Hari ini Denis berencana mengajak Renata keluar apartemen minimal untuk sekadar jalan-jalan. Sudah lama sekali tinggal bersama tapi tidak pernah mengajak Renata keluar untuk makan bersama ataupun untuk membeli baju. Semua dilakukan secara online.
Mereka ke salah satu mal terbesar. Sekarang ini hanya mereka berdua yang pergi. Denis menggandeng tangannya Renata seperti orang yang berpacaran saat jalan-jalan dikerumunan.
Sudah lama sekali dia ingin mengajak Renata sekadar keluar bersama walaupun gadis ini tidak mau membeli apapun.
Entah mungkin Denis juga akan berhenti mencari pengantin kecilnya itu setelah bersama dengan Renata. Rasanya dia ingin menyerah, apalagi mamanya yang memaksa untuk terus menikah itu sudah sangat membuktikan bahwa sang mama tidak bisa lagi bersabar untuk segera mendapatkan cucu dari Denis.
Selang beberapa menit kemudian mereka berhenti di sebuah toko baju. “Kak, boleh ke sana?” tanya Renata menunjuk salah satu toko baju yang namanya sudah tidak diragukan lagi.
Jarang-jarang Renata meminta untuk dibelikan baju. Biasanya Denis hanya akan membelikan untuk gadis ini.
Sikapnya yang dingin dan cuek juga mungkin menjadikan Denis sebagai pria yang sangat sulit mendapatkan kekasih, baik itu dari kampus ataupun ketika sekarang sedang bekerja dan memimpin sebuah perusahaan yang di mana dia sendiri sudah sukses di usia mudanya.
Tapi jangan salah, sekaya apapun Denis. Dia tidak pernah membuat wanita rugi karena cinta satu malam yang rata-rata pernah diinginkan oleh teman-teman wanitanya yang meminta untuk dipuaskan oleh Denis.
Denis tidak pernah melakukan pemaksaan terhadap wanita yang tidak mau bercinta dengannya. Bisa dikatakan dia juga normal, namun Renata berbeda dari wanita-wanita yang dikenalnya diluar sana.
Renata pernah mengaku bahwa dia adalah seorang perawan yang akhirnya membuat Denis bergidik ngeri harus merusak masa depan dari gadis itu.
Di saat mereka sedang berjalan kaki menuju toko yang ditunjuk tadi. Renata beberapa kali mencoba untuk meminta pendapat Denis apakah baju itu cocok untuknya.
Sikap baik Denis dan juga sikapnya yang hangat pada wanita ini. Dia ingin belajar menerima, Renata juga selalu baik padanya. Kadang marah jika Denis pulang terlambat, marah ketika Denis tidak membereskan tempat tidur. Dan marah ketika Denis membiarkan pakaian kotor ketika ada di atas ranjang.
Rasanya dia sudah mulai terketuk pintu hatinya untuk wanita ini. Dia juga sudah mulai terbiasa dengan ocehannya Renata ketika dia berbuat salah. Begitu pula ketika Denis membeli barang-barang yang tidak terlalu berguna di apartemen. Denis membeli dua buah robot penyedot debu yang bisa saja Renata menyapu apartemen sendirian tapi malah dibuat kesal dengan robot itu yang kadang mengikutinya ke manapun Renata pergi.
Satu kali Renata pernah membantingnya hingga hancur. Denis tak berkata apa-apa karena dia juga tahu bahwa Renata tidak suka dengan robot itu.
Lama Denis menunggu Renata memilih, matanya tertuju pada lingerie yang sedang digantung tidak jauh dari tempatnya berdiri menemani Renata. Ada bra dengan berbagai pilihan di sana. “Re, kamu nggak beli itu?” tanya Denis pelan.
Dia tahu bahwa di rumah milik Renata hanya beberapa.
Renata yang mendengar pertanyaan Denis langsung menutup mulutnya ketika pria itu terdengar sangat malu-malu. Ia malah mendengarnya dengan suara yang sangat lucu. “Boleh?”
Wajah Denis merah dan memilih ke tempat lain ketika Renata mendekati tempat itu lalu memilih bra.
Sial bisa-bisanya dia mengusulkan itu.
Bisa-bisanya dia tertarik ingin melihat Renata memakai itu di depannya.
Bisa-bisanya juga dia tertarik dengan lekuk tubuh Renata sekarang.
Terakhir ketika Renata tidak sengaja menyentuh juniornya. Mau tidak mau keesokan harinya Denis bermain bersama dengan seorang wanita yang dekat dengannya. Tapi bukan untuk pacar, hanya sekadar menjadi pemuasnya waktu Renata sering menyiksanya.
Tapi Renata tidak pernah tahu itu. Tidak pernah tahu betapa menderitanya Denis karena sentuhan dari tangannya Renata yang membuat juniornya tegang dan ingin merasakan milik Renata.
Sadar jika mereka hanya dua orang yang baru saja saling mengenal satu sama lain.
Denis juga yang masih dipaksa menikah dengan seorang gadis yang dia sendiri tidak kenal siapa gadis itu.
Denis tidak ingin punya istri yang hanya memanfaatkan kesuksesannya.
Renata sudah berada di kasir sekarang ini. Denis menanyakan jumlah semua belanjanya Renata karena tidak ingin melihat pakaian dalam yang dibeli oleh Renata tadi.
Denis memberikan kartu kreditnya, mereka berjalan kembali dengan belanjaan yang ada di tangan kirinya. “Pulang?” tawar Denis ketika melihat Renata menggelengkan kepalanya seperti orang yang sedang sakit kepala.
Renata mengangguk lalu mereka pun pulang dengan alasan bahwa Renata sedang sakit kepala sekarang ini.
Tiba di apartemen, Renata terlihat pucat. “Kamu baik-baik aja?”
Renata bersandar di sofa lalu kemudian meluruhkan badannya sampai duduk dilantai. “Kak, aku boleh minta tolong?”
“Apa?”
Dengan wajah yang ragu karena tidak mungkin jika sekarang ini Denis pergi membeli pembalut untuknya karena sakit perut dan juga kepalanya sakit ketika sedang datang bulan. “Belikan pembalut, dan juga obat pereda nyeri datang bulan,”
Mata Denis melotot mendengar permintaan Renata. Mana mungkin dia seorang pria diminta untuk membeli pembalut yang bahkan itu bukan untuk keperluan dia sendiri. “Nggak mungkin kamu nyuruh aku kan, Renata? Itu barang yang nggak akan aku beli untuk siapa pun,”
“Aku minta tolong sama Kakak,”
Wajah Renata tiba-tiba saja pucat dan memilih untuk berbaring di lantai. Jika menolak tentu akan sangat kurang ajar bagi Denis. Meski sudah tinggal di sini beberapa bulan. Tapi Denis tidak pernah di minta untuk membeli barang itu.
Denis menghela napas panjang. “Ya udah kamu di kamar aja. Aku turun sekarang,” kata pria itu lalu mencari masker untuk menutupi wajahnya dan juga topi.
Harga dirinya sebagai seorang CEO dingin akan turun ketika dia membeli pembalut untuk seorang wanita yang baru dikenalnya.
Di minimarket, dia sudah menutup sebagian wajahnya dan juga menggunakan topi itu serta dengan kaca mata hitam. Dia mendekati satu karyawan yang sedang display barang. “Mbak, ada pembalut dan obat nyeri datang bulan?”
“Pembalutnya yang bagaimana, Mas?”
Sial
Dia sama sekali tidak tahu apa yang diminta oleh Renata. “Biasanya yang bagus apa?”
“Yang panjang dan daun sirih, Mas,”
“Udah itu aja. Sama obat nyeri tiga aja ya,”
Usai membeli semua kebutuhan yang dibutuhkan oleh Renata barusan. Ia kembali ke apartemen dan memberikannya pada Renata yang sedang berbaring di tempat tidur.
Ia juga memasak air untuk menyiapkan kompret perut Renata yang nyeri.
Dia membawakannya untuk Renata ke kamar, “Kamu kompret perut kamu!” ia memberikan air yang sudah dituangkan ke dalam wadah khusus untuk kompres air hangat.
“Makasih kak,”
“Kamu istirahat aja,” kata Denis lalu menarik selimut untuk Renata.
Buuuuggg
Dia tidak sengaja menjatuhkan paperbag Renata yang di mana bra itu terjatuh.
“Kamu pungut nanti,” kata Denis lalu memilih keluar.
Akhir-akhir ini entah kenapa hidupnya selalu saja sial ketika sedang berhadapan dengan Renata dan juga mengenai pakaian dalam. Dia sangat sensitif terhadap Renata.