Jaket

1101 Kata
Anna bangun pagi-pagi sekali, tidurnya sangat tidak nyenyak. Ia merenggangkan badannya sebentar lalu Anna beranjak turun. Di lihatnya Jeremy yang masih memejamkan mata, jambang yang tumbuh tipis-tipis di sekitar rahangnya membuat Jeremy terlihat seperti laki-laki perkasa. Apalagi hidung yang mancung, juga proporsi bibirnya yang pas dengan sistematik wajahnya. Tanpa sadar Anna menarik kedua ujung sudut bibirnya melengkung ke atas. Dan baru ia sadari ternyata Jeremy setampan itu. "Apa yang kau lakukan di sana?" Tiba-tiba Jeremy membuka matanya dan melihat sosok yang sedang berdiri sambil menatapnya dengan senyum mengembang. Sontak membuat Anna berjingkat kaget, "Kau yang apa-apa Jer! Kau membuat jantungku hampir copot!" Anna mengelus dadanya kaget karena suara bass milik Jeremy. Anna berlalu pergi ke kamar mandi begitu saja dan saat ia ingat bahwa di kamar mandi itu tidak ada pintu, Anna menghentikan langkahnya kemudian berbalik. "Jer.." pangilnya pelan. "Hmm." sahutnya tanpa minat. Jeremy kembali menutup matanya. "Kau jangan berani-beraninya melihat ke arah kamar mandi!" ancamnya. "Memangnya kenapa?" Tidak mungkin Anna menjawab, "Apa kau mau melihatku tanpa busana hah!" Pasti otak Jeremy akan ke mana-mana nantinya. Anna diam memutar otak untuk menjawab laki-laki itu. Jeremy menoleh dan menyeringai, benar-benar membuat Anna takut, "Kenapa Jer?" cicitnya. "Memangnya kenapa kalau aku melihat ke arah sana?" Jeremy menunjuk arah kamar mandi dengan wajah ambigu. "Dasar m***m!" Jeremy bangkit dari tidurnya lalu mendekat ke arah Anna, "Bukankah kita sudah menikah. Jadi melakukan hal itu tidak apa-apa kan." Reflek Anna mundur ketika melihat Jeremy mendekat, bukan apa-apa pandangan Anna malah fokus ke d**a bidang bidang Jeremy. Sial! Ada apa dengan otaknya! "Apa yang sedang kau lihat? Kau terpukau dengan bentuk tubuhku hmm?" Anna menggeleng-gelengkan kepala, "Ti-tidak!" seru Anna. Padahal sejujurnya iya. Bisa-bisanya ia membayangkan betapa sempurnanya badan Jeremy di balik kaos hitam itu. Anna menelan ludahnya susah payah, ditambah jarak antara dirinya dan Jeremy semakin dekat. "Aw!" teriak Anna. Saat tubuhnya menabrak dinding. "Jer!" cicitnya yang tak digubris oleh Jeremy. Jeremy semakin mendekatkan diri. Bahkan Anna bisa merasakan hembusan nafas laki-laki tersebut, jaraknya sangat dekat hanya lima centi dari wajah Anna. Anna tidak bisa berkutik dikungkung Jeremy, ia meletakkan kedua tangannya di depan d**a karena hanya itu satu-satunya cara menyelamatkan diri dari jeremy. Ia menutup matanya takut, entah apa yang akan Jeremy lakukan. Anna merasa hembusan nafas Jeremy berada di dekat telingganya, "Oh Tuhan! Apa yang laki-laki b******k ini lakukan!" batin Anna pucat. "Kau pikir aku akan melakukan apa?" bisik Jeremy tepat di sebelah telinga Anna. Anna membelalakkan matanya lebar, "Sial!" desisnya. Jeremy tertawa puas melihat wajah Anna memucat, ternyata gampang sekali menggoda wanita itu. *** Seorang pelayan datang mengantarkan makan malam untuk Anna dan Jeremy, karena pria iti meminta untuk makan malam di kamar saja. Sejujurnya Anna bosan karena sejak tadi pagi terus berada di kamar. Setelah pelayan pergi, mereka sama-sama menikmati makanan dengan hening. Semua makanan tersaji sempurna di depan Anna namun ia tidak langsung menyantapnya. Anna teringat Gerald, tiba-tiba saja ia rindu dengan bocah laki-laki tersebut. "Kenapa? Apa kau tidak suka?" tanya Gerald yang sedari tadi memperhatikan Anna yang sedamg diam, menatap nanar makanan di hapadannya. Anna menggeleng, "Bukan begitu." "Lalu?" "Aku merindukan Gerald." Jeremy mendesah pelan, ia pikir Anna kenapa ternyata hanya perihal Gerald, "Sudahlah. Gerald baik-baik saja bersama Papa. Apa yang kau takutkan?" ketus Jeremy, ia masih tidak suka dengan Anna yang selalu mengkhawatirkan Gerald. "Iya aku tau. Aku hanya sedang rindu kepada anakku!" sahut Anna tak kalah sewot. "Kau terlalu memanjakannya." Anna melirik sinis Jeremy, "Apa kau bilang!" emosinya benar-benar memuncak. Sejak pagi ia menahan diri, tetapi kali ini Anna sudah tidak bisa lagi, "Jelas aku memanjakannya, karena kau sebagai papa tidak pernah memanjakannya!" sindir Anna. Kemudian ia berdiri lalu keluar dari kamar hotelnya. Malam ini Anna akan berjalan-jalan seorang diri, menghilangkan rasa bosan. Melepas penat setelah banyak emosi yang Anna pendam. Hawa dingin mulai merasuk ke tulang-tulang Anna. Ia lupa tadi tidak membawa jaket, "Mana mungkin aku balik sekarang?" monolognya. Anna tetap melanjutkan jalan-jalan malamnya. Dengan kedua tangan yang ia lipat ke depan d**a. Matanya menyorot lampu-lampu cantik yang menghiasi kota tersebut, kanan kiri ia lihat banyak pasangan kekasih yang sedang bermesraan. Rupanya tempat ini memang dikhususkan untuk pasangan yang ingin pergi berbulan madu, semua tampak mendukung mulai dari tempat, suasana, bahkan pemandangan pantainya. Rasanya akan sangat menyenangkan jika pergi ke sini bersama orang yang kita cintai, sayangnya Anna pergi bersama Jeremy. Anna mendengus kesal. Bahkan seharian tadi Anna sudah beberapa kali mengajak Jeremy berjalan-jalan agar tidak jenuh berada di kamar namun Jeremy menolak, alasannya karena ia sudah ke semua tempat yang berada di Maladewa ini sebanyak tiga kali. Jadi mau tidak mau Anna pergi seorang diri saja. "Cuaca sedang dingin dan kau keluar tanpa menggunakan jaket!" Tubuh Anna membeku saat sebuah jaket menyampir di pundaknya, ia menoleh dan mendapati wajah Jeremy di sana, lalu Jeremy duduk di sebelahnya. Mendadak Anna salah tingkah, pipinya terasa panas, deguban jantungnya juga tidak biasa. "Terima kasih." Tidak ada yang memulai untuk berbicara, Anna dan juga Jeremy sama-sama diam. Jeremy juga merasa aneh, mengapa tiba-tiba ia memilih menyusul dan berinisiatif membawakan jaket untuk wanita itu. "Apa kau mau berjalan-jalan denganku?" tawar Jeremy. "Bukankah kau tidak mau untuk itu?" "Cepatlah! Sebelum aku berubah pikiran!" Baru saja Anna tersanjung dengan kebaikan Jeremy dan sekarang ia sudah kembali menjadi Jeremy dengan tingkah menyebalkan. "Ya aku mau!" jawab Anna dengan sedikit ketus. Malam ini ia tidak ada tenaga untuk mendebat Jeremy, lebih baik dia menjawab seperlunya saja. Mereka berdua berjalan beriringan, jangan berharap mereka berjalan dengan bergandengan tangan satu sama lain, tidak. Mustahil! Mereka hanya berjalan beriringan dengan jarak yang cukup jauh. Bahkan sama sekali tidak terlihat sebagai pasangan suami istri. Sepertinya tempat romantis ini tidak cocok dengan Anna dan juga Jeremy. Setidaknya malam ini Anna bisa memanjakan matanya, ia melihat banyaknya penjual makanan di sepanjang jalan. Pandangan Anna tertuju pada sebuah tempat yang sangat ramai di kunjungi banyak orang, kebanyakan yang datang membawa pasangannya. Anna jadi semakin penasaran, "Tempat apa itu Jer ramai sekali pengunjung yang datang?" tanyanya kepada Jeremy. "Itu tempat jasa peramal garis tangan." Sepertinya menarik, "Ayo kita mencobanya!" seru Anna. Ia tertarik pergi ke sana, Anna juga ingin tau apakah peramal itu bisa memprediksi masa depannya. "Untuk apa? Pergilah sendiri!" tolak Jeremy. Berbeda dengan Anna, Jeremy tidak percaya dengan hal-hal seperti jasa peramal garis tangan atau pun tarot. Menurut Jeremy itu hanya akal-akalan manusia mencari uang. Anna mengerucutkan bibirnya kesal, "Hanya untuk seru-seruan saja. Ya sudah aku akan ke sana sendiri!" Anna berlalu begitu saja, namun dengan cepat Jeremy menahannya. "Baiklah akan ku turuti kau!" Anna tersenyum puas, sekarang ia tau bagaimana cara kerja otak Jeremy. "Aku tidak ingin kau kesasar dan hilang! Karena pasti itu sangat merepotkanku!" Sialan! Jadi itu alasannya? ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN