Merindukan Masa Lalu

2877 Kata
Di sebuah taman Mikaela tengah mengawasi Selena yang sedang bermain di bak pasir sambil membuat karya dari pasir tersebut. Dia memutuskan untuk tidak ke kampus karena hari ini kepalanya sakit memikirkan masalahnya. Ya, tentu saja memikirkan tentang kembalinya Michelle. Dia bukan mencintai Marcel, tapi dia memikirkan Selena. ‘Apa mungkin Selena bisa hidup berjauhan dari pria itu? Melihat kedekatan mereka beberapa hari ini saja, aku sudah tidak tega memisahkannya. Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan?’, pikir Mikaela. “Sendirian aja, mbak”, seorang pria paruh baya membuyarkan lamunan Mikaela. “Kok melamun? Suaminya selingkuh ya,mbak? Sini, sama saya aja, kalo saya sih gak bakalan nyakitin cewek secantik kamu”, ucap preman itu lagi. “Pergi, saya tidak mau diganggu”, ucap Michelle tak acuh. “Cantik-cantik sombong banget sih!”, pria itu dengan kurang ajarnya mulai mencolek bahu Mikaela. Karena emosi, Mikaela langsung memiting tangan pria itu dan menedangnya. “Saya bilang saya tidak mau diganggu!”, teriak Mikaela emosi. Sebenarnya, Mikaela cukup jago silat. Dia runner up pemenang se-kecamatan waktu SMP. “Sombong amat! Lihat nih anakmu!”, sang pria dengan kurang ajarnya menarik tangan Selena sebagai ancaman. “Mama!!!”, Selena berteriak takut. “Beraninya kamu sentuh anak saya!”, Mikaela marah dan mencoba menghajar pria itu tapi, sialnya dia tak bisa menendang pria itu karena jaraknya agak jauh dan roknya span. Melihat kesempatan itu, pria kurang ajar itu menjegel kaki MIkaela dan membuatnya jatuh. “Makanya jangan sombong! Gimana kalo aku cium kamu baru aku lepasin anakmu? Cuma sekali kok”, tawarnya kurang ajar. “Lepas! Tolong!!”, teriak Mikaela saat pria itu menahan tangannya. Tubuh Mikaela tak berdaya, karena teringat kejadian yang membuatnya trauma. Ya, peristiwa saat Marcel dulu tanpa sengaja memerkosanya. “Mama!! Tolong!!! Huhuhuu”, tangis Selena meminta tolong. BUAGHH! Seorang pria menendang pria itu dan menghajarnya. Tak lama, banyak orang datang menggebuki pria kurang ajar itu. Pria itu membantu Mikaela berdiri dan berusaha menenangkan Selena. “Ssshh…tenang ya sayang, mama sudah gak apa-apa”, hibur pria itu dengan nada lembut dan menenangkan hingga tangisan Selena terhenti. “Maacih om”, Selena berterima kasih pada pria itu. “Willy? Kenapa kamu disini? By the way, thanks ya”, Mikaela berterima kasih pada Willy yang sudah menolongnya. “Sama-sama, aku disini kebetulan aja kok. Cassie. Aku gak ada jadwal dikampus hari ini. Dan aku suka taman dari dulu. Kalau kamu ingat”, Jawab Willy dibalas senyuman manis oleh oleh Mikaela. “ Oh iya, dari dulu tiap nge-date kita ke taman melulu ya. Kamu suka ruang terbuka, pemandangan indah dan anak-anak”, balas Mikaela teringat masa lalu. Selena kembali berlari dan bermain dengan anak-anak lainnya yang bermain ayunan. “Hati-hati sayang”, tegur Mikaela. “Gak apa, biar saya yang jaga”, Willy menyusul Selena dan bermain bersamanya. Setelah bermain-main, Selena pun tidur di pelukan Willy. “Makasih ya udah nemenin kita.”, Mikaela berterima kasih lagi pada Willy. “Sama-sama”, balas Willy dengan lembut. “Kamu ingat gak waktu dulu, kamu suka main sama anak-anak di taman dekat panti asuhan. Kamu selalu kesana tiap minggu dan ajak aku. Anak-anak sayang banget sama kamu, sampai ada seorang gadis kecil gak mau kamu deket-deket sama aku. Dia selalu bilang, ‘Don’t touch him! William is my boyfriend!’. Hihihi…aku kesel banget lho waktu itu”, cerita Mikaela mengenang masa lalu. “Jangan-jangan kesalnya sampai sekarang”, balas Willy iseng. “Apaan sih? Ya enggaklah, lagian cuma anak-anak kok cemburu”, Mikaela memasang wajah cemberutnya karena keisengan Willy. “Ternyata masih banyak yang kamu ingat tentang kita. Aku pikir kamu udah benar-benar melupakan aku setelah menikah”, ucap Willy sambil menatap lembut Mikaela. “Gak ada sedikit pun yang aku lupain tentang kamu, Wil. I never forgetting about you”, kata Mikaela membalas tatapan Willy. Tiba-tiba handphone Mikaela bordering. Ternyata, ada pesan dari Marcel yang menanyakan keberadaan mereka. Mikaela langsung saja kasih tahu lokasi tanpa basa-basi. “Suami kamu?”, tanya Willy. “Yes! Papanya Selena”, jawab Mikaela. “Masih suka Vanilla Ice cream?”, tanya Willy dibalas anggukan oleh Mikaela. Willy pun membeli es krim kesukaan Mikaela dan es krimnya sendiri. Sementara Selena terus berada dalam gendongan Willy. “Selena berat lho, kamu capek nanti”, ucap Mikaela khawatir karena dari tadi Willy terus menggendong putrinya sambil jalan-jalan di sekitar taman. “Enggak kok. Dia ringan, sudah makan saja es krimnya itu berantakan dibibirmu”, balas Willy sambil membersihkan es krim di wajah Mikaela. “Thanks Wil”, Mikaela berterima kasih. “No problem, Cassie”, jawab Willy tersenyum. Kalau orang sekitar melihat, mereka bagaikan keluarga bahagia. ‘Aku sangat rindu saat-saat seperti ini bersamamu, Wil. Tapi, aku sadar, semuanya gak bakal sama kayak dulu lagi. Seandainya, ada kesempatan bebas dari pernikahan ini tanpa menyakiti Selena, aku akan langsung mengambilmya tanpa ragu dan lari ke arahmu. Tapi, sepertinya kamu mudah mendekati Selena. Apa mungkin aku harus mengakhiri semuanya sekarang?’, Mikaela bimbang dalam hatinya. “Mikaela!”, panggil seseorang mengalihkan atensi Mikaela dan Willy. Merekapun berbalik dan melihat Marcel yang berjalan menuju mereka. “Maaf, ini bukan seperti yang anda pikirkan. Saya dan Cassie, eum…Mikaela hanya teman lalu sefakultas dulu”, jelas Willy merasa tidak enak kepada pria yang dia tebak adalah suami Mikaela. Marcel mengambil Selena dari pelukan Willy. “Bukan masalah, ayo pulang. Tadi saya menjemputmu di kampus untuk janji makan siang. Tapi sepertinya, kalian sudah makan siang ya”, ucap Marcel dengan nada dingin. “Iya, tadi Willy belikan makanan untuk kita dan kita makan ditaman. Oh iya Wil, thanks for all. See you again”, jawab Mikaela sambil pamit ke Willy. Willy hanya tersenyum melihat kepergian Mikaela bersama Marcel, ya walaupun sebenarnya hatinya sakit. Tapi, perubahan wajah Mikaela tak luput dari perhatiannya. Dia bisa lihat wajah Mikaela yang tadinya ceria langsung muram saat kedatangan Marcel. “Cassie, apa kamu benar-benar bahagia?”, gumam Willy pada dirinya sendiri. Mikaela teringat sesuatu ketika dia hendak menaiki mobil Marcel. Dia melihat Marcel sedang menaruh Selena di kursi belakang. Saat akan masuk, Marcel bingung kenapa Mikaela belum naik juga. “Ada apa?”, tanya Marcel.          “Tadi aku bawa mobil. Duluan saja, aku bawa mobilku sendiri”, ujar Mikaela pergi tapi Marcel dengan cepat menahan tangan wanita itu. “Kamu mau bertemu dia lagi? Mikaela ingat statusmu! Soal mobil, biar supir nanti saya suruh bawa ke mansion”, Marcel berujar tak suka. “Kok kamu berprasangka buruk gitu sih? Aku cuma jalan doang loh sama dia. Lagian, tadi dia yang menolong aku dari orang kurang ajar. Memangnya kamu, orang yang memeluk simpanannya di depan istrinya. Untung saja aku yang istrimu, coba orang lain, gak tau deh gimana nasib si Michelle itu”, balas Mikaela juga kesal dengan ucapan Marcel yang menghakiminya. “Oh, jadi dia cinta pertamamu? Kelihatan sih, matamu memancarkan sinarnya dengan jelas”, ucap Marcel dengan nada mengejek. “Memang! Michelle juga cintamu kan? Makanya pas dia datang langsung kamu peluk tanpa mikirin perasaan Selena yang melihatnya didepan matanya. Untung aku tidak memanasi anakku. Tahu kenapa? Karena saya masih menghormatimu sebagai papanya Selena”, jawab Mikaela juga tak mau kalah. “Cukup Mikaela! Aku gak mau berdebat! Kita pulang!”, titah Marcel membuat Mikaela memutar bola matanya malas dan memilih duduk dibelakang dengan Selena. Marcel gak habis pikir dengan sikap Mikaela saat ini. ‘Jadi ini sifat aslinya? Tapi…wajar juga sih, tadi juga aku mengabaikan mereka karena melihat Michelle.’, pikir Marcel lagi dan ,akhirnya dia memaklumi sikap Mikaela. Sepanjang jalan, Mikaela terdiam sambil memikirkan sesuatu. Dia terus teringat masa lalunya dengan Willy. Entah kenapa, dia menyesal memberi kesempatan pada Marcel untuk pernikahan ini. ‘Willy pasti bisa menyayangi Selena seperti putinya sendiri. Marcel gak bakal bertahan dengan hubungan ini. Apalagi, Michelle sudah kembali’, pikir Mikaela yakin. ‘William, apa kamu bisa menerima aku yang seperti ini?’, Mikaela bertanya dalam hati. Dia kembali mengingat kenangan-kenangan saat bersama Willy dulu. FLASHBACK “Terima kasih senior sudah mau bantu saya menyelesaikan tugas yang sulit ini”, Mikaela berterima kasih pada Willy yang membantunya mencari refrensi tugas dan memberi beberapa ide yang bagus untuk menyelesaikan tugas tersebut. “No problem, Cassie. Aku senang kok bantu kamu”, jawab Willy dengan lembut. Mikaela pun tersenyum lalu bertanya, “Aku lihat senior gak banyak dekat dengan mahasiswa atau mahasiswi lain. Padahal di fakultas bisnis ada beberapa lho yang dari Indonesia. Senior ada alasan khusus?”. “Iya, saya punya alasan khusus. I love you, that’s the reason”, jawab Willy tanpa ragu. Seketika Mikaela terdiam dan menatap tak percaya pada Willy. Dia tidak tahu mau memasang ekspresi apa. Tapi, jujur dia senang. Dia memang nyaman dengan Willy tapi gak pernah berpikir kalau Willy ada perasaan sama dia. “Are you doubt? I’m serious Cassie”, Willy menegaskan lagi. “No, but… kapan senior mulai suka sama saya? Dan kenapa?”, tanya Mikaela lagi. “Saya kasih tahu kamu sebuah rahasia yang hanya saya dan keluarga saya yang tahu. Eum…Tuhan juga tahu sih”, ucap Willy dibarengi dengan cubitan kecil oleh Mikaela. “Mana ada rahasia yang Tuhan gak tahu. Ada-ada aja”, balas Mikaela. “Sebenarnya, saya buta warna. Saya hanya bisa melihat warna hitam dan putih”, ucap Willy membuat Mikaela terdiam tak percaya. ‘Mana mungkin? Dia salah satu mahasiswa terbaik di Harvard’, Mikaela menyangkal dalam hatinya. “Kamu mungkin gak percaya, tapi, kamu lihat mataku. Apa di pupilnya ada warna? Tidak ada. Aku kecelakaan sewaktu berumur sepuluh tahun. Keajaiban waktu itu aku masih hidup. Tapi aku kehilangan warna dalam hidupku. Untung saja aku memiliki IQ yang tinggi sehingga memungkinkanku masuk ke sekolah-sekolah terbaik bahkan universitas internasional seperti Harvard”, jelas Willy diperhatikan oleh Mikaela. “Pupilmu…terlihat kelam. Biasanya kalau diperhatikan, pupil mata bisa berwarna seperti pelangi. Aku…turut bersedih mendengarnya”, ucap Mikaela menyadari kalau Willy tidak berbohong. “Tapi, semenjak pertama kali bertemu denganmu, aku tidak percaya tapi aku bisa melihat warna di dirimu. Semuanya kelabu, tapi kau penuh warna. Apalagi saat kamu tersenyum, rasanya kaulah warna didalam hidupku. Sejak itu aku sadar, mungkin kamulah takdirku”, lanjut Willy lagi. “Jadi, kalau kamu melihat perempuan lain yang punya warna dimatamu jadi dia juga takdirmu? Alasan gak logis”, Mikaela merasa alasan Willy tidak masuk akal. “Kamu mungkin gak percaya, tentu saja saya sudah bertemu banyak orang. Tapi…hanya kamu yang memberi pantulan warna kearah saya. Setiap melihatmu, aku bisa merasakan bahwa dunia ini berwarna”, jelas Willy lagi membuat Mikaela menarik bibirnya tersenyum bahagia. “Aku percaya! Dan sejujurnya aku juga suka sama senior”, jawab Mikaela malu-malu. “Really?”, tanya Willy tak percaya mendengar jawaban Mikaela. “Yes! I Love You too, William Simon. I wanna be color in your life”, jawab Mikaela dan Willy langsung memeluknya bahagia. “Is it dream?’’, tanya Willy lagi. “No, it’s real”, jawab Mikaela dalam pelukan Willy End Of Flashback ‘Hidupku sekarang sudah sama seperti penglihatanmu Wil. Kelam! Hanya ada hitam dan putih. Apa aku bisa benar-benar bahagia menjalani hidup seperti ini?’, pikir Mikaela lagi. “Kenapa melamun? Turunlah”, tegur Marcel melihat Mikaela melamun sedari tadi. Mikaela pun tersadar dan turun dari mobil. Tak terasa ternyata hari sudah sore. Seturunnya dari mobil, Marcel dan Mikaela dikejutkan dengan kehadiran Michelle di depan pintu rumah itu. “Mas, Tuan dan nyonya Buana tadi suruh orang untuk jemput aku dan tinggal disini untuk membantu proses penyembuhan Michael”, ujar Michelle pada Marcel yang tengah menggendong Selena . Michelle juga mendatangi Mikaela dan menyodorkan tangannya kearah wanita itu. “Michelle Prasasti Buana, saya istri mas Marcel”, ucap Michelle dengan ramah tapi membuat Marcel terkejut. ‘Kenapa Michelle bicara seperti itu? Semoga Mikaela tidak membuat keributan setelah ini. Tadi baru saja aku membuatnya marah.’, Marcel berharap Mikaela tidak marah dalam hatinya. ‘Apa dia wanita yang menjadi istri mas Marcel disini? Kelihatan sih, dari bros pin kehormatan keluarga buana yang dia pakai di blazernya. Tapi, akulah yang dicintai mas Marcel. Aku bukan pelakor’, Michelle berujar dalam hatinya memerhatikan Mikaela. “Mikaela Cassandra Djuanda, itu nama saya. Saya gak perlu mengganti nama belakang saya karena mungkin sebentar lagi saya memang tidak memakai nama Buana. Kamu tenang saja, Michelle. Saya itu bukan saingan kamu. Saya bertahan disini karena Selena, sebentar lagi waktu akan menjawab bagaimana takdirku dan takdirmu”, jawab Mikaela tanpa membalas uluran tangan Michelle. “Marcel, biar saya yang bawa Selena ke kamarnya. Kamu mungkin butuh waktu dengan…istri simpananmu?”, Mikaela sengaja memojokkan Marcel dan Michelle. “Biar saya saja yang bawa Selena. Kamu juga ikut, saya mau bicara denganmu”, jawab Marcel pada Mikaela. Merekapun masuk ke mansion dan meninggalkan Michelle didepan. “Aku gak percaya mas”, gumam Michelle melihat Marcel mengacuhkannya. Marcel membawa Selena ke kamarnya lalu menidurkannya dengan hati-hati. Mikaelapun mengecup dahi Selena dan mengusap kepalanya. Marcel juga mengecup pipi putrinya dengan penuh kasih sayang. Lalu, Marcel menarik pelan tangan Mikaela ke kamar mereka. “Gak usah takut lah, aku gak bakal ganggu kalian kok. Semakin kita jauh, semakin besar kesempatanku untuk keluar dari keluarga ini”, ujar Mikaela pada Marcel. “Saya sudah bilang bahwa saya akan mempertahankan Selena dan rumah tangga kita apapun yang terjadi”, jawab Marcel gak terima dengan ucapan Mikaela. “Are you sure? Sanggupkah anda serumah dengan wanita yang anda cintai dan disisi lain anda juga memperbaiki hubungan kita, itu gak mungkin Marcel. Lihat saja, dalam seminggu kedepan, kau akan semakin dekat dengan Michelle dan semakin jauh dariku dan Selena”, tantang Mikaela. “Michelle kesini untuk Michael, bukan untukku. Aku akan menekan diriku sendiri karena pada akhirnya aku hanya akan menyakiti Michael adikku demi cintaku. Aku tidak mau itu terjadi. Aku akan pastikan, bahwa Michael mendapatkan cintanya dan Selena mendapatkan papanya. Selena akan selalu menjadi anakku, Mikaela. Dan kamu…harusnya juga berjuang demi Selena”, kata Marcel dengan penuh keyakinan. “Aku sudah berjuang sendiri selama 3 tahun bahkan sampai sekarang. Aku harus menekan semua lukaku demi memberi kesempatan bagimu selaku papanya Selena. Aku menyesal membiarkan ibumu menunjukkan fotomu dan memperkenalkannya sebagai ayah Selena. Aku pikir kamu gak akan pernah kembali dan aku bisa mengakhiri status palsu ini kapan saja. Tapi sepertinya takdir sedang mempermainkan kita”, balas Mikaela menahan air matanya. “Saya tahu, saya minta maaf. Saya akan berusaha membuat kalian bahagia. Saya akan menjadi ayah yang baik buat Selena. Saya akan buktikan”, Marcel berusaha meyakinkan Mikaela. “Apa seumur hidupku aku hanya akan menjadi mamanya Selena? Kamu berjuang hanya untuk Selena? Bagaimana aku menghabiskan hidupku hanya untuk menjaga perasaan putriku dalam pernikahan tanpa cinta, Marcel! Aku. Manusia! Aku juga ingin dicintai! Apa kamu bisa? Dari semua kata-katamu, kamu hanya sayang sama Selena. Kamu menginginkan anaknya tapi bukan ibunya. Mungkin, kalau aku melepas Selena padamu, kau akan membawanya bersama Michelle. Ini tidak adil Marcel! Kita cerai saja sudah! Aku gak bisa terima!”, ucap Mikaela sambil mengusap air matanya. Sebenarnya dia gak ingin menangis, tapi air matanya jatuh sendiri saat dia mengungkapkan isi hatinya yang sebenarnya. “Saya…”, Marcel tidak tahu mau jawab apa. “Jangan bicara apapun! Saya mengerti cinta kalian, saya mengerti kamu sayang Michael. Dan saya mengerti kamu sayang Selena. Tapi tidak ada tempat bagi saya dihati kamu. Itu dia masalahnya. Dan dihatiku juga ada orang lain. Kita tidak saling mencintai dan sama-sama mencintai orang lain. Kenapa kita bertahan diatas luka ini. Ini sama saja menahan duri dalam daging. Sakit! Sangat sakit!”, ungkap Mikaela lagi. Mikaelapun melangkah keluar dari kamar tapi tiba-tiba Marcel berlutut pada wanita itu. “Mikaela, maafkan saya. Karena saya, hidupmu jadi sulit dan perasaanmu tertekan. Kamu kehilangan kesempatan bersama orang yang kamu cintai. Maafkan saya. Saya membuat kamu terikat dengan status palsu ini dan memaksamu bertahan demi Selena, maafkan saya. Tapi saya mohon, berikan satu saja kesempatan bagi saya untuk menebus kesalahan saya padamu. Saya sudah melakukan hal yang sangat jahat padamu. Saya mohon, Mikaela. Saya berdosa padamu dan saya ingin menebus segalanya”, mohon Marcel sambil membiarkan air matanya mengalir. Dia semakin dihantui perasaan bersalah setelah mendengar ungkapan hati Mikaela. “Kamu seorang pria. Gak pantas berlutut dihadapan wanita. Berdirilah. Lakukanlah! Lakukan apapun untuk menebus kesalahanmu di masa lalu. Buktikan kalau kau sanggup menebus kesalahanmu padaku. Tapi saat aku tidak tahan, aku akan pergi dengan Selena. Aku bukan menjadikan Selena sebagai ancaman, tetapi sedari awal Selena adalah milikku. Aku tidak akan pernah melepaskannya, Marcel”, ucap Mikaela lalu benar-benar meninggalkan Marcel. ‘Dia memang pria yang baik. Tapi keadaan seperti ini akan terlalu sulit baginya. Ya Tuhan, apapun yang kau inginkan, biarlah itu yang terjadi. Jangan biarkan luka dihati ini semakin menganga”, harap Mikaela dalam hatinya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN