa kecil mendengar ucapan Alviano. “Itu hanyalah hubungan pertemanan masa kanak-kanak yang tidak penting Alviano. Jangan jadikan perasaan lama sebagai hambatan untuk rencana balas dendam kita.” Alviano memberikan gelengan. “Aku nggak akan menjadikan apapun sebagai penghambat rencana balas dendam kita Om. Tapi aku juga nggak akan membiarkan orang yang tidak bersalah terseret dalam rencana balas dendam kita ini,” ujarnya penuh tekad. Arseno mengangguk paham. “Semuanya terserah pada kamu Alviano. Yang terpenting bagi Om hanyalah kehancuran Endiwarma Gadi. Soal bagaimana kamu akan bertindak terhadap istri dan putrinya, itu urusan kamu.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN