Trauma

2914 Kata
Mansion Keluarga Buana “Marcel, jangan terlalu lama melamun. Mama sudah suruh turun untuk makan malam”, panggil Mikaela menyuruh Marcel yang sedari tadi terdiam untuk makam malam. Pria itu masih diam tetapi dia segera beranjak dari duduknya. Mereka pun berjalan menuju meja makan. “Selena sudah kamu bangunin?”, tanya Marcel dijawab anggukan oleh Mikaela. “Marcel, ayo makan malam”, ucap Ribka sambil tersenyum. Wanita paruh baya itu sangat senang hari ini. “Kak, kenapa wajah kakak lesu sekali”,itu suara Michael! Mendengar itu, Marcel langsung mengalihkan perhatiannya pada adiknya itu karena agak terkejut melihat Michael mau ikut makan malam dengan mereka. “Papa! Cuapin Celena ya”, kata Selena dengan nada celatnya. Marcel langsung tersenyum pada putrinya itu dan duduk disebelahnya. Mikaela ingin duduk, tapi dia enggan duduk disebelah Marcel. Tapi ketika melihat Michelle, dia langsung duduk disebelah pria itu. “Nyonya, saya sudah buatkan makanan untuk semuanya”, ujar Michelle sambil menyusun makanan di meja makan. “Astaga, Michelle! Kamu itu tamu sayang. Gak perlu repot-repot”, Ribka merasa tidak enak. “Bukan masalah nyonya”, jawab Michelle. “Jangan panggil nyonya ke mama, kamu bukan pembantu disini”, Michael berucap pada Michelle. “Jadi…mau panggil apa ?”, tanya Michelle sopan. “Tante aja ya”, jawab Ribka dengan lembut. “Ah, baiklah tante. Oh iya, silakan di cicipi makanannya”, Michelle meminta agar semuanya makan. Michelle sengaja menyiapkan makanan Michael didepan Marcel untuk melihat ekspresi pria itu. Michael sendiri, sangat senang ketika melihat Michelle menyiapkan makanannya. “Jangan kebanyakan melamun! Selena dari tadi sudah kelaparan”, bisik Mikaela menyadarkan Marcel yang tengah terdiam melihat kedekatan Michael dan Michelle. “Kenapa dia disini?”, Elmand bersuara ketika datang ke ruang makan. Dia heran melihat Michelle ada disini. “Dia disini untukku ,pa”, jawab Michael pada Elmand. “Ribka, apa kamu yang suruh dia kesini?”, tanya Elmand pada istrinya. “Iya mas. Aku mau menebus kesalahanku pada putraku dan juga pada Michelle”, jawab Ribka. Elmand tak habis pikir dengan cara berpikir istrinya itu. “Kakek…ayo matan! Kan kakek selalu duduk disini. Cekalang kosong kana ga ada Kakek”, ajak Selena membuat Elmand tak sanggup menolaknya. Meskipun hatinya dipenuhi dengan kesombongan, tapi sebenarnya dia adalah orang yang sangat penuh kasih sayang. Ya, walaupun dia tidak menunjukkannya langsung. Akhirnya, Elmand pun duduk bersama mereka. Marcel juga mencoba masakan Michelle, dan saat merasakannya, Marcel jadi teringat sesuatu. ‘Masakanmu ini enak sekali! Ini bakalan jadi makanan kesukaan mas mulai sekarang’, Marcel memuji istrinya Michelle dibalas senyuman manis wanita itu. Marcel hanya terdiam tapi terus mengunyah makanan itu. Tentu saja dia suka. Tapi kini keadaannya berbeda. Dia tak bisa memuji masakan wanita itu lagi seperti dulu. Dia tidak bisa bebas bercanda dan mendekati Michelle. Semuanya sudah berubah. “Eum…kak? Masakan Michelle enak, kan? Kakak dari tadi melamun saja”, heran Michael melihat sikap kakaknya itu. Marcel hanya tersenyum dan membalasnya dengan anggukan. “Beneran deh, kamu jago masak ya, Michelle. Tante suka dengan rasa dan bumbunya yang sangat pas. Dulu, Marcel yang suka masak di rumah, apalagi kalau gak buat adiknya Michael. Sekarang ya asisten rumah tangga, mau gimana? Semuanya sibuk. Biasanya sih, menantu yang memasak buat keluarga, tapi Mikaela gak bisa masak”, ujar Ribka jujur. Seketika, Mikaela melepas sendoknya dan berdiri. Dia tersinggung, tentu saja. “Saya sudah kenyang. Lanjutkan saja makannya”, ujarnya langsung meninggalkan meja makan. “Mikaela!”, panggil Ribka lagi tapi tidak didengarkan oleh Mikaela. “Kenapa bicaranya gitu?”, kesal Elmand pada istrinya. “Kan aku hanya jujur. Selama ini, sebenarnya aku diam saja dengan sikapnya itu. Huh, dasar tidak sopan”, jawab Ribka pada suaminya. Sebenarnya selama 3 tahun, Ribka sedikit berharap dengan kehadiran Mikaela di keluarganya. Tapi ternyata faktanya, Mikaela hanya gadis manja yang tidak bisa melakukan apa-apa yang berhubungan dengan pekerjaan rumah. Memang sih ada pelayan, tapi Ribka pengen Mikaela seperti dirinya yang bisa menjadi istri seutuhnya bagi suaminya. “Ma, aku mohon jangan bersikap begitu ke Mikaela”, tegur Marcel sambil menyuapi Selena. Mendengar Marcel yang membela Mikaela, membuat hati Michelle jadi sedih. ‘Apa kamu udah gak sayang aku lagi, mas?’, batinnya sedih. Tapi Michelle merasa harus kuat. Dia ingin menunjukkan pada seluruh keluarga Buana kalau dia pantas disini. “Udahlah kak. Dari dulu istrimu itu selalu bersikap sesukanya. Biar saja dia itu. Aku juga gak terlalu suka dengannya. Aku heran kenapa kakak menikahi dia? Apa cuma karena cantik doang? Lihat Michelle, dia itu istri yang sempurna”, Michael mengutarakan pendapatnya soal Mikaela. “Kenapa semua gak cuka sama mama Selena?”, kata Selena dengan nada sedih hampir menangis. “Ssshh…gak begitu sayang. Kita sudahi makannya ya, lalu bobo. Papa akan bacakan dongeng untuk Selena”, Marcel berusaha menenangkan Selena. Seusai makan, Marcel langsung menggendong Selena dan membawa gadis kecil itu ke kamarnya. ‘Kamu sayang sekali dengan anak itu, mas. Apa dia anakmu dan Mikaela? Apa karena itu kamu meninggalkan aku?’, miris Michelle dalam hati. “Michie? Kamu kenapa lihatin mas Marcel begitu?”, tanya Michael membuat Michelle terkejut. “Ah…itu…aku gemes dengan Selena. Keponakan kamu”, bohong Michelle. “Oh, Selena. Dari dulu kan, kamu memang suka anak-anak. Kenapa gak punya anak sendiri aja?”, bisik Michael nakal dibalas cubitan Michele di lengan pria itu. “Aww…sakit!!”, rintih Michael pura-pura. “Apaan sih? Bobo sana! Jangan lupa minum obatmu. Biar cepat sembuh”, tegur Michelle. “Kalo dah sembuh gimana?”, tanya Michael lagi pada Michelle dengan nada menggoda. ‘Aku bisa mendapatkan hakku menjadi istri kakakmu. Maafkan aku Mike, tapi hatiku kini hanya milik Marcel’, Michelle bicara dalam hatinya sebagai jawaban yang sebenarnya dari jawaban Michael. “Ya bagus dong! Kamu bisa melanjutkan hidupmu”, jawab Michelle pada Michael. “Kalau dokter sudah menyatakan aku sudah tidak sakit lagi, aku akan menikahimu”, ucap Michael lagi dan meninggalkan Michelle yang terdiam ditempatnya. “Gak bisa, Mike. Aku ini dah milik orang lain”, gumam Michelle sedih. Setelah Marcel menidurkan Selena, dia berjalan menuju kamarnya. Dia ingin meminta maaf soal perkataan ibunya di meja makan tadi. Marcel sama sekali tidak menuntut apapun dari Mikaela. Marcel merasa di rumah ini sebenarnya tidak ada yang paham akan posisi wanita itu. Saat masuk, Marcel menemukan Mikaela sudah tertidur dengan posisi menyamping. Marcel awalnya segan membangunkannya, tapi dia tidak ingin Mikaela terus merasa kesal dengan keluarganya. Dia pun menepuk pelan bahu wanita itu sambil memanggilnya. “Mikaela…Mikaela?”, panggilnya. Tiba-tiba wanita itu membuka matanya dan terbangun sambil mendorong Marcel dengan kasar. “Jangan! Jangan sentuh aku!”, teriaknya tiba-tiba dengan nada frustasi. Wanita itu langsung menunjukkan ekspresi marah luar biasa dan juga…ketakutan. “Kamu…kenapa?”, tanya Marcel yang bingung dengan Miakela yang seperti ini. Mikaela tersadar dengan apa yang terjadi. Dia langsung membuka laci mejanya dan meminum beberapa butir obat penenang dan obat tidur. Marcel yang melihat itu, langsung menahan tangan wanita itu dan membuat obatnya berjatuhan. “Lepaskan aku, b******k!”, marah Mikaela. “Sejak kapan kamu minum obat ini? Ini adalah beberapa diantara obatnya Michael. Mikaela, kamu ini kenapa?”, tanya Marcel bingung. Tapi, wanita itu malah mendorong pria itu. “Marcel…tolong jaga jarak denganku! Aku…tidak bisa normal jika tidak meminum obat ini. Apalagi semenjak kau datang, aku memperbanyak dosisnya! Kalau tidak, entah apa yang terjadi”, jawab Mikaela sambil mengambil lagi obat-obatannya. Marcel mengerti maksud Mikaela, segera saja dia rampas obat-obatan itu dan membuanya ke tempat sampah. “Jangan konsumsi lagi! Aku gak suka kamu seperti ini!”, tegas Marcel membuat Mikaela terdiam. Seluruh tubuh Mikaela bergetar, karena dia tidak meminum obatnya. Sebenarnya, Mikaela jadi begini sejak kejadian itu. Dia stress dan susah tidur karena kejadian itu masih terbayang-bayang setiap malam. Awalnya hanya obat tidur, tapi kemudian, setelah melahirkan Selena, stressnya bertambah. Dia merasa bahwa dia hanyalah wanita yang sedang dimanfaatkan keluarga ini untuk menyelamatkan harga diri mereka. Mikaela pun membeli diam-diam obat anti depresan dan penenang. Tapi tidak ada yang tahu. Mereka semua berpikir Mikaela normal, tapi psikologis wanita itu sudah lama tertekan. “Arrgghh!! Hu…hu…hu…jangan sakiti aku, hiks! Berhenti Marcel! Ini menyakitkan hikss”, wanita itu menangis sambil meracau tidak jelas. Hati Marcel semakin sakit melihat kondisi sebenarnya dari Mikaela. “Maaf! Maafkan aku! Kumohon!”, Marcel berlutut dibawah ranjang dihadapan Mikaela. “Jangan mendekat!! Marcel! Pergi!!!!”, teriak Mikaela. Marcel langsung saja memeluk wanita itu. Dia harus segera menenangkannya sebelum semua orang tahu keadannya. Sekalipun kamar mereka kedap suara, tapi tetap saja suara Mikaela terlalu keras tadi. “Ssshhh…tenanglah! Jangan berteriak”, pinta Marcel. Mendengar itu, pupil Mikaela mengecil. Suara pria itu begitu dekat dan jarak mereka juga. Bayangan itu kembali menghantuinya. Dengan sangat jelas tentunya. “Ssshhh…tenanglah, sayang!Jangan berteriak, kita akan sama-sama menikmatinya”, bisik Marcel pada Mikaela yang dikiranya Michelle. “Jangan!!! JANGANN!!! TIDAK LAGI!!! KUMOHON! Hiks…! Hiks…”, wanita itu semakin berteriak dan membuat Marcel makin panik. Tiba-tiba pintu terbuka, menampilkan ayah, ibu, Michael dan Michelle yang sedari tadi mendengar suara teriakan dari kamar Marcel. “Apa yang kau lakukan, hah? Kau ini binatang ya?”, marah Elmand salah paham dengan apa yang dilihatnya. Dia berpikir Marcel mencoba menyentuh Mikaela sementara wanita itu menolaknya. “Ayah, ini tidak seperti yang ayah pikirkan”, jelas Marcel. Ribka langsung saja memeluk Mikaela dan berusaha menenangkannya. Mikaela terus menangis didalam pelukan Ribka. Ribka juga menggelengkan kepalanya melihat sikap Marcel. Sedangkan Michael dan Michelle hanya bisa terdiam. ‘Mas, apa ini artinya aku sudah tidak ada artinya lagi buatmu?’, batin Michelle miris. Wanita itu langsung pergi ke kamarnya, Sedangkan Michael yang merasa gak ada urusan juga kembali ke kamarnya. ‘Sudahlah, itu urusan kakak dan istrinya. Lagian kok lebay amat sih sampai teriak satu mansion’, pikir Michael heran. Sementara, Ribka menenangkan Mikaela sampai wanita itu tertidur. Memang, Ribka kesal dengan sikap Mikaela. Tapi, melihatnya seperti ini dia gak tega. Sementara Elmand menarik Marcel ke ruang kerjanya. “Apa yang sebenarnya kau pikirkan, Marcel? Dia…memang istrimu, tapi ayah mengerti bagaimana sekarang dia menganggapmu. Jangan memaksanya begitulah”, tegur Elmand. Marcel hanya diam karena ayahnya tidak tahu yang sebenarnya. Dia juga tidak ingin memberi tahu ayahnya karena takut ayahnya akan menyingkirkan Mikaela. Tentu saja dia kasihan pada wanita itu, apalagi dia begini karena ulah Marcel. “Tadi aku hanya minta maaf soal ibu, Mikaela menganggapnya berlebihan ayah”, Marcel berusaha meluruskan kesalahpahaman ini. “Jangan seperti itu. Walaupun ayah bukan wanita, tapi mungkin Mikaela masih takut apalagi berada didekatmu. Ayah sudah tahu apa yang kau lakukan tanpa sadar padanya dulu”, jelas Elmand menasihati Marcel. ‘Itu benar ayah, tapi keadaannya ternyata lebih buruk dari pada yang ayah kira’, batin Marcel. “Malam ini, tidurlah di kamar lain. Kasihan Mikaela, bisa kena mental kalau dia melihatmu”, suruh Elmand dibalas anggukan oleh Marcel. Marcel ingin sekali bicara dengan Mikaela, tapi dia tahu ini waktu yang kurang tepat. Dengan melihat kejadian ini, Marcel lagi-lagi merasa bersalah pada Mikaela. “Ternyata aku orang jahatnya disini”, gumam Marcel pada dirinya sendiri. Esoknya, Marcel membangunkan dan mengurus Selena. Dia sebenarnya agak bingung kenapa Mikaela tidak bangun cepat, biasanya wanita itu cukup telaten kalau masalah bangun dan mengurus Selena. Marcel ingin membuka pintu kamar Mikaela, tapi sebuah tangan menghalanginya. “Kita membangun rumah tangga selama bertahun-tahun tetapi mas melupakannya dalam waktu beberapa hari saja. Ini tidak adil buatku, mas. Apa ini karena dia jauh lebih cantik dan berasal dari keluarga terpandang?”, ungkap Michelle pada Marcel. Marcel hanya diam tak berkutik mendengarkan perkataan Michelle. “Kenapa diam, mas? Apa aku benar?”, tanya Michelle lagi. “Kamu disini untuk Michael, jadi tolong jaga jarak denganku. Sejak awal, hubungan kita tidak pernah terdaftar secara hukum, jadi sekarang aku memutuskan untuk berpisah denganmu. Jangan ragu mendekati Michael.”, Marcel meninggalkan Michelle yang terdiam karena merasa sedih mendengarkan ucapan Marcel. ‘Maafkan aku, Michelle. Aku tidak punya pilihan’, Marcel membatin sedih. “Jahat kamu, mas! Aku kesini memang untuk membantu pemulihan Michael. Tapi aku berpikir untuk memberi tahu segalanya kepada Michael setelah keadaannya stabil. Tapi kamu, udah gak bisa pertahanin aku karena Mikaela. Kamu…sama aja kayak keluarga kamu!”, Michelle berteriak kesal dan marah kepada Marcel. Tetapi pria itu hanya diam dan terus berjalan meninggalkan Michelle. Lalu, merekapun berkumpul di meja makan untuk sarapan. Tapi, Mikaela tidak ada disana. “Pa? Mama ada dimana?”, tanya Selena ternyata mencari-cari Mikaela. Semua orang menatap Marcel dengan bingung. “Biar papa panggil ya sayang”, Marcel akan beranjak dari duduknya tapi tiba-tiba Michelle angkat bicara. “Biar saya saja yang menemui nona Mikaela”, ucap Michelle. “Tidak perlu. Saya suaminya, kami harus menyelesaikan masalah kami”, tolak Marcel membuat Michelle semakin sedih apalagi Marcel menyebut dirinya sebagai suami dari Mikaela. Seakan Marcel sudah melupakan segalanya tentang cinta mereka. “Michie, tidak usah urus wanita itu. Menurutku dia hanya beban keluarga ini”, Michael berbicara tak acuh. “Jaga bicaramu, Michael! Dia adalah kakak iparmu!”, Elmand menegur Michael membuat pria itu memutar bola matanya malas mendengarkan nasihat sang ayah. Marcel mencoba mengetuk pintu kamar tapi tidak ada jawaban. Marcelpun akhirnya membuka pintu dan ternyata tidak dikunci. Ternyata Marcel mendapati Mikaela masih tertidur pulas. ‘Akhir pekan masih besok. Apa dia tidak ada jadwal di kampus? Aku dengar dia kepala rektor yang baru.Pasti dia sangat sibuk, apa harus kubangunkan?’, pikir Marcel lagi. Akhirnya Marcel memutuskan untuk membangunkan Mikaela. Dia mengguncangkan tubuh wanita itu dan akhirnya dia terbangun. “Kau?!”, Mikaela tersadar dan langsung terduduk. Dia memeriksa keadaannya seakan-akan ada yang baru saja terjadi padanya. “Soal semalam, saya minta maaf”, Marcel meminta maaf soal yang terjadi tadi malam. Mikaela menatap datar pria itu dan turun dari ranjangnya. “Keluarlah! Aku sudah terlambat! Ah, Selena dia-“, Mikaela langsung teringat putrinya. “Saya sudah mengurusnya. Mikaela,sejak kapan kamu jadi begini?”, tanya Marcel lagi ingin tahu. “Aku akan jawab nanti. Untung saja semalam ibumu tidak melihatku memungut obatku setelah aku pura-pura tertidur. Jangan mengejutkan aku seperti semalam, Marcel”, jawab Mikaela dan Marcelpun keluar dari kamarnya. Setelah beberapa waktu, Mikaelapun turun tapi tidak bergabung di meja makan. “Saya akan makan diluar saja, dan Selena, mau ikut mama?”, tanya Mikaela pada putrinya. “Saya saja yang mengantarmu dan Selena”, Marcel berdiri dari meja makan. Mikaela hanya diam dan berjalan mengikuti Marcel yang kini tengah menggendong Selena. Mereka pun pergi mengantar Selena ke rumah keluarga Djuanda lalu pergi menuju ke tempat kerja mereka. Tetapi, Marcel mengajak Mikaela ke sebuah café. “Kenapa berhenti disini? Aku sudah terlambat”, tanya Mikaela pada Marcel. “Ayo sarapan. Nanti kamu bisa sakit kalau tidak sarapan terlebih dahulu”, ajak Marcel sambil membukakan pintu mobilnya untuk Mikaela. “Aku bisa sarapan di kampus”, tolak Mikaela, oh ayolah! Mikaela sedang tidak ingin berlama-lama dengan Marcel. Emosinya bisa tiba-tiba memuncak karena kejadian semalam. “Turun atau kupaksa turun?”, Marcel agak kesal karena kekeras kepalaan Mikaela. “Ya, iya aku turun. Puas?”, kesal Mikaela akhirnya dia turun dan ikut makan di café bersama Marcel. Seusai makan, Marcel mulai membuka topik pembicaraan. “Aku butuh jawabannya sekarang”, Marcel masih menagih jawaban Mikaela. “Sejak hari itu, aku selalu merasa dihantui oleh bayang-bayang kejadian malam itu. Aku menyesal pada diriku sendiri yang tidak mampu melawanmu dan hanya bisa menangis. Menurut yang aku baca di artikel psikologis, itu adalah trauma karena kejadian malam itu. Jadinya, aku diam-diam mengonsumsi obat penenang tanpa konsultasi pada dokter manapun. Aku malu jika keluargaku tahu soal ini. Dan ternyata, kau bisa tahu secepat ini.”, Mikaela menjawab Marcel sesuai janjinya. “Kamu harus konsultasi ke ahli psikolog. Kamu gak bakal sembuh kalau begini terus”, saran Marcel. “Sepertinya, supaya cepat sembuh, aku hanya perlu berpisah denganmu. Itu saja. Kau tahu, saat pertama kau kembali rumah, aku menambah dosis obatku karena merasa sakit kepalaku tidak hilang dalam sekejap. Semalam aku lupa makan obat karena emosi dengan ucapan ibumu dan langsung tertidur. Jadi, tentu saja aku shock karena kau tiba-tiba didekatku semalam. Dan ya…maaf, karena membuat semua orang salah paham padamu semalam.”, jelas Mikaela lagi jujur soal keadaannya. “Mikaela, aku sudah memutuskan untuk menebus kesalahanku dimasa lalu. Dan itu juga artinya aku akan berusaha membantumu agar tidak bergantung pada obat-obatan itu lagi. Kita harus ke psikolog! Kamu sudah menahan semuanya selama 3 tahun! Semakin kamu keras kepala akan semakin sulit kamu untuk pulih”, ujar Marcel sambil menarik paksa tangan Mikaela untuk ke psikolog. Akhirnya, wanita itu mengalah dan ikut dengan Marcel. “Jangan beri tahu siapapun! Ayahku tidak tahu apapun soal ini. Dia akan membunuhmu jika tahu keadaanku ini. Ah iya, hampir lupa! Aku akan suruh wakilku untuk menggantikanku hari ini di kampus”, kata Mikaela meminta supaya Marcel menyembunyikan soal penyakitnya. “Bukan masalah. Akulah yang memang bertanggung jawab disini”, Marcel setuju. ***                                              
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN