Welly mengirim komentar terakhir dan meletakkan ponsel.
Di sudut mulutnya ada senyuman datar, dia mendadak mendapati kesenangan punya uang memang yang tidak pernah berani dipikirkan oleh dirinya dulu.
Benar, dia adalah Dengar Angin.
Welly pertama kali mendapati kalau menghabiskan uang bisa begitu senang.
"s**t! Hebat, sungguh melegakan!" Candra Zainal mendadak melompat dan berkata girang, "Welly, Welly, cepat lihat. Bagus sekali, siapa Dengar Angin ini? Lihat dia membuat kesal Jenny Wilston itu!"
"Haha, inilah akhir dari menyinggung kita!" Donny Jaka juga tersenyum dan tidak tahan bertanya penasaran, "Hai? Menurut kalian, siapa Dengar Angin ini? Bang Welly, menurutmu siapa? Universitas Batang masih ada orang yang begitu kaya? Memberikan ratusan juta dalam sekaligus!"
Welly tersenyum, sambil memakai headphone sambil berkata, "Aku, apakah kalian percaya?"
Selesai bicara, Welly tersenyum bermakna dalam, kemudian masuk ke dalam siaran langsung Yuni itu. Seiringan dengan irama gitar yang merdu, Welly mendadak mendapati kalau suara nyanyian Yuni ini begitu jernih dan merdu. Meskipun polos tapi juga manis.
Selalu ada saat dalam hidup, mungkin hanya wajah samping seseorang sudah bisa menembus semua pertahananmu dengan mudah dan menarik semua tatapanmu bagaikan magnet.
Ketika memandangi gadis di ponsel ini, hati Welly ada rasa bergetar.
"Haha, kamu berbual deh, berbual sepuasnya! Hanya saja anggap memang kamu, karena kami senang, haha ...."
Pagi-pagi keesokan harinya, hampir seluruh Universitas Batang mendidih karena kejadian kemarin.
Asalkan bertemu seseorang, maka akan membahas masalah siaran langsung semalam dan membicarakan siapa Dengar Angin itu.
Welly tidak terlalu menganggap serius, hanya ratusan juta saja. Bunga seminggu tabungan empat triliun dia saja tidak hanya sebanyak itu.
Welly pergi ke kantin untuk makan dulu, kemudian mengirimkan pesan memberitahu Martina kalau dirinya menunggunya di luar gedung sekolah.
Uang harus dikembalikan, ini adalah prinsip Welly.
Sesaat kemudian, Martina sudah keluar. Dia dari jauh sudah melambaikan tangan pada Welly, "Kenapa Welly?"
"Aku datang mengantarkan uang untukmu," Welly berkata dan menyerahkan sepuluh juta yang sudah dia siapkan sebelumnya ke Martina.
Martina segera menggelengkan kepala dan menolaknya, "Welly, apa yang kamu lakukan? Aku sudah bilang tidak mau. Bukankah kita sudah bicarakan sebelumnya? Apalagi ekonomimu tidak bagus, kamu simpan saja uang ini."
Martina juga mempertimbangkan untuk Welly. Dalam hatinya berpikir, Welly entah pinjam darimana uang beberapa juta ini. Jika dia menerima uang ini, hanya Tuhan yang tahu bagaimana Welly mengisi lubang ini.
Dua orang saling tarik-menarik, Lisa Zulnadi keluar dari gedung sekolah dengan buru-buru. Tadinya dia hendak memanggil Martina namun terkejut mendapati kalau Welly juga ada.
Wajah Lisa langsung menjadi suram.
Terutama melihat beberapa juta yang ditarik oleh kedua orang itu. Lisa semakin menghina Welly.
"Hehe, orang tidak berguna, memang bisa melakukan apa saja!" Lisa mencibir, "Merancang agar Martina menghabiskan beberapa juta belikan sepatu untukmu, lalu pergi mengobati luka di kliniknya. Sekarang malah mulai meminjam uang dengan Martina! Sungguh menjijikkan!"
Lisa melihat dua orang saling tarik-menarik uang, tanpa berpikir sudah yakin kalau Welly sedang meminjam uang dengan Martina.
Bagaimanapun juga, bagi dia, orang semacam ini bagaimana bisa mengeluarkan beberapa juta. Uang ini pasti punya Martina.
Berdua segera berhenti, Martina memandangi Lisa dengan tidak sabaran dan menjelaskan, "Lisa, Welly yang ingin mengembalikan uang padaku, aku tidak mau jadi berselisih dengan dia. Kamu tidak tahu apa-apa, tolong jangan bicara sembarangan, oke?"
Lisa mendengus dingin dan mengkerling Martina dengan marah lalu memarahinya, "Martina Sujaya, sudah sampai sejauh ini, tidak menyangka kamu masih membela si miskin ini? Dia kembalikan uang padamu? Aku tanya denganmu, dia bilang dia punya uang, apakah kamu percaya? Kenapa kamu tidak berpikir, aku sudah melihatnya, kamu masih saja berbicara untuknya?"
"Aku ...." Martina kesal dan kehilangan kata. Dia sungguh tidak menyangka, otak Lisa bisa aneh sampai sejauh ini.
"Hng, aku apa?" Lisa kembali memandangi Welly dengan menghina dan berkata sinis, "Kemarin bukankah seseorang berkata akan mengantarkan uang dalam setengah jam? Hehe, akhirnya bukankah tidak terlihat bayangannya. Kata orang seperti ini, siapa yang percaya maka adalah orang i***t"
Melihat rupa Lisa yang tidak masuk akal itu, Welly kehilangan kata. Orang seperti ini memang sangat menjengkelkan.
Welly menghela napas dan berkata, "Lisa Zulnadi, aku tidak ada dendam denganmu, jadi aku tidak ingin bermusuhan denganmu. Tolong kamu lebih jaga diri dan aku berharap kamu sebaiknya lebih menghormatiku. Kalau tidak, kamu benar-benar akan rugi besar."
Welly sudah memperingatkan Lisa, jika bukan dirinya tidak ingin terlalu jahat. Jika bukan karena dia adalah Kakak sepupu teman baiknya. Welly pasti tidak akan mengalah, hanya dia sendiri yang masih tidak tahu saja.
Welly kembali menambahkan, "Juga, aku kemarin tertunda karena masalah mendesak, ketika aku kembali, klinik sudah tutup pintu."
Welly mendadak teringat sesuatu dan segera bertanya, "Martina, Candra bilang denganku, kamu pergi dengan sangat buru-buru, apakah terjadi sesuatu?"
Martina mendengar pertanyaan Welly, bengong kemudian wajahnya merah dan berkata, "Tidak, tidak, tidak apa-apa, aku tidak apa-apa. Aku hanya ... pulang makan saja, benar-benar tidak apa-apa ...."
Tidak jujur, Welly tahu Martina sedang berbohong. Dia tadi saat berbicara sangat tidak alami dan wajahnya merah, pasti sudah menyembunyikan sesuatu.
"Martina, kalau ada masalah kamu pasti harus katakan," Welly perhatian, "Kalau memang kita adalah teman, kamu ada kesulitan, aku pasti akan membantu."
Martina menggelengkan kepala mengatakan tidak apa-apa, tapi kata-kata Welly membuat hatinya merasa hangat.
"Jiah, kamu masih ingin membantu? Sungguh konyol, kamu kira kamu siapa? Kamu tidak mengacaukannya sudah bagus, tidak tahu diri!"
Lisa mengkerling Welly, kemudian memukul kepalanya dan mendadak tertawa bangga.
"Oh iya Martina, aku mau kasih kamu lihat barang bagus!" Saat bicara, Lisa mengeluarkan sebuah kartu berwarna hijau tembaga dari tasnya dan tersenyum bangga, "Ini adalah kartu undangan perjamuan di hotel Haston besok, aku suruh Papaku minta orang ambilkan!"
Lisa memegang undangan itu dan tersenyum bangga, tidak sabar semua orang di Universitas Batang tahu dia memilikinya saja.
Martina sedikit terkejut ketika melihat undangan, kemudian menjadi redup.
"Buat apa perlihatkan padaku?" kata Martina acuh.
"Hehe, aku sudah bilang denganmu kemarin, aku bisa mendapatkan ini. Bukankah kamu tidak percaya? Hehe, bukankah kamu ngotot mau bersama orang miskin ini? Maka apa daya, tidak bisa bawa kamu pergi!"
Martina menggigit pelan bibirnya mendengarnya dan wajahnya tidak terima.
Bagaimanapun juga dia masih muda, gadis mana yang tidak ingin ke tempat seperti itu menambah wawasan.
Kemarin dia hanya kesal dan bilang tidak mau, tidak menyangka Lisa beneran tidak membantunya mendapatkan undangan. Harus tahu, dengan identitas Ayahnya Lisa, sama sekali tidak sulit mendapatkan undangan biasa ini.
Martina tidak bersuara dan dalam hati sangat tidak senang.
Semua ini dilihat oleh Welly. Welly melihat rupa Lisa yang begitu angkuh sungguh merasa konyol.
Welly tidak berani percaya, kenapa orang-orang ini begitu terpesona dengan pertemuan itu?
Hanya saja orang-orang ini tidak tahu kalau sebuah perjamuan yang mereka berjuang keras masuk dan memamerkannya, kenyataannya dipersiapkan oleh beberapa anak buah Ayahnya untuknya.
Welly memikirkan ini, dalam hati merasa sangat menyenangkan. Jika nantinya orang-orang ini tahu dengan hal ini, maka bagi mereka itu serangan seberapa besar ya?
Welly tersenyum dan memandangi Martina yang berwajah tidak terima, mendadak teringat kalau bukankah dirinya masih ada satu undangan?
Kalau memang Martina begitu ingin pergi, maka dia berikan undangan untuknya saja. Lagian dirinya pasti bisa masuk, karena itu perjamuan makan untuknya.
"Martina, kalau kamu ingin sekali ke perjamuan itu," Welly menyerahkan undangan kepada Martina, "Ke sana dengan punyaku ini saja!"