Mencari Informasi

1071 Kata
Bara datang tergesa-gesa ingin mengetahui siapa wanita yang tengah menunggu di dalam ruangannya. "Pak, wanita itu ada di dal …. " Bella belum sempat menyudahi ucapannya karena Bara langsung masuk ke dalam. "Bara, akhirnya kamu datang juga." Seorang wanita yang terlihat lebih tua darinya memeluk Bara yang baru saja melangkahkan kaki ke dalam ruangan. "Kapan kamu kembali ke Indonesia? Bukannya kamu sedang melakukan perjalanan bisnis ke Jepang?" tanya Bara membulatkan kedua matanya lebar. "Kenapa kamu terlihat panik begitu? Kamu takut aku mengambil alih perusahaan ini?" Ayana terkekeh memperhatikan raut wajah Bara yang terlihat tidak suka dengan kedatangannya. "Aku sudah menjalankan perusahaan Papa dengan sebaik mungkin. Tidak mungkin aku takut kehilangan perusahaan ini. Aku yakin Papa tahu mana yang lebih berkompeten dalam menjalankan perusahaan dan mana yang tidak." Bara menarik kursi kebanggaan lalu duduk, meletakkan kedua tangan di atas meja. "Ya, kamu benar. Jadi untuk apa kamu takut? Kecuali kamu sudah melakukan kesalahan yang bisa mengancam nama baik perusahaan." Ayana tertawa kecil. Seringai sinis terlukis di wajah Bara setelah mendengar ucapan dari sang kakak. Untuk menutupi rasa gugupnya, dia mengambil air mineral di atas meja lalu menenggaknya hingga tandas. Dia menatap Ayana dengan tatapan tajam. Ingatan tentang wanita semalam kembali terlintas. Dia curiga wanita itu adalah orang suruhan kakaknya sendiri. Dia dan kakaknya tirinya memang tidak pernah akur, mereka sedang bersaing untuk memperebutkan perusahaan warisan dari keluarga Albian. Walau ayahnya sudah mempercayakan perusahaan BarTex sepenuhnya pada Bara. Akan tetapi, Ayana bisa merebutnya jika Bara memiliki skandal besar. "Aku yakin kamu mengerti dengan ucapanku tadi. Berhati-hatilah Bara, mata yang mengawasimu ada di mana-mana!" desis Ayana lalu keluar dari dalam ruang kerja adiknya. Bara melempar bingkai foto hingga kacanya pecah berserakan di atas lantai. "b******k! Aku tidak akan membiarkan wanita jal-ang sepertimu menguasai perusahaan Papa!" Bara mengambil ponsel yang berada di depannya kemudian menghubungi Joan orang kepercayaannya yang tengah mencari keberadaan Valery. "Cepat temukan wanita itu! Seret dia ke hadapanku!" titah Bara. "Baik Tuan." *** Selesai melakukan pemotretan untuk sebuah Majalah Anak Muda. Valery bergegas meninggalkan studio foto untuk kembali ke hotel Gemilang. Mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga perjalanan panjang berakhir dengan cepat. Valery tidak mempedulikan mobilnya yang terparkir di sembarang tempat. Dia tidak memiliki waktu untuk menata mobil. Pikirannya kacau, gelisah dan takut karena karirnya sedang terancam. Valery tidak ingin karirnya meredup kalau sampai lelaki semalam mengatakan pada Media, mereka berdua pernah tidur bersama. Dia harus membungkam mulut lelaki itu. Valery mulai sedikit mengingat kalau semalam dia salah memasuki kamar. Nomor pintu kamar yang harusnya dia masuki semalam, adalah 221. Sedangkan dia masuk ke kamar 212. Dia memang sedang mabuk berat dan tidak melihat dengan jelas nomor kamar yang berada di depan pintu. Valery tiba di depan resepsionis hotel lalu mulai bertanya, "Saya ingin tahu siapa orang yang menyewa kamar nomor 212. Semalam saya salah masuk kamar." Valery berbisik sambil mengawasi sekitar. Resepsionis tersebut saling memandang dengan teman di sampingnya. "Tolong cepat katakan! Saya sedang menunggu jawaban dari kalian!" ketus Valery. "Maaf tapi kami tidak bisa memberikan informasi tentang tamu yang datang ke Hotel ini, karena menyangkut privasi." Resepsionis tersenyum ramah. "Saya hanya ingin tahu lelaki yang berada di kamar itu siapa? Dia orang mana? Indonesia? Jepang? Belanda? Jerman?" Valery mulai emosi. "Sekali lagi maaf, tapi kami memang tidak bisa memberitahu informasi tentang tamu Hotel, karena semua sudah menjadi peraturan di Hotel kami. Kami tidak bisa melanggar peraturan itu. Kami hanya menjalankan tugas." Resepsionis masih bersikap ramah. Walau Valery mulai meninggikan suaranya. Valery membuang napas kasar, meniup poni yang menutupi kening lalu kembali berkata, "Katakan siapa Staff Hotel yang berjaga semalam? Dia yang mengantar saya ke depan pintu kamar. Dan saya salah memasuki kamar." "Staff itu belum datang. Dia bertugas di malam hari." Resepsionis meninggalkan Valery begitu saja, justru menyambut tamu yang baru datang. Valery mendengus lalu menghentakkan kakinya meninggalkan Hotel. Dia tidak tahu bagaimana nasibnya setelah ini. Mengapa sangat sulit mendapatkan informasi tentang lelaki itu? Valery memutuskan kembali ke rumahnya dengan perasaan kecewa. "Kalau sampai dia berani membongkar skandal itu. Aku akan melenyapkannya!" desis Valery mengepalkan tinjuanya ke samping. Sekarang dia tidak tahu harus bagaimana, mencari informasi tentang laki-laki itu di mana lagi. Hanya bisa pasrah dengan nasib ke depan. *** Tiba di rumah. "Kamu kenapa Val? Sakit?" tanya Aneke calon ibu tirinya. Dia menyambut kedatangan Valery di depan pintu rumah mewah Albert-ayah dari Valery. "Bukan urusan Tante!" jawab Valery ketus. "Valery jaga bicaramu! Kamu harus sopan sama calon Mamamu!" bentak Albert yang melihat kelakuan anak semata wayangnya. Valery mendengus kesal saat melihat ayahnya menatap tajam sambil berkacak pinggang. "Mamaku hanya ada satu!" desis Valery lalu berjalan meninggalkan Aneke dan Albert menuju kamar. "Sabar Mas, mungkin Valery belum siap menerima kehadiranku di tengah keluarga ini," ucap Aneke menenangkan calon suaminya. "Mau sampai kapan dia terus bersikap seperti itu? Dia sudah dewasa, harusnya dia mengerti kalau ibunya sudah tidak bisa diharapkan lagi. Aku juga butuh kebahagiaan, tidak mungkin terus menunggu orang sakit." Aneke mengulum senyuman lalu membawa Albert ke sofa panjang di ruang keluarga. Di dalam kamar. Valery tengah menangisi penderitaannya hidup di tengah keluarga toxic. Memiliki ayah toxic yang membuatnya muak dan ingin secepatnya keluar dari dalam rumah. Namun, dia tidak bisa meninggalkan ibunya yang sakit Stroke dan hanya bisa terbaring lemah di atas tempat tidur. Valery semakin bertekad untuk mengejar mimpinya menjadi seorang Model papan atas agar bisa memiliki kehidupan layak tanpa uang dari ayahnya. Dia juga ingin membawa ibunya keluar dari dalam Neraka dunia yang berisi iblish wanita dan laki-laki yang sama sekali tidak memiliki perasaan. "Kuatkan dirimu, Valery. Mama tidak apa-apa kok. Mama sudah iklhas kalau Papamu menikah lagi," ucap Ganie pada anaknya yang tengah menangis terisak. "Semua laki-laki sama saja. Mereka hanya bisa menyakiti perasaan perempuan. Bisa-bisanya Papa membawa selingkuhannya ke rumah ini," isak Valery. "Papamu memang sudah lama ingin menceraikan Mama. Kamu lihat sendiri keadaan Mama? Papamu pasti sudah lelah mengurus istri yang sakit-sakitan seperti Mama." Ganie terlihat tegar berbeda dengan Valery yang diselimuti amarah dan kesedihan. Valery mengambil jemari tangan ibunya yang keriput lalu menempelkan di pipi. Ia mencium punggung tangan Ganie sambil terus menangis. "Aku berjanji aku akan membahagiakan Mama. Aku akan membawa Mama keluar dari rumah ini. Kita bisa hidup bahagia. Hanya berdua di rumah yang lebih mewah lagi dari ini." Valery mencoba tersenyum. "Mama selalu mendoakan yang terbaik untuk hidupmu, Sayang. Jangan pikirkan Mama. Kamu harus bahagia, carilah pasangan yang bisa menerimamu dan membawamu pergi dari rumah ini." "Aku belum akan menikah. Aku ingin sukses dan membawa Mama ikut bersamaku!" geleng Valery.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN