Upnya tiap hari
Tapi masih belum bisa double up karena ada kerjaan lain juga setelah kerjaan yang lain selesai bakalan double up sampai tamat^^
Happy Reading guys
Part 42
Salma menghampiri kakaknya di kamar setelah dirinya berseragam rapi dan siap ikut sarapan pagi nanti. Kakaknya masih saja memasang raut muka murung dan sekarang lagi duduk di meja rias sambil menatap sesuatu yang dipegangnya.
"Itu apa?" tanya Salma ketika sudah berada di sebelah kakaknya.
"Tiket masuk pertandingan basket di sekolah lo, masak lo nggak tau sih?"
"Gue kan gak kelihatan, mana lihat." Salma meraih sebuah tiket di tangan kakaknya dan mulai membaca tulisan di tiket tersebut.
"Gue baru tau ada tiket."
"Padahal lo sebangku sama Malvin."
"Malvin gak pernah bawa ini. Ya nanti gue tanya. Terus lo kok punya tiket ini?" tanya Salma heran.
"Gue kemarin itu ya seneng banget bisa jadi supporter dan nantinya bareng-bareng sama Alfa. Tapi taunya pulang sekolah malah putus. Jadi gue gak semangat padahal nanti pulang sekolah sudah mulai latihan yel-yel." Silma menghembuskan napasnya berat dan menyisir rambut panjangnya yang selalu terurai.
"Jadi supporter ini dipilih kah?"
"Dipilih acak dan panitia dari sekolah gue yang ngurusin ini semua. Gue ingin keluar deh."
"Ih ikut aja Silma, nanti bisa ketemu sama gue. Tapi gue gak nonton pertandingan basket itu sih karena di sekolah gue sudah punya supporter sendiri." Salma menggaruk rambutnya yang tidak gatal.
"Emang lo gak dibolehin masuk? Padahal kan sekolah lo sendiri."
"Yang nonton gak cuman sekolah kita ya, Sil. Sekolah lain juga banyak ditambah jumlah supporter itu tidak dibatasi pasti deh tuh tribun bakal penuh."
"Ah iya, ini dari pagi sampai sore acaranya. Enak tidur di rumah. Lo pasti pulang duluan."
"Lo nonton sebentar aja deh terus pura-pura kebelet nah nanti lo tunggu dimana gitu dan chat ke gue. Gue langsung ke sana."
"Gue takut diberi sanksi sama panitia kan ini sudah janji bakalan nonton sampai habis. Gue jadi gak enak juga nih." Silma menarik tangan Salma supaya duduk di sebelahnya dan mulai mendadani adiknya padahal Salma sudah menolaknya. Tapi Silma ingin memberi bedak di wajah Salma dan lipbalm di bibir adiknya yang nampak kering.
"Udahlah terobos aja dan gak bakalan ketahuan kok. Jangan lupa bawa jaket biar kaburnya gak kelihatan dari SMA mana dan kaus kaki polos."
"Ide bagus tuh, oke gue nanti bakalan kayak begitu." Silma menjetikkan jarinya dan menyetujui ide adiknya.
"Oke sekarang sarapan dulu. Sudah cukup galaumu, kemarin lo begadang sambil nangis-nangis kan?" Salma mengajak kakaknya keluar dari kamar setelah beres semuanya.
"Kok lo tau gue habis nangis semalaman?"
"Bengkak mata lo."
"Oh iya, gue lupa kalau mata bisa bengkak ya. Kok gue baru sadar sih. Tapi gue sudah tutupin pake bedak lumayan tebal lah."
"Pantesan wajah sama leher lo gak rata."
"Iya ih jangan ngejek gue deh." Silma yang merasa malu habis diledek oleh Salma, segera menghapus bedaknya agar tidak terlalu tebal.
"Sudah sekarang lo gak usah sok-sokan mengurangu porsi makan. Lo sakit, gue juga ikut merasakan." Mereka menuruni anak tangga dan Juna melewati mereka seraya menjulurkan lidahnya sambil menepuk pantatnya.
"Woo bocah pengen ditendang kayaknya!" teriak Salma yang mengambil ancang-ancang akan menendang p****t adiknya. Juna langsung lari tebirit-b***t dan memanggil sang bunda berkali-kali tuk mengadu sikap kakaknya kepadanya.
Silma pun tertawa melihat dua adiknya saling bertengkar dan sama-sama membela diri saat ditegur oleh Pandu.
...
Di dalam perjalanan menuju sekolah, tiba-tiba saja Salma menepuk kakaknya beberapa kali.
"Kenapa Sal?" tanya Silma bingung.
"Itu bukannya pacar lo eh maksudnya mas mantan lo."
"Iya dia sama---" Silma terdiam saat melihat Alfa berboncengan bersama seorang gadis yang ia kenal. Dialah Silvia, gadis itu memeluk rapat ke punggung Alfa dan terlihat mereka sedang mengobrol.
Setelah mobil mereka menyalip, mereka berdua kembali duduk biasa. Salma menoleh ke kakaknya yang masih saja galau habis putus dari Alfa.
"Dia cewek yang waktu di tokoh sepatu itu kan? Yang bikin lo jatuh."
"Iya, Sal. Dia mantannya dan mungkin mereka balikan lagi." Silma tersenyum kecut.
"Mereka cocok tuh."
"Lo ngejek gue lagi ya?" Silma menghela napasnya.
"Makanya kalau cinta sama orang jangan cinta kebangetan. Karena lagi itu ya kalau tidak dipanggil Tuhan ya sama cewel lain. Ibaratnya sih begitu. Masih muda, cowok lain yang lebih baik dari Alfa itu banyak kok."
"Iya deh." Silma mengiyakan saja ucapan adiknya. Walau ucapan adiknya benar tapi tetap saja Silma sulit melupakan Alfa begitu mudahnya.
Setiba di sekolah Louwis, Silma keluar dan mobilnya berganti mengantar Salma menuju sekolahnya.
Setelah sampai di koridor, seseorang memanggil dari arah belakang dan membuatnya menghentikan langkah kakinya.
"Sil! Silma!"
"Lho Kiky."
"Pagi." Seseorang itu ialah Kiky, lelaki itu tersenyum lebar dan menyapa Silma.
"Pagi juga, lo kok ke arah ini sih? Lo kelas IPA kah?"
"Iya, gue IPA 3."
"Gue baru tau lo IPA juga, astaga padahal kelas kita sebelahan." Silma tertawa.
"Emang lo kelas IPA berapa?"
"IPA 5, barengan dong kita."
"Haha iya." Mereka berjalan bersama menuju kelas mereka masing-masing yang kebetulan bersebelahan.
Tapi saat di tengah jalan, Silma dan Alfa sempat berpapasan lalu keduanya saling membuang muka. Silma juga melihat Silvia terus bergelayut manja dilengan Alfa.
"Lo sama pacar lo ada masalah?"
"Emm kita habis putus."
"Putus?" Kiky membulatkan matanya dan terkejut.
"Tapi dia udah barengan sama cewek lain?"
"Biarin, terserah dia. Gue sudah gak berurusan lagi sama dia." Raut wajah Silma berubah sedih dan Kiky menyadarinya.
"Iya deh, enggak usah dipikirin. Eh di kantin ada stand makanan baru tapi ini es krim."
"Jangan bohong lho!"
"Iya ada kok, penjual baru. Kemarin gue beli sama temen gue."
"Cepet banget lo dapet temen sih."
"Harus-harus pandai bergaul, Sil. Lo masih kayak dulu kah? Sulit dapat teman."
"Iya."
"Ada gue deh sekarang. Gue kan sahabat lo dari dulu." Lantas Kiky menggandeng tangan Silma membuat Silma tersenyum samar.
...
Alfa telah memutuskan keputusan yang sangat berat menurutnya. Ia memilih Silvia dibanding mempertahankan hubungannya dengan Silma. Walau begitu, Alfa harus menahan rasa jengah pada sikap Silvia kepadanya. Gadis itu begitu agresif kepadanya dan tak ada rasa malunya mengumbar kemesraan di tempat umum.
"Sudahlah, Via. Gue risih tau." Alfa berusaha melepaskan tangan Silvia.
"Sayang, biar semua tau kalau kita balikan." Silvia menyunggingkan senyumnya lebar dan semua mata memandang tertuju kepada mereka berdua. Berita balaikan Alfa dan Silvia di sekolah juga menjadi berita panas pagi ini.
Banyak yang memberikan pujian kepada mereka. Bahwa mereka pantas sekali dibanding pasangan Alfa yang kemarin.
Kini waktu istirahat pula, Alfa juga bertemu Silma. Bedanya mereka tidak bersama lagi seperti dulu. Alfa diam-diam memandang Silma sendu dari kejauhan, Silma tengah asyik mengobrol bersama temannya di sana dan Alfa di sini merasa tertekan bersama Silvia.
"Kayaknya Silma juga gampang banget cari penggantimu. Cowok dia juga tampan. Kelihatan Silma juga cewek gampangan haha." Silvia tertawa sehabis mencaci Silma.
"Silma bukan cewek gampangan. Cowok yang bersamanya itu temannya."
"Ulu ulu masih dibela aja nih?" Silvia mencolek dagu Alfa.
"Diamlah, Via. Kalau di kantin ingin makan ya makan. Gue lagi gak nafsu makan."
"Ingat, Alfa. Kalau kamu gak mau nurut, sasaran empuk dariku itu Silma."
"Dia sudah gak ada urusannya sama gue, Via. Jangan ganggu dia!" Alfa menggeram kesal.
"Oh aku tidak sebodoh itu. Dia masih ada dipikiranmu, Sayang. Dia kan memang kelemahanmu." Silvia menegakkan tubuhnya dan bersedekap d**a. Matanya menatap tajam tetuju pada Silma.
Alfa mengusap wajahnya kasar dan berdecak kesal.
'Kenapa gue bisa satu sekolah sama dia? Bikin mood gue buruk aja'---batin Alfa.
....
....