Liburan

1341 Kata
"Apa? Syarat apa?" ujar Anna. Jeremy menampilkan senyum sengitnya dengan menatap Anna tajam, "Menuruti semua keinginanku." Senyum iblis di wajahnya membuat Anna ingin mencakar wajah Jeremy. "Tidak! Kau mau memanfaatkanku hah!" Emosi Anna sudah tidak terbendung lagi. Sejak tadi ia mencoba menahan, namun rupanya Jeremy semakin membuatnya naik darah. Mendengar penolakan Anna, Jeremy tersenyum puas karena Jeremy pun sebenarnya tau jawaban apa yang akan keluar dari mulut wanita itu. Jeremy merebahkan dirinya di atas kasur menatap Anna yang masih berdiri dengan wajah sinisnya. "Ya sudah sekarang pergilah!" Anna mengacak rambutnya asal, ia terus mengumpat meski dalam hati. "Baik aku mau!" ketus Anna. Ia terpaksa melakukan ini demi Jeremy agar mau pergi berlibur. Anna heran, kenapa ada manusia seperti laki-laki itu? Padahal manusia lainnya, sangat ingin pergi berlibur sedangkan Jeremy? Sialan memang laki-laki itu! Jeremy mengulum senyum, ia akan bermain-main dengan Anna. Lihat aja, Jeremy akan membawa Anna ke dalam permainannya. Ia langsung bangkit dari tidurnya, "Kita berangkat!" seru Jeremy dengan senyum merekah. Padahal Anna menunggu keinginan apa yang harus ia kabulkan, "Apa keinginanmu cepat katakan?" Anna sudah tidak ingin berbebelit-belit. Jujur Anna muak, berbicara dengan Jereny hanya menguji kesabarannya saja. "Sudah berkemas-kemaslah dulu." Ia mendorong bahu Anna agar wanita itu keluar dari dalam kamarnya. Setelah Anna keluar, Jeremy menutup pintu kamarnya membiarkan Anna berdiri di sana. "Sialan! Kau manusia paling sialan!" Pekik Anna di depan pintu kamar bercat coklat sangking kesalnya. Anna menghentak-hentakkan kakinya sambil berjalan menuju kamarnya. Kepala yang awalnya dingin kini berubah ingin meledak sebab akibat perbuatan Jeremy. Sedangkan di dalam kamarnya, terdengar Jeremy tertawa bahagia. Ia berencana menghubungi Frans, menceritakan kejadian beberapa menit yang lalu kepada temannya itu. Mana mungkin seorang Jeremy berkemas, mana sudi dirinya membawa banyak barang-barang lebih baik ia membeli saja di sana nanti. "Ada apa?" Jeremy tertawa terbahak-bahak, "Barusan aku melakukan perjanjian gila." "Dengan istrimu?" Tawanya terhenti, mendengar jawaban Frans, "Kau pikir siapa lagi!" sambarnya. "Kau melakukan perjanjian konyol apa Jer?" "Papa menyuruhku dan Anna pergi ke Maladewa, tetapi aku menolaknya. Tapi rupanya papa menyuruh Anna merayuku agar mau." "Lalu kau mau?" "Awalnya tidak, tapi aku bilang kalau dia mau aku pergi, dia harus menuruti semua keinginanku." ujar Jeremy tersenyum puas. "Kau mencari kesempatan Jer?" "Jelas memang aku sengaja." "Lantas rencanamu selanjutnya apa?" Tanya Frans lebih dalam. "Entah lah." Pasalnya ia juga bingung hal apa yang membuat Jeremy ingin melakukan ini. "Rupanya sebentar lagi kau akan jatuh cinta lagi Jer." "Sial! Itu tidak akan terjadi!" Terdengar kekehan Frans dari sebrang sana, "Kita lihat saja nanti!" Tiba-tiba terdengar gedoran pintu dari luar, "Jer apa kau sudah siap?" Itu suara Anna. "Ya sudah aku matikan, sepertinya Anna sudah memanggilku." "Bersenang-senanglah Jer, bawakan aku satu keponakan yang lucu lagi." "k*****t!" umpat Jeremi. Ia mematikan sambungan telfonnya dengan Frans lalu berjalan ke arah pintu kamarnya. Terlihat Anna sudah siap dengan koper dan juga tas kecil yang wanita itu bawa. Anna menatap Jeremy dari atas ke bawah, tidak ada yang berubah ia masih menggunakan setelan baju yang sama. "Kenapa kau belum berkemas Jer!" decak Anna kesal. "Aku sudah siap." "Dengan pakaian seperti itu?" cerca Anna. Tidak ada yang salah sebenarnya dengan pakaian yang Jeremy kenakan, namun baju yang ia gunakan tersebut terlalu santai. Jelas Anna mempertanyakannya karena Jeremy hanya menggunakan kaos hitam meski harganya belasan juta dan juga celana training dari brand ternama, tetapi menurut Anna pakaian itu tidak cocok digunakan untuk berangkat berlibur. "Memangnya kenapa?" sahutnya seolah santai. Anna menghembuskan nafasnya pelan. Ia sudah berpakaian rapi membawa koper, sangat siap untuk pergi berlibur sedangkan Jeremy? Sudahlah Anna tidak ingin berdebat panjang lebar dengan pria itu, terserah Jeremy saja. "Sudahlah bukan masalah besar." Jeremy mengangguk berjalan tanpa beban mendahului Anna. "Apa kau tidak membawa koper Jer?" "Tidak." sahutnya tanpa menoleh. Anna mendelik, setidak maukah ia pergi berlibur? "Kau tau kita berada di sana selama tiga hari." "Ya tau." jawab Jeremy santai. "Lalu?" "Apanya? Kenapa kau cerewet sekali!" Oh Tuhan, dosa apa yang pernah Anna perbuat hingga memiliki suami seperti Jeremy. "Kau akan terus menggunakan pakaian itu saja hah!" Bentak Anna sudah tidak bisa mengontrol emosinya. "Beli di sana apa susahnya? Sudahlah cepat!" Sudah tidak mau membantu, malah menyuruh-nyuruh dengan keji. Anna ingin sekali menusuknya dari belakang. "Mom." Ujar Gerald saat berpapasan dengan Anna di pintu masuk mansion. Ia baru saja datang bersama Robert. "Sayang." Anna memeluk tubuh Gerald. Sejujurnya ia tidak tega meninggalkan Gerald selama beberapa hari, meskipun Anna yakin Gerald tidak akan kesepian karena ada Robert dan para pelayan yang menemani. Tetapi karena jiwa keibuannya yang begitu besar, membuatnya tidak ingin berpisah dengan bocah tersebut. "Selamat bersenang-senang Mom." Anna mengangguk, "Mommy akan cepat pulang. Gerald di sini tidak boleh nakal, harus nurut sama kakek." "Baik Mom." Robert menyaksikan langsung rasa cinta Anna yang terpancar untuk Gerald, rasanya ia ingin cepat-cepat memiliki cucu lagi dari Jeremy, melihat Anna yang sangat mencintai anak kecil membuatnya percaya kepada wanita itu. "Pa Anna dan Jeremy dulu, Anna titip Gerald pa." Robert mengangguk, "Pergilah dengan senang dan tenang. Gerald akan aman bersamaku." "Anna percaya itu Pa." Ia mencium pipi Gerald lalu mencium keningnya. Setelah itu Anna melambaikan tangan kepada Gerald. "Cepatlah lama sekali kau ini!" "Aku masih ingin melihat anakku." dengus Anna. "Kita hanya beberapa hari di sana dan kau bisa bertemu dengannya lagi nanti!" Anna tidak memperdulikan Jeremy, ia tetap melambaikan tangan hingga mereka masuk ke dalam mobil yang mereka tumpangi menuju bandara. "Terlalu berlebihan!" sindir Jeremy. Anna meliriknya sengit, "Bukan aku yang berlebihan tapi memang kau yang tak punya hati!" *** Perjalanan menuju Maladewa membuat tubuh Anna pegal, beberapa kali ia memiringkan badan ke kanan dan kiri, meski ia menggunakan penerbangan first class tetap saja lelah. Mungkin juga karena semenjak bekerja ia tidak pernah pergi liburan lagi, jadi tubuhnya mudah lelah jika menempu perjalanan jauh. Dan kini Anna dan Jeremy sedang dalam perjalanan menuju hotel. "Terima kasih Sir," ujar Anna kemudian ia keluar menyusul Jeremy. "Hanya satu?" beo Anna saat resepsionis memberikan kartu kamar. Mungkin di dalamnya akan ada dua single bad, pikirnya. Robert tidak main-main bahkan ia menyewa hotel bintang lima untuk Anna dan Jeremy. Alangkah terkejutnya Anna saat masuk ke dalam kamar, melihat hanya ada king bed di sana. Mata Anna terbelalak kaget, apa maksudnya? Berbeda dengan Jeremy yang tampak biasa saja, ia langsung merebahkan tubuhnya di atas kasury. "Akhirnya!" "Apa aku harus menyewa kamar sendiri?" ujar Anna. Kamar yang Robert sewa sangat-sangatlah besar, bahkan kamar mandi yang di desain tanpa pintu membuat Anna tercekat. Seakan-akan ini adalah kamar untuk para pengantin baru yang hendak pergi berbulan madu. "Jer kita tidak mungkin tidur satu ranjang 'kan?" ucap Anna menggeleng-gelengkan kepalanya. "Memangnya kenapa?" Jeremy menautkan keningnya bertanya. "Tidak! Aku tidak mau satu ranjang denganmu!" tolak Anna keras. "Lalu kau mau bagaimana? Kau ingin memesan kamar lagi?" Anna mengangguk, "Iya." sahut Anna lantang. Jeremy tersenyum sinis, "Apa kau tidak tau siapa pemilik hotel ini?" Anna terdiam cukup lama mematung di tempat, mencerna apa yang Jeremy katakan. Pasalnya memang Anna tidak tau siapa pemilik hotel bintang lima ini. Bukankah itu tidak penting untuknya? Jeremy terkekeh pelan, "Ya. Ini hotel milik papa. Jadi kalau kau mau memesan satu kamar lagi, kau membuat papa curiga." Terang Jeremy sambil memejamkan mata. "Aku ingin tidur, terserah kau tinggal pilih saja tidur seranjang bersamaku atau tidur di sofa!" Liburan bersama Jeremy adalah hal yang seharusnya dihindari. Belum sehari saja, Anna dibuat darah tinggi. Bukankah seharusnya laki-laki itu tidak membiarkan Anna tidur di sofa, atau paling tidak ia yang mengalah dan meminta Anna tidur di kasur. Memang sialan duda itu! Mau tak mau Anna tidur bersama Jeremy, namun tidak ada apa-apa di antara keduanya. Anna paling tidak suka tidur sofa karena memang sangat tidak nyaman apalagi saat terbangun kepala Anna akan terasa berat. Jadi terpaksa selama tiga hari ini ia tidur seranjang dengan Jeremy. Anna memberi batas ditengah dengan meletakkan tas kecil miliknya, "Jangan sampai kau melewati batas yang kubuat!" Jeremy hanya melenguh kecil, ia sudah mengantuk tapi ada saja ulah Anna. Malam ini adalah malam paling tidak nyaman bagi Anna sepanjang ia hidup. Anna takut tiba-tiba Jeremy mengerayanginya, entah wanita tersebut takut saja bila Jeremy melakukan hal-hal tak terduga. "Tuhan jaga aku malam ini." batin Anna. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN