Part 39

1006 Kata
Author Niwi kemarin lupa mau kasih tau libur sebentar sehari, capek soalnya Tenang setelah ini bakalan up tiap hari sampai tamat kok, gak ada ending gantung Kuusahakan up tiap hari, meski tangan author niwi lagi sakit tapi gapapa, demi cerita ini segera ditamatkan ... Part 39 "Halo?" Salma mengangkat telepon dari Malvin. 'Sal, lo di mana?' "Gue di rumah." 'Dari tadi kah?' "Iya, kenapa sih nanya-nanya gue di mana?" tanya Salma heran. 'Sekilas tadi gue lihat lo sama cowok, jalan berdua sambil gandengan. Mirip banget sama wajah lo soalnya' "Itu bukan gue." Salma menghela napasnya pelan dan sudah menebak di dalam hatinya kalau yang tengah dibicarakan oleh Malvin itu adalah kakaknya bersama Alfa yang sedang berolahraga. 'Terus siapa dong?' "Itu ka---" 'Eh bentar, Sal. Gue matiin dulu. Besok dilanjut lagi haha, tapi yang penting bukan lo' Malvin mematikan teleponnya secara sepihak dan Salma mendengus sebal. Tapi entah mengapa hatinya merasa senang mendengar suara kekhawatiran Malvin jika nantinya dirinya diketahui dekat dengan cowok. "Yang dilihat Malvin itu kakak gue tapi kan kita kembar. Jadi, Malvin kelihatan cemburu dong ke gue?" "Ih kenapa jadi mikirin dia sih? Dia aja nyebelin." Salma menangkup pipinya dan menggosoknya begitu pelan. Salma yang berada di kamar kini merebahkan tubuhnya di atas kasur dan tiba-tiba memikirkan dirinya tadi yang berbincang bersama bundanya. "Emm Malvin serius suka sama gue gak ya?" "Gue takut aja suka sama orang karena gue dulu pernah suka tapi diabaikan. Jadi males deh kenal apa itu cinta-cintaan. Bagi gue bikin sakit hati terus." "Gue gak munafik, gue juga ingin merasakan apa yang dirasakan kakak gue. Ada yang perhatian ini dan itu. Tapi malesnya ya kalau berantem dan marah-marahan. Hadeh bikin muak aja. Gue kan gak mau ribet orangnya." Malam harinya... "Kata bunda sih gak papa kok bilang ada yang deketin kita. Kita bilang aja berteman daripada lo sembunyi-sembunyi terus begini," kata Salma saat kakaknya akan pergi berkenacan malam ini. "Gue tetap nyaman begini aja. Ini privasi gue lagian itu cuman bujukan manis dari bunda dan ujung-ujung gue disuruh jauhin orang yang cintai." "Enggak, bukan begitu Sil. Bunda melarang emang bunda gak mau aja kita lebih fokus pacaran, besok sudah mulai ulangan semester satu dan lo biasanya sudah mempersiapkan diri sebelum ulangan. Dari kemarin lo asyik terus pacaran sama dia." Salma menghampiri kakaknya yang berada di dalam kamar. "Lo pikir kita ngobrol-ngobrol gak jelas gitu? Salma, kita juga lagi ngobrolin pelajaran kok." "Gue kemarin lihat kertas ulangan lo yang nol nilainya." "Terus apa urusannya sama lo? Itu kan hak gue dapat nol." "Sil, lo dulu tuh anti banget dapat nilai nol. Coba kalau bunda tau pasti bakalan marah." Salma menghela napasnya kasar melihat kakaknya yang masih santai saja sambil menyisir rambutnya. "Sal, lo kalau ke sini cuman buat ngomelin gue mending pergi deh. Gue capek tau." "Gue sebagai adik dan gak mau kakaknya menyesal nantinya, makanya bilang begini. Lo boleh pacaran tapi ingat saja pendidikan itu penting. Gak usah khawatirin Alfa bakalan ninggalin lo, justru kalau lo terus-terusan menghubungi dia. Dianya malah risih dan gak nyaman. Kalian kan masih bertemu di sekolah, bisa dong dibagi waktunya?" "Lo kenapa sih ikut campur masalah gue? Pergi! Gue pusing!" "Gue bukan ikut campur tapi mengingatkan ke lo aja, Sil." Akhirnya Salma memilih pergi dari kamar kakaknya. Merasa marah sih iya, kakaknya sangat keras kepala saat diingatkan. Setelah adiknya pergi dari kamarnya, Silma berdecak kesal dan merasa tak nyaman terus diomelin oleh keluarganya. "Kenapa sih semuanya ikut campur masalah gue?" "Gue juga ingin bebas kali." "Cerewet amat deh." ... "Alfa." Baru saja Alfa duduk di bangkunya, seseorang memanggil dan orang itu langsung duduk di sebelahnya. "Apa?" tanya Alfa malas pada gadis di sebelahnya. "Lo masih ingat gak apa yang gue katakan dua minggu yang lalu." Gadis itu tidak lain ialah Silvia seraya menarik tangan Alfa dan digenggamnya. Meski Alfa meronta tapi Silvia tidak ingin melepaskan genggaman ini. Deg' Alfa baru ingat dan tepat hari ini seharusnya dirinya tidak menghindari Silvia demi Silma agar tidak dibully lagi. "Gue lupa." "Tapi gue ingat dong." "Kasih gue waktu buat mutusin yang mana." "Oh masih dipikir juga? Lo milih gue dan dia gak bakalan gue bully atau lo milih dia, tapi dia akan kesiksa? Helow masih dipikir juga?" tanya Silvia lagi. "Kalau gue putusin Silma, lo masih nganggu dia?" "Iya lah. Kalau lo gak mau balik sama gue." "Sengaja lo kasih pilihan berat ke gue ternyata. Kenapa sih lo gak musnah aja? Gue muak lihat lo." Alfa menatap tak suka pada Silvia dan risih saja setiap ada gadis itu di sisinya. "Lo gak ingat apa yang sudah gue lakuin ke lo dulu? Lebih kejam mana antara lo dan gue?" "Tapi gue gak ada sangkut-pautnya sama orang lain dan lo nganggu Silma yang gak ada urusannya sama kita." "Silma itu kelemahan lo jadi gue gunain dia aja. Kalau gak ada dia, lo gak mungkin sebingung ini kan? Uh makin cakep aja." Silvia tak peduli tangannya ditepis lelaki itu ketika mencoba membelai pipi Alfa. "Lo bales dendam ke gue kan? Gue udah minta maaf berulang kali ke lo, apa lo gak denger?" Alfa melirik gadis itu sekilas. "Gue gak butuh ungkapan maaf tapi yang gue butuhin lihat lo menderita. Salah sendiri lo cari masalah ke gue dan nyakitin hati gue." Silvia tersenyum miring sambil tangannya yang tidak bisa diam itu, menepuk pundak Alfa beberapa kali. 'Ya ampun, kenapa gue bisa kenal sama ini cewek? Mantan-mantan gue gak ada yang kayak begini dan gue yang ingin tenang malah diganggu terus sama dia. Gue sudah minta maaf malah dia ingin gue menderita. Cewek ini bikin gue makin geram aja, coba kalau bokap gak kerja jadi karyawan bokapnya pastinya gue milih hancurin dia aja. Stress lama-lama'---umpat Alfa yang sudah kesal dalam hatinya sembari mengepalkan kedua tangannya erat. 'Rasain kan lo, enak aja lo nyakitin gue dulu dan ini akibatnya lo cari masalah ke gue. Rasa balas dendam ini masih membara di hati gue dan gue ingin sekali lihat lo hancur ah bukan lo sih, gue juga ingin pacar lo hancur dan kalian sama-sama hancur deh haha'--kata Silvia dan tertawa jahat di dalam hatinya. ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN