Part 41

1611 Kata
Part 41 "Alfa ada rapat pulang sekolah tapi kok ngajak ketemuan sih." Silma berjalan gontai sesekali menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Alfa mengajaknya bertemu di parkiran. Namun saat Silma mau berbelok, tiba-tiba saja seseorang tak sengaja menabrak bahunya dan hampir membuat Silma terjatuh kalau saja Silma tidak berpegangan pada dinding di sebelahnya. "Aduh," ringis Silma. "Maaf maaf, lo gak papa kan?" orang itu memegang bahu Silma dan seketika tangannya di turunkan saat keduanya saling menatap terkejut. "Lo--" Silma mengenal laki-laki itu tapi mendadak melupakan namanya. "Lo Silma kan?" tanya laki-laki itu berhati-hati, takut ada yang salah dalam pengucapannya. Laki-laki itu menatap Silma dari bawah ke atas beberapa kali seperti sedang mengira apakah benar tebakannya atau salah orang. "Iya gue Silma. Lo temannya Salma kan? Waktu SD." "Iya, gue Kiky. Wah senang bertemu kembali." Laki-laki itu tersenyum lebar seraya mengulurkan tangannya di hadapan Silma. Silma dan Kiky berjabat tangan dan sama-sama tidak menyangka bertemu kembali setelah sekian lama. "Lo masih hafal aja sama gue, gue kira lo cuman ingat Salma secara lo dekat banget sama dia." Akhirnya Silma dan Kiky duduk bersebelahan di koridor dekat parkiran. Silma juga tengah menunggu kekasihnya di sini. "Lo kan saudara kembarnya jadi gue tau betul dong hehe." Kiky terkekeh pelan dan suaranya itu terdengar renyah sekali. Pantas saja dulunya Salma langsung merasa nyaman dekat dengan Kiky. "Ah iya ya. Lo murid baru di sini?" tanya Silma heran menatap seragam Kiky yang sama sepertinya. "Iya, baru kemarin." "Gue malah gak tau. Biasanya kalau murid cowok tampan gitu pasti ramai, Ky. Banyak yang gosipin lo dan dikerubungi terus." "Emang gue tampan ya?" Kiky pun memegang wajahnya sendiri. "Iya, lo itu tampan." Silma menjadi gugup dan kikuk. "Gue kan cupu, Sil. Mana ada yang mau merubungi gue." "Lo kalau bisa fashion malah keren banget, Ky. Oh ya waktu itu lo diadop sama orang kah? Sayang banget kurang beberapa tahun lagi lulus SD sih. Kenapa lo tiba-tiba banget pergi? Enggak pamitan pula." Pikiran Silma bertanya-tanya dan mungkin saja kalau Salma tau akan sama pertanyaan sepertinya saat ini. "Iya, gue diadop dan di sekolahkan di luar negeri. Gue sih sebenernya sudah pamitan sama Salma karena bagaimana pun gue bakalan pergi tapi Salma sendiri yang kekeuh ingin gue enggak pergi. Gue jadi merasa bersalah banget sama dia." Raut wajah Kiky berubah sedih mengingat Salma, berat rasanya waktu itu pergi meninggalkan negara ini dan jauh dari sahabat kecilnya. "Kayaknya hidup lo enak banget sekarang ya." Silma mengangguk dan memandang barang-barang bermerk yang dikenakan Kiky. Seperti tas, sepatu dan jam tangan yang dikenakannya tersebut. "Syukurlah, Ky. Gue merasa paling beruntung di antara yang lain, tapi tetaplah menjadi gue itu juga berat dan harus siap apapun yang diminta orang tua angkat gue. Gue harus jadi seperti apa yang mereka mau terutama anak berprestasi." Kiky mengulas senyumnya tipis, ia merasa hidupnya agak memberat saat masuk di keluarga Leander. "Tapi lo emang pinter dari dulu dan mereka gak salah sih angkat lo. Pasti tanya-tanya dulu ke ibu panti." "Oh ya kabarnya Salma sekolah di---" "Silma!" panggil Alfa dari kejauhan lantas Silma mendongak dan tersenyum sumringah mendapati kekasihnya tengah berjalan menghampirinya. "Itu pacar gue." Silma beranjak berdiri begitu juga dengan Kiky. "Ayo kita pergi!" ajak Alfa setiba sudah berada di hadapan Silma dan ia sekilas menatap seseorang yang berdiri di samping Silma. "Kamu sudah selesai rapatnya?" tanya Silma bingung. "Sudah selesai, kita ke cafe dulu. Ada yang aku omongin sama kamu." Alfa menarik tangan Silma kemudian. "Gue duluan ya Ky! Kapan-kapan lanjut lagi!" pamit Silma pada Kiky. "Iya Sil!" Kiky melambaikan tangannya. Setelah di parkiran, Alfa memakaikan Silma helm dan Silma memandang sendu wajah Alfa yang saat ini datar. Tidak seperti biasanya yang selalu tersenyum menatapnya. "Dia tadi siapa?" "Sahabat adikku dari kecil." "Ouh." "Kamu cemburu ya?" Silma menggoda kekasihnya yang diketahui sedang dalam mode cemburu. Alfa menyuruhnya naik ke motor setelah motornya dikeluarkan di antara barisan motor murid lain. "Tidak." "Kamu cuek gitu." Silma menghembuskan napasnya pelan kala Alfa mengabaikan ucapannya dan ia hanya berpegangan saja di pinggang Alfa. Silma merssa aneh pada Alfa sebab biasanya kekasihnya memintanya memeluk pinggangnya sekarang malah membiarkannya yang hanya memegangi pinggangnya saja. Sesampainya di cafe, mereka berdua memesan minuman dan camilan terlebih dahulu. Barulah mereka mencari tempat duduk yabg jauh dari keramaian. "Emm Alfa, kamu agak berubah dan tidak seperti biasa." lirih Silma yang tidak menyukai sikap Alfa tiba-tiba berubah menjadi acuh padanya. "Ada sesuatu yang akan kukatakan padamu." "Apa?" "Minum dan makan cemilan dulu." Bertepatan itu datanglah seorang waiters mengantarkan makanan mereka. Setelah selesai ditata waiters pun pergi dan melanjutkan mengantarkan makanan ke pelanggan yang lain. "Oke." Silma mengangguk dan mulai melahap makanan yang dipesan Alfa. Selesai sudah, Silma bertanya kembali maksud Alfa mengajaknya di sini dan katanya akan mengatakan sesuatu yang serius. "Jadi aku ingin hubungan kita cukup sampai di sini saja." "Ma-maksud kamu kita putus?" Bibir Silma begetar dan berhadap dirinya salah mendengar. Namun sayangnya dugaannya itu salah, Alfa menganggukkan kepalanya sebagai jawaban yang lebih menyakinkan. "Kenapa kamu putusin aku tiba-tiba? Aku berbuat salah apa ke kamu?" Silma menarik tangan Alfa dan ketakutan kehilangan laki-laki di hadapannya semakin bertambah. "Maafkan aku, Silma. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini." Berat rasanya Alfa melepaskan Silma dan ia menundukkan wajahnya, tak kuat memandang wajah sedih Silma lebih lama. "Apa ini gara-gara Silvia?" Tebak Silma. "Maaf, aku tidak bisa mengatakan hal yang sebenarnya dan ini demi kamu. Mungkin kalau kita memag ditakdirkan bersama, kita bakalan kembali kok dan maaf keputusan dariku ini sudah bulat. Lepaskanlah aku, Silma." Alfa melepaskan kedua tangan Silma yang menggenggamnya sedari tadi. "Jadi selama ini kamu tidak serius sama aku? Aku korbanmu selanjutnya kah?" "Bukan, Silma. Aku memang mencintaimu tapi ada suatu hal yang membuatku memutuskan hubungan kita ini. Kamu bukan korbanku dan kamu adalah wanita yang pertama yang membuatku merasakan apa itu jatuh cinta. Sekali lagi aku minta maaf." Alfa menarik napasnya berat. "Baiklah kalau itu memang keputusanmu." Mata Silma sudah memerah, menahan tangisnya agar tidak tumpah di tempat umum. "Akan kuantarkan kamu pulang." "Tidak perlu, gue bisa pulang sendiri." Silma merasa sangat kecewa pada keputusan Alfa dan sudah tidak sanggup berlama-lama bersama seseorang yang telah menyakiti hatinya. Putus tanpa ada masalah adalah hal yang menyakitkan. "Sil." Alfa ikut berdiri dan mengikuti Silma dari belakang. Silma tetap ingin pulang sendiri dan bulir-bulir air matanya mulai berjatuhan dipipinya. Alfa memandang punggung Silma yang semakin menjauh lalu menghilang. Ia mengacak-acak rambutnya kesal, kesal karena tidak bisa mempertahankan hubungannya dengan Silma. Sebab ayahnya sudah terlalu nyaman bekerja di perusahaan ayahnya Silvia. Silvia sengaja menggunakan pekerjaan ayahnya supaya Alfa tidak bisa menghindar dari permintaannya. ... "Lho, lo pulang naik taxi?" tanya Salma heran pada kakaknya, sebelumnya dirinya melihat mobil taxi terparkir di depan rumahnya lantas keluar dari kamarnya dan menunggu kakaknya menuju kamarnya. "Hmm." Silma berdehem saja dan nampak tidak semangat. Ia melewati adiknya begitu saja lalu masuk ke dalam kamar. "Leh, tuh bocah lemas banget?" Salma mengedikkan bahunya dan juga kembali masuk ke kamarnya sendiri. Mungkin nanti setelah makan malam, Salma akan menanyai kakaknya yang sepertinya ada masalah. Entah bagaimana pula sikap Silma, tetaplah Salma tidak bisa mengabaikan kakaknya dan selalu cemas saat kakaknya mengalami masalah atau yang lain. ... "Silma, kamu kok makan dikit, Nak?" tanya Zena heran melihat porsi makan putrinya lebih sedikit tidak seperti biasanya. "Aku malas makan," jawab Silma dengan memasang wajahnya yang murung. "Kamu sakit?" Zena akan memeriksa dahu Silma namun ditepis pelan oleh anaknya tersebut. "Aku baik-baik saja." "Bunda khawatir lho." "Sudah, Bun. Biarin saja," ucap Salma. "Nanti bunda buatin s**u kalau kamu makannya sedikit. Bunda khawatir lho kalau makan sedikit begini." Zena pun duduk setelah menyiapkan seporsi untuk suaminya. "Silma, dengerin bunda ya." Pandu ikut menyahut dan Silma hanya mengangguk saja. 'Silma kenapa ya?'--Salma melirik kakaknya yang makannya sengaja segera dihabiskan secepatnya. Dan benar, setelah selasai makan, kakaknya itu langsung pamit pergi ke kamar lebih dulu. Selesai makan malam bersama keluarganya, Salma lantas menyusul kakaknya ke kamarnya yang ternyata tidak terkunci. "Lo kenapa Sil?" Salma duduk di pinggir kasur sedangkan Silma duduk di jendela balkon kamarnya. "Gue habis putus." "Oh jadi lagi galau nih?" Seketika Salma langsung paham apa yang sedang dirasakan Silma sekarang. "Dia mutusin gue tiba-tiba padahal gak ada masalah di dalam hubungan kita. Kayaknya gue jadi korban selanjutnya, kan dia mantan playboy emm f*ckboy." Silma menghela napasnya dan tatapannya masih tertuju pada langit yang cerah di malam hari ini dihiasi oleh bintang-bintang yang membuat langit malam ini semakin indah. "Katanya setia. Makan tuh kata setia." Salma malah tertawa meledek dan menambah geraman emosi Silma saat ini. "Seneng kan lo?" "Iyalah, sudah jangan dipikirkan. Masih banyak laki lain." "Enak aja bilang begitu. Lo mah mudah mengucap tapi lo gak pernah merasakan apa yang gue rasain sekarang." Silma beranjak berdiri dan menutup jendela balkon kamarnya berserta tirainya. Gadis itu merebahkan tubuhnya di atas kasur dan Salma juga ikut tidur di sebelahnya. "Iya gue akui gak pernah rasain kayak lo. Hiduo gue masih santai sekarang dan gue juga belum ada keinginan memikirkan cinta-cintaan," kata Salma santai. "Ck, gue gak percaya deh. Lo juga sering senyum-senyum sendiri lihat statusnya Malvin." Kini Silma berganti menggoda adiknya yang juga sedang kasmaran. "Eh enggak ya." Salma mengelak dengan gelagat tubuhnya yang gelapan. "Halah bilang aja deh, dasar gengsian kalau gue kan enggak. Entar ya kalau lo gengsian begini, direbut sama orang. Baru tau rasa." Bisik Silma tepat di sisi telinga Salma membuat Salma agak menjauhkan tubuhnya dari kakaknya. "Hih bodo amat." Salma memunggungi kakaknya. 'Bisa gitu ya direbut?'---Tapi Salma mendadak memikirkan ucapan kakaknya. 'Ah gue baru ingat, gue tadi ketemu sama Kiky tapi'---Silma memandang punggung adiknya. 'Bilang gak ya? Emm gak usah deh, lagian kalau Salma tau Kiky kembali, kan mereka jadi lengket banget dan gue gak mau dong jomblo sendirian'---pikir Silma lagi. ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN