Bab 4 ~ Party Bisnis

1483 Kata
Astrid menunggu Cahaya yang sejak tadi di dandan cantik oleh pihak salon yang begitu ramah ketika mengetahui jika Cahaya adalah pasangan Erlando, sungguh cinderela yang beruntung. Astrid dengan setia menunggu di kursi tunggu, seraya membaca majalah-majalah fashion dan bisnis. Astrid tersenyum ketika melihat gambar atasannya di majalah edisi september lalu. Erlando memang pebisnis yang hebat, bahkan keahliannya dalam memenangkan segala proyek adalah hal yang mudah baginya, karena itu banyak yang menginginkan dirinya menjadi partner kerja. Semua majalah memberitakan tentang kehidupan Erlando, bahkan majalah bisnis dari luar negeri pun terus memuat artikel tentangnya, majalah yang memuat wajahnya sebagai sampul akan habis dalam sekejap. Astrid sangat senang bekerja di bawah Erlando yang bisa membuatnya banyak belajar. Selama dua tahun Erlando bekerja di Jakarta dan menetap di sini, tak butuh waktu lama untuk merangkul semua pebisnis di Indonesia. Tak butuh waktu lama semua pebisnis Indonesia mengenalnya. Hebat, bukan? Namun, siapa yang bisa membuat hatinya tergerak? Mengapa dengan kesempurnaan yang Erlando miliki, tak satu pun wanita yang terlihat dekat dengannya? Jennyfer? Kehidupan keduanya memang tidak pernah diliput, seolah-olah Jennyfer bukan siapa-siapa bagi Erlando. Erlando sengaja tak mengatakan tentang hubungannya dengan Jennyfer, karena itu satu-satunya cara yang bisa membuat kekasihnya itu aman. Apalagi sekarang, Jennyfer sedang melambungkan karirnya di dunia fashion. Pelajaran yang berharga bisa saja di lewati Jennyfer jika telah diketahui sebagai kekasihnya, meski sebenarnya itu adalah hal yang bagus, jika mereka saling merangkul, itu akan menjadi berita spektakuler. Erlando juga tidak pernah mengenalkan Jennyfer kepada sang Kakek karena tak ingin membuat Jennyfer merasa terkekang oleh sikap otoriter sang Kakek yang masih begitu berjiwa muda. "Mbak, semuanya sudah selesai," kata salah satu pegawai salon, ketika selesai mendandani Cahaya dan mengganti pakaian Cahaya menjadi dress berwarna Armi yang melekat di tubuh indahnya, kulit putihnya pun terlihat sangat bercahaya sesuai namanya. Astrid pangling melihat Cahaya yang begitu cantik. "Baiklah, terima kasih, ya," kata Astrid lalu beranjak dari duduknya. Semua pegawai salon pun membungkukkan badannya menghormati Astrid dan Cahaya. Mereka lalu meninggalkan salon dan menuju ketempat dimana di adakannya acara pengangkatan Tuan Dermawan. "Bagaimana, Cahaya? Kamu siap?" tanya Astrid. Cahaya menganggukkan kepala. "Kamu tidak usah berbicara panjang lebar ketika ditanya oleh klien Tuan, karena Tuan yang akan menjawabnya, tugasmu itu hanya merangkul tangan Tuan dan tersenyum pada semua kliennya, ingat kamu adalah pasangannya, tunangannya. Apa sekarang kamu paham?" "Paham, Bu," jawab Cahaya. "Aku merasa tua ketika kamu memanggilku dengan sebutan Ibu, panggil saja aku Astrid atau terserah, yang penting jangan Ibu," kata Astrid. Cahaya tersenyum, dan berkata, "Kalau begitu biar saya panggil Kak Astrid." "Nah itu lebih baik," kata Astrid. Mereka berdua lalu tertawa bersama. *** Erlando melihat jam tangan mewah miliknya yang terlilit di pergelangan tangannya, jam tangan yang di desain khusus dari Brazil itu menunjukkan hampir pukul 8. Erlando menoleh menatap Damian yang juga begitu gelisah. "Kata Astrid ... mereka sudah jalan," ucap Damian mengerti dengan tatapan wajah atasannya. "Maklum, Tuan, Jakarta ke Bandung membutuhkan waktu yang agak lama." Sesaat kemudian Astrid dan Cahaya sampai di aula. Damian memberi kode kepada Erlando jika Cahaya sudah di sini, Erlando segera menghampiri mobil BMW berwarna silver yang parkir di bahu gedung, lalu Erlando membuka pintu mobil untuk Cahaya, membuat Cahaya membulatkan matanya penuh dan melihat beberapa kamera mengabadikan momen tersebut. Cahaya turun dari mobil dan menutup wajahnya dengan tangan kanannya, sedangkan Erlando pangling melihat kecantikan Cahaya, sungguh menawan dan menarik dimatanya, namun sayang sekali, hatinya saat ini milik Jennyfer, tak akan ada yang bisa menggantikan posisi Jennyfer dihatinya. Erlando menoleh menatap Astrid membuat sekretarisnya itu menganggukkan kepala. Semua sudah ia urus, Cahaya sudah mengetahui tugasnya di sini. Mereka lalu masuk ke lift, dan hanya mereka berdua, Damian dan Astrid memilih lift selanjutnya. Erlando melepaskan rangkulan Cahaya, karena di sini hanya mereka berdua, jadi tak perlu bersikap mesra. "Ternyata kamu dan wanita lain sama saja, ya, sama-sama suka menyukai uang," kata Erlando menatap Cahaya yang sejak tadi malu dan menundukkan kepala. Cahaya mendongak dan menatap wajah Erlando. "Bukankah semua memang membutuhkan uang? Lagian di dunia ini, hanya kentut saja yang gratis," jawab Cahaya. Erlando menggelengkan kepala mendengar jawaban Cahaya. "Lagian saya juga di suruh Pak Damian menemani Anda, jika memang Anda tidak membutuhkan saya, saya akan pergi," kata Cahaya. "Jika kamu pergi, kamu bisa membuka bajumu di sini dan pulang dengan bertelanjang," jawab Erlando. "Apa?" "Pakaian juga sandal yang kau gunakan serta aksesoris lainnya itu milikku, jika kau mau mundur silahkan," kata Erlando membuat Cahaya menghela napas panjang mendengar perkataan Erlando. Sesaat kemudian lift terbuka, Erlando mengulurkan tangannya pada Cahaya, membuat wanita itu menerima uluran tangan Erlando. Keduanya keluar dari lift dengan wajah yang penuh dengan sandiwara didalamnya. *** Erlando dan Cahaya kini berada di tengah pesta pengangkatan Tuan Dermawan. Cahaya terlihat sangat cantik, auranya terpancar, ia juga terlihat berseri-seri karena baru kali pertamanya ia ada di tengah pesta mahal. Cahaya mengenakan pakaian mahal, cocok dengan pesta para bangsawan ini, sedangkan Arsen mengenakan setelan jas mahal dan jam tangan limited edition juga sepatu impor yang begitu mahal harganya. Cahaya dan Erlando menghampiri Tuan Dermawan yang tengah berbincang dengan para tamu undangan, termaksud Burhan dan sang istri. “Selamat atas pengangkatan anda, Tuan Dermawan,” ucap Erlando. “Selamat datang juga, Mr. Maxivel,” jawab Tuan Dermawan menyambut uluran tangan Erlando. "Salah satu kebanggaan bagi saya hadir di tengah pesta ini," jawab Erlando. "Eh iya, maaf, perkenalkan ini tunangan saya," kata Erlando menunjuk Cahaya yang kini berdiri disampingnya. Cahaya tersenyum dan bergidik ketika Erlando merangkul pinggang rampingnya. "Selamat, Tuan, atas pengangkatan Anda," ucap Cahaya. "Nama saya ... Cahaya Almiera." "Wah. Luar biasa. Dia cantik sekali, Mr.Maxivel, dia juga masih muda dan auranya itu terpancar," puji Naina, istri dari Burhan. "Perkenalkan nama saya ... Naina." Naina mengulurkan tangannya di sambut hangat oleh Cahaya yang tersenyum. "Cahaya." Sesaat Erlando menoleh melihat Cahaya yang tidak gugup sama sekali, bahkan sandiwaranya bersih sekali tanpa noda. "Benar. Calon Anda sangat cantik, saya senang Anda dan calon Anda menghadiri acara saya ini," ucap Tuan Dermawan. "Terima kasih atas pujian Anda, Tuan, salah satu kehormatan bagi saya karena bisa bertemu langsung dengan Anda," sambung Cahaya, membuat Erlando tersenyum mendengarnya. “Bagaimana bisnis Anda, Mr?" tanya Tuan Dermawan. "Sepertinya berjalan lancar karena wanita cantik seperti Nona Cahaya ini disamping Anda." “Perusahaan kami berjalan sangat baik, apalagi ketika saya bekerja sama dengan perusahaan Anda, sungguh membawa keberuntungan,” jawab Erlando. "Dan, calon saya ini memang sangat berarti buat saya." “Terima kasih, Tuan Dermawan, bukan perusahaan kami yang membawa keburuntungan, namun Anda sangat kompeten dalam menjalankan bisnis raksasa, dan saya sudah sering melihat Anda di sebuah liputan bisnis di media sosial.” Tuan Dermawan memuji Erlando. “Terima kasih, Tuan Dermawan. Anda benar-benar hebat bisa memiliki posisi tertinggi,” puji Erlando. "Ternyata Anda bisa jatuh hati pada wanita indo, ya," kata Burhan membuat Erlando tersenyum mendengarkan. Cahaya berdiri dibelakang Erlando, seraya menikmati minuman mahal yang disiapkan pesta ini. Cahaya masih tak menyangka berada di Bandung dan pesta sebesar ini. “Hai, Nona Cantik," ucap seorang pria yang terlihat tampan dan rapi. Ia membawa gelas berleher tinggi di tangan kanannya menghampiri Cahaya dan berdiri didepan Cahaya. “Hai,” jawab Cahaya. “Siapa nama kamu?" "Saya ... Cahaya," ucap Cahaya. "Nama saya Santos," sambung lelaki itu. "Apa kamu tunangan Mr.Maxivel?" Cahaya menganggukkan kepala. "Wah. Dia ternyata memiliki seseorang yang cantik seperti kamu, pantas saja bisnisnya sangat lancar." Santos memuji. Cahaya tersenyum seraya menggaruk leher belakangnya. Meski kakinya saat ini sudah sangat sakit karena harus berdiri ditengah pesta ini. "Terima kasih atas pujian Anda." "Kamu benar-benar cantik," puji Santos lagi. Erlando berbalik melihat Cahaya tengah berbincang dengan seseorang, terlihat Cahaya begitu senang dan sesekali tersenyum ketika mengobrol. “Hai, Tuan Hanif,” ucap Erlando, lalu merangkul pinggang Cahaya, membuat Cahaya memekik tak percaya menerima perlakukan Erlando kali ini, dan itu berhasil membuat jantungnya berdetak kencang. “Wah. Anda Mr.Maxivel.” Santos lalu menyodorkan tangannya, dan di sambut hangat oleh Arsen. Semua pengusaha di sini memang saling mengenal meski tidak terlalu akrab karena mereka pernah berada di proyek yang sama. “Saya kagum bisa bertemu langsung dengan pemilik perusahaan investasi dan perusahaan domestik terbesar di tingkat 3 dunia.” “Anda berlebihan, Tuan Hanif,” jawab Erlando, masih mengeratkan rengkuhannya di pinggang ramping Cahaya. “Saya juga senang sekali bisa bertemu dengan pengusaha muda berbakat yang memiliki perusahaan yang sama.” Mereka berdua lalu tertawa. “Saya tinggal dulu,” kata Cahaya, lalu melepas rangkulan Erlando dan berjalan menjauh dari atasannya itu juga kerumunan. “Ada apa, Cahaya?” tanya Damian. “Tidak apa-apa, Pak,” jawab Cahaya. “Lihat dia, mengapa ada lelaki seperti dia di dunia ini, wajahnya mirip dewa Yunani,” kata salah satu perempuan yang kini menikmati wine bersama ketiga temannya. “Benar. Dia tampan sekali, aku mau meski jadi simpanan atau bahkan One Night Stand,” kekeh perempuan lain. “Aku dengar dia sudah memiliki kekasih, namun aku tidak pernah melihatnya bersama siapa pun selama ini.” “Kekasihnya itu adalah seorang designer terkenal.” “Wah. Kolaborasi yang sangat cocok. Designer dan pengusaha kaya raya.” “Aku sangat iri.” “Aku juga.” Mereka tersenyum, membuat Cahaya menghela napas panjang. Ternyata benar, Erlando sudah memiliki kekasih meski yang ia dengar hanyalah rumor. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN