Salah Kamar

1055 Kata
"Jadi aman ya, Dok?" Valery menghela nafas lega saat dokter sudah memeriksa bagian inti tubuhnya. Walau sedikit lecet karena Bara menekan bagian bawah miliknya secara paksa. "Aman, tidak ada masalah. Hal itu biasa terjadi saat baru pertama kali melakukannya. Pasien yang datang ke sini rata-rata mengeluhkan permasalahan yang sama, karena suaminya tidak sabaran ingin secepatnya memecah selaput dara pengantin wanita. Kemungkinan suami Anda juga seperti itu," jelas dokter sambil tersenyum ramah. DEG! Suami apanya? Kenal juga tidak. Valery menggerutu dalam hati. "Baik Dok, terima kasih banyak atas penjelasannya." Valery berdiri dari tempat duduk lalu menyalami sang dokter. "Kalau ada keluhan lagi, silakan datang ke sini. Jangan lupa ajak suaminya." Valery tersenyum kecut, tidak tahu apa maksud dokter mengatakan hal itu. Yang jelas, mendengar ucapan barusan membuat Valery ingin memuntahkan isi perut. Bagaimanapun mungkin dia membawa lelaki sewaan itu untuk menemaninya datang ke rumah sakit? Bisa habis reputasinya sebagai seorang Model pendatang baru. Valery memang sedang meniti karir di dunia Modeling. Bentuk tubuhnya bagus, wajahnya cantik, senyumnya menawan, dia yakin bisa mewujudkan mimpi menjadi Model terkenal. Namun, karena kekecewaannya pada Jarvis membuat kewarasannya hilang. Hingga dia memilih melawati malam panas dengan lelaki sewaan. Valery melangkah menuju parkiran lalu langkah kakinya terhenti saat mendengar suara ponsel berdering. Satu panggilan dari sahabatnya-Raline. "Ya, ada apa?" tanya Valery lesu sambil membuka pintu mobil lalu masuk ke dalam. AC sudah menyala full, tetapi perasaan panas membakar kulitnya. Valery memandangi wajahnya yang berantakan di cermin. "Astaga!" teriaknya saat melihat ada bekas merah yang ditinggalkan Bara di bagian leher. "Kamu kenapa? Ngeliat setan?" tanya Raline di dalam sambungan telepon. "Tidak, tidak ada apa-apa. Kenapa kamu menelpon?" tanya Valery gugup. Dia masih sibuk memperhatikan sisa-sisa bercinta dengan Bara. "Semalam kamu ke mana? Kamu tahu tidak kalau Gigolo yang aku sewa untuk menemanimu semalam. Dia menghubungiku, katanya kamu tidak datang ke kamarnya. Lalu dia meminta ganti rugi karena waktunya terbuang sia-sia. Aku terpaksa menggunakan uang tabunganku untuk membayar lelaki itu," cecar Raline kesal. Valery terhenyak. Baru saja dia terkejut karena melihat bekas merah di leher dan sekarang apalagi? Ternyata dia … salah kamar? Valery menelan saliva untuk membasahi tenggorokan yang tiba-tiba mengering. "Val! Valery! Heh! Kok diem sih? Cepat jawab! Semalam kamu jadi atau tidak menggunakan jasa Gigolo itu?" tanya Raline. "Sebenarnya tidak masalah kalau memang kamu tidak jadi memakai jasanya, justru bagus. Tapi kamu harus mengganti uangku!" Valery tidak dapat mengeluarkan suara karena tenggorokannya tercekat, tidak dapat menjawab pertanyaan Raline tadi. Otaknya bergelut dengan perasaan takut. Kalau memang lelaki semalam bukan lelaki sewaan. Itu artinya ... dia salah orang? Lalu siapa lelaki yang tidur dengannya? "Valery!" Raline berteriak kencang, seketika membuyarkan lamunan Valery. "I-iya. I-itu. A-anu. Nanti aku ganti uang yang kamu keluarkan," jawab Valery terbata-bata. "Jadi bener kamu tidak memakai jasa lelaki sewaan itu. Syukurlah, artinya kamu masih waras." Raline menghela nafas lega. Dia adalah sahabat terdekat Valery. Dia juga yang membantu Valery memesan Gigolo via aplikasi online, karena Valery tidak tahu menahu tentang dunia malam. "I-iya, u-udah dulu ya, Ra. Aku lagi di jalan. Bye." Valery mengakhiri telepon lalu melempar ponsel ke jok di samping. Ia mengusap wajah dengan kedua tangan, mencoba untuk mengingat lelaki yang tidur dengannya semalam. Walau sepertinya lelaki itu tampan, tetap saja lelaki itu akan menjadi bumerang untuk karirnya. "Bagaimana kalau dia lebih parah dari seorang Gigolo? Dia Wartawan? Tuna wisma? Atau suami orang? Mampus! Bisa hancur karirku," gumam Valery lalu melajukan mobil dengan kecepatan penuh. Dia tidak akan membiarkan lelaki itu memanfaatkan dirinya lalu menghancurkan mimpinya untuk menjadi Super Model. *** Bara keluar dari dalam kamar mandi setelah membersihkan tubuhnya. Rambut hitam alami yang basah ia keringkan dengan handuk kecil. Wajahnya kembali fresh, terlihat tampan nyaris sempurna. Lalu, pandang matanya tertuju pada bercak merah di atas seprai, "Jadi wanita semalam masih perawan?" gumamnya seraya memakai pakaian satu persatu. "Persetan dengan statusnya! Perawan atau bukan, dia tetaplah bumerang bagi karir dan hubunganku dengan Eleryn," umpat Bara lalu melempar handuk ke atas tempat tidur. Bara bergegas menuju resepsionis untuk mengecek CCTV di depan kamar hotel, ingin secepatnya mendapatkan informasi tentang wanita semalam. Setelah sampai di depan resepsionis. Dia mengembalikan kunci kamar kepada resepsionis hotel tersebut. "Saya ingin mengecek CCTV di depan pintu kamar nomor 212," pinta Bara dengan suara pelan. "Maaf tapi pengecekan CCTV hanya bisa dilakukan kalau ada masalah dengan kenyamanan hotel. Kami tidak bisa melakukan pengecekan tanpa alasan. Kalau boleh tahu, apa yang terjadi di kamar Anda?" Bara terdiam sambil memijat keningnya. Ingin mengatakan apa? Kehilangan barang? Tidak mungkin. Dia justru mendapatkan uang dengan jumlah yang lumayan besar. "Saya … saya hanya ingin mengecek apa mungkin saya salah kamar, karena semalam ada seseora …." Bara menggantung ucapannya saat melihat ada seorang lelaki tinggi besar berdiri di samping. Bara menutupi setengah wajahnya dengan telapak tangan lebar. Lelaki yang berdiri di sebelahnya adalah CEO di perusahaan ALBA saingan perusahaan ayahnya. Tidak mungkin dia membongkar aibnya sendiri di depan saingan bisnis terberat. "Ingin mengecek apa, Tuan?" tanya resepsionis hotel. "Ah, tidak. Terima kasih untuk pelayanan hotelnya. Saya sangat puas." Bara menyudahi interogasinya lalu berjalan keluar menuju parkiran. Nyaris saja dia membongkar kesalahan satu malam itu di depan lelaki tadi, yang sepertinya sedang liburan besama keluarga. Bara terlihat gelisah, belum bisa tenang sebelum berhasil membungkam mulut wanita yang semalam tidur dengannya. Dia takut wanita semalam adalah orang suruhan yang ingin menghancurkan karirnya. Semalam ia memang mabuk berat setelah menghadiri pesta ulang tahun temannya. Dia memutuskan untuk menginap di hotel karena tidak ingin membuat ibunya khawatir dengan keadaannya yang kacau. Namun, dia tidak merasa menyewa wanita untuk menemaninya. Kejadian semalam benar-benar menguras otak membuat pikirannya kacau, dan fokusnya hilang. Emosinya sudah memenuhi rongga d**a, membuat nafas terasa sesak. Ingin secepatnya menyudahi teka-teki ini. Wanita semalam adalah bumerang yang harus segera disingkirkan. Tiba-tiba, suara deringan ponsel memecah keheningan di dalam mobil. Ia menerima telepon dari Bella-sekretarisnya yang baru satu bulan bekerja di perusahaan BarTex. "Pak, ada seorang wanita yang ingin menemui Anda. Saya sudah memintanya untuk menunggu, tapi dia memaksa ingin menunggu di ruangan Anda." "Menunggu di ruangan? Kamu gila? Siapa wanita itu? Hah!" bentak Bara. Wajahnya memerah karena emosi. Dia takut yang datang ke kantor adalah wanita semalam. "Maaf Pak, tapi wanita itu terus memaksa ingin menunggu di dalam. Dia bilang dia adalah …. " Telepon terputus karena Bara lupa mengisi daya ponselnya. "Breng-sek! Jadi benar wanita semalam adalah orang suruhan? Kalian salah kalau ingin berurusan denganku!" desis Bara mengepalkan tinjuan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN