Calon Suami

2069 Kata
    Pagi kembali datang. Affa bangun dari tidurnya setelah mencium harum masakan bi Inem. Ia duduk dan bersandar di kepala ranjang. Kepalanya terasa pening, karena semalaman dirinya menangis. Kenapa lagi jika bukan karena masalah Affa yang dijauhi oleh teman-temannya, bahkan Ghuan celaka karena ada salah satu temannya yang berniat mencelakai Affa, dan Ghuan menyelamatkannya. Affa memang tak bisa mengetahui alasan dibalik semua ini secara langsung dari teman-temannya. Tidak mungkin pula Affa bertanya pada Ghuan, karena Ghuan pasti akan menyembunyikannya dari Affa.     Jadi, Affa hanya bisa menangisi nasibnya semalam suntuk. Menyebabkan kepalanya terasa pening, serta kedua matanya sembap. Affa meraih ponsel yang semalaman ia matikan, ia mengaktifkan ya kembali dan seketika notif chat Affa jebol.     Banyak pesan masuk, entah dari teman-temannya di sekolah lamanya, dari Guntur, dari Ghuan, serta grup kelas. Mata Affa tertarik untuk membuka grup chat kelas dan napas Affa terasa terenggut seketika.   Anggi Selvina Kabar duka untuk kita semua. Teman kita, Wida Atestesia telah berpulang tadi malam tepatnya pada pukul 23.23 WIB. Karena kecelakaan. Maka dari itu, hari ini sekolah diliburkan untuk menghormati kepergian Wida. Untuk teman-teman yang ingin mengantar kepergian Wida, bisa datang ke lokasi pemakaman. Nanti, saya akan share lokasi. Jika yang tak bisa hadir, saya mewakili keluarga, memohon maaf bila saudari Wida saat hidup dulu pernah melakukan suatu kesalahan. Dan kami mohon doa yang terbaik untuk almarhumah. Sekian. Terima kasih.   Valany Putri Enggak mungkin. Tadi malem gue sama Wida sempet nongkrong bareng kok, lo gak usah becanda deh Nggi. Sumpah ini gak lucu!!!   Jepri Pinter Val, ini beneran. Gue udah ada di rumah duka. Dan, Wida beneran udah gak ada.   SelviAlea Huhu Wida, gue gak nyangka lo pergi secepat ini   Rizka Rizki Turut berduka cita. Semoga amal ibadah almarhumah diterima. Amin.   Tonghilap Gue OTW ke tempat, siapa yang mau ikut?       Affa menjatuhkan ponselnya. Apa ini benar? Wida meninggal? Kedua tangan Affa bergetar. Ia baru saja mengenal Wida, dan kemarin siang ia terlibat perselisihan dengan temannya itu. Affa bergegas bangkit untuk berganti baju dan datang untuk mengantar Wida ke tempat peristirahatan terakhirnya.     Sepuluh menit kemudian, Affa telah siap dengan gaun hitam yang panjangnya mencapai pertengahan betisnya. Setelah menyisir rambut sebahunya, Affa turun ke lantai bawah. Bi Inem telah menyiapkan sarapan di atas meja.     Namun Affa sama sekali tak menyentuhnya, ia hanya meminum s**u hangat dan pamitan kepada bi Inem, jika Affa akan pergi untuk ke pemakaman.     "Non, makan dulu aja. Nanti kalo Non gak kuat, atau kenapa-napa gimana?"     "Gak Bi. Affa pergi dulu," pamit Affa sembari melangkah ke luar rumah. Bi Inem berdiri di ambang pintu, mengamati Affa yang baru saja ke luar dari gerbang rumah dan melangkah seorang diri di tepi jalan. Jika Affa ingin naik kendaraan umum, ia memang harus menuju pintu masuk kompleks.     "Hati-hati di jalan, sayang." BI Inem berbisik, sebelum berbalik dan menutup pintu rumah.Kini Affa telah berada di sebuah taxi, ia tengah membalas pesan Ghuan. Si Kue Kaleng Kamu dimana?   Affasya P.N Udah di jalan, pakek taxi online   Si Kue Kaleng Oke. Bilang sama sopirnya, suruh hati-hati. Kan bawa calon bini punya Ghuan.       Tapi Affa tak membalas pesan Ghuan tersebut. Ia terlebih dahulu telah larut dalam pikirannya sendiri. Tak terasa taxi yang ditumpangi Affa telah tiba di tempat tujuan. Affa turun di bahu jalan. Bendera kuning serta orang-orang berpakaian hitam berlalu-lalang di depan Affa. Setelah membayar ongkos, Affa melangkah menuju sebuah gerbang rumah mewah yang dihiasi bendera kuning.     Langkah Affa terasa berat. Meskipun ia baru mengenal Wida dan terakhir kali terlibat perselisihan dengan temannya itu, Affa telah menganggap Wida sebagai teman baiknya. Affa melangkah masuk kedalam kediaman. Ia bisa melihat teman-teman satu sekolahnya tengah menangis mengelilingi sebuah peti mati berwarna putih.     Ghuan yang melihat kedatangan Affa segera menghampirinya. Wajahnya menampilkan ekspresi cemas, ia menunduk dan berbisik pada Affa. "Kamu sebaiknya pulang sekarang juga, keadaan berubah kacau."     Affa mendongak bingung. "Maksud kamu?" Baru saja Affa menyelesaikan perkataannya, Valany menjerit histeris dan memaki Affa dengan keras. Jeritan yang sukses membuat Affa menjadi pusat perhatian di tempat berkabung tersebut.     "Lo pembawa sial!! Kemaren Wida sempet pegang tangan lo, dan malamnya dia mati!! Itu pasti karena lo!!!" Beberapa orang segera menenangkan Valany, bukan hal baik membuat keributan di tempat seperti ini. Apalagi, Wida belum dikebumikan. Mungkin saja Valany yang histeris bisa memancing kedua orang tua Wida yang telah tenang, kembali mengamuk.     Dan benar saja. Apa yang ditakutkan banyak orang telah terjadi. Ayah Wida, yang merupakan seorang pengusaha batu bara yang bersifat keras, keluar dengan wajah garangnya.     "Apa?!! Siapa? Mana orangnya? Mana orangnya yang membuat anakku mati?!!!"     "Itu orangnya Om!! Dia yang ngebuat Wida ketiban sial!! Dia penyebab Wida meninggal!!" Valany menunjuk Affa yang berada di samping Ghuan.     Ayah Wida merangsek maju dan berusaha melukai Affa. Namun Ghuan segera menjadi tameng yang kuat. Guru-guru yang baru saja tiba, juga langsung membantu menenangkan Ayah wida.     "Sabar Pak, ini memang sudah takdir Wida untuk berpulang secepat ini. Jangan menyalahkan siapa pun." Dhan mencoba menenangkan.     "Tapi dia memang salah pak!! Dia penghuni rumah nomor 23, sudah jelas bahwa dia yang menyebarkan kesialan dan membuat Wida meninggal karena tertimpa sial dirinya!!" Valany menyela dan menjerit keras.     Dhan memberi kode pada Stella dan Ghuan agar membawa Affa yang tampak syok. Stella dan Ghuan mengangguk. Namun Ghuan segera ditahan oleh Valany.     "Lo mau ke mana? Jangan bilang kalo lo mau pergi, sebelum ngantar Wida ke tempat peristirahatan. Lo benarkan gak punya hati kalo begitu. Lo tau kan gimana Wida suka sama lo? Untuk terakhir kalinya, gue minta lo bisa ada di sisi Wida."     Ghuan terdiam. Setelah berpikir beberapa saat,Ghuan berbisik pada Stella memintanya untuk mengantarkan Affa pulang. Stella mengangguk menyanggupi.     Affa hanya menurut saat tangannya ditarik dengan lembut oleh Stella. Ia masih belum paham mengapa kepergian Wida yang mendadak disalahkan kepada dirinya.     "Kamu jangan dengerin perkataan Valany ya, dia begitu karena terlalu sedih. Wida temannya sejak kecil." Perkataan Stella menarik Affa dari lamunannya. Kini Affa sadar jika ia telah kembali berada di dalam sebuah mobil, tampaknya ini mobil pribadi Stella.     "Tapi, kenapa semua orang bilang kalo aku pembawa sial? Dan kenapa itu dihubungkan dengan rumah yang aku tempati?" tanya Affa bingung.     "Aku tidak tahu dengan jelas karena aku juga warga baru di sini Fa, tapi yang aku yakini, semua kesialan yang mereka katakan itu hanya sebuah rumor saja." Stella mencoba menenangkan.Tapi Affa tak bisa berpikir begitu. Kini semuanya tampak masuk akal. Orang-orang di sekitar Affa memang mulai tertimpa sial. Di mulai dari Ghuan yang kemarin sempat terkena pot jatuh karena melindungi dirinya. Lalu Wida yang meninggal karena kecelakaan tabrak lari, menyebabkan kepalanya pecah dan meninggal di tempat.     "Affa!! Hei Affa!!" Affa berjengit saat dirinya dipanggil oleh Stella.     "Ah, ya? Maaf aku tadi melamun." Affa mengusap wajahnya gusar.     Stella tersenyum. "Jangan terlalu dipikirkan, itu memang sudah takdirnya Wida. Dan Affa, kita sudah tiba. Ini rumah mu bukan?" Affa menoleh pada arah yang ditunjuk Stella. Ia mengangguk dan menggunakan terima kasih sebelum turun dari mobil. "Sekali lagi terima kasih Stella."     "Iya sama-sama. Aku pulang dulu ya, hati-hati Affa." Lalu mobil Stella kembali melaju dengan cepat.     Affa menghela napasnya. Hati dan pikirannya terlalu lelah dengan sesuatu yang tidak jelas seperti ini. Affa memilih masuk ke dalam rumah. Setelah mengunci pintu, Affa naik ke lantai atas. Sebelum merebahkan diri, Affa mandi dan ganti baju. Kini ia telah berbaring, matanya menyorot pada langit-langit kamar. Terlalu banyak hal yang telah terjadi. Dan jujur Affa belum bisa memprotes semua itu dengan sempurna. Ia perlu bercerita terlebih dahulu dengan kakaknya.     Maka Affa menarik ponselnya dan menghubungi kakaknya. Namun sepertinya, kakaknya telah jatuh tidur karena sambungan telepon Affa tidak diangkat. Affa hanya bisa menghela napas kembali. Kepalanya berdenyut. Setelah meletakkan ponselnya, Affa memejamkan mata dan mencoba untuk tidur. Tadi malam, ia tak bisa tidur dengan nyenyak. Dan kali ini ia harus menebusnya, sekaligus untuk menenangkan pikiran Affa yang mulai melantur kemana-mana.   ***       Waktu berlalu dengan cepat. Affa terbangun saat perutnya bernyanyi minta diisi. Saat ia melihat jam, Affa dikagetkan bahwa dirinya telah tidur terlalu lama. Ia baru saja bangun setelah jam menunjukkan pukul tiga sore. Pantas saja perut Affa menjerit meminta diisi.     Setelah mencuci wajahnya yang terasa lengket, Affa turun ke lantai bawah untuk mengisi perutnya. Anehnya, makanan-makanan yang tersaji di atas meja makan masih terasa hangat. Padahal belum masuk waktu makan malam, dan bi Inem pun belum datang untuk mengerjakan tugasnya.     Tapi Affa hanya mengangkat bahunya acuh. Mungkin lidah Affa tengah bermasalah, pikirnya. Affa makan dengan cukup lahap. Masakan bi Inem memang selalu sukses menggugah nafsu makannya. Setelah perutnya terasa kenyang. Affa segera membereskan peralatan bekas makannya. Ia mencuci ya hingga bersih, lalu berniat kembali ke kamarnya. Namun sayang, bel rumahnya berbunyi. Memaksa Affa untuk melihat siapa yang tengah bertamu.     Affa memastikan dirinya berpakaian layak. Kaos kebesaran dan celana selutut, tampaknya masih sopan. Jadi tanpa mengganti pakaian, Affa membuka pintu dan melihat pak Yoyo dibalik gerbang. Affa mendekat dan membuka gerbang, mempersilakan pak Yoyo untuk masuk.     "Non maaf ya, bapak ganggu. Bapak kemarin ada yang melupakan soalnya."     Affa tersenyum ramah. "Gak papa kok pak, santai aja. Bapak emang kelupaan barang apa?" Affa membuka pintu utama yang tadi tertutup.     Affa berbalik dan masuk terlebih dahulu ke dalam rumah. Yoyo mengikuti di belakangnya. Namun tiba-tiba, Affa merasakan sengatan sakit di leher bagian belakangnya, rasa sakitnya seperti tengah di suntik.Affa tak memiliki kesempatan untuk menjerit atau merintih kesakitan. Ia terlebih dahulu melemas dan jatuh dalam pelukan seseorang yang terasa hangat.     "Aku meninggalkan dirimu sayang." Affa samar-samar dapat mendengar bisikan seseorang. Tapi suara itu berbeda dari suara pak Yoyo. Suara ini terdengar lebih rendah dan ringan, membelai indra pendengaran Affa. Lalu, Affa tak bisa mendengar apa-apa lagi, ia jatuh tak sadarkan diri.   ***       Affa mengerjapkan matanya. Tapi, kegelapan seakan-akan tengah memeluk Affa dengan erat. Saking eratnya, Affa mulai dibuat sesak. Tubuh gadis itu bergetar hebat. Ia sadar bahwa kini, ia telah bangun dari pingsannya. Tapi, Affa tak bisa melihat apa pun. Kemana pun ia melarikan kedua matanya, yang ada hanya kegelapan yang pekat. Kegelapan yang begitu dibenci oleh dirinya. Affa mulai menangis. Ia benci gelap. Benar-benar benci. Sesak yang Affa rasakan mulai terasa mencekik lehernya. Affa kesulitan bernapas. Serangan panik yang menyerang Affa, tak pernah main-main. Jika tak ada yang membuatnya kembali tenang, Affa mungkin bisa mati karena kehabisan napas.     "Hei tenanglah. Tenang. Aku ada di sini. Bersamamu." Tubuh Affa di rengkuh dengan hangat. Sebuah bisikan tepat di samping telinga Affa pun, membuat Affa tenang. Aneh memang. Padahal Affa sama sekali tak mengenal suara pria tersebut.     "Anak baik. Uh gemasnya." Bulu kuduk Affa meremang saat pelipisnya mendapatkan sebuah kecupan ringan. Affa yang telah kembali mendapatkan kesadarannya segera berkontak melepaskan diri dari pelukan seerat ular piton tersebut. Namun percuma, Affa sama sekali tak bisa melepaskan pelukan tersebut. Yang ada, Affa malah menjadi bahan tertawaan pria asing tersebut.     "Lo siapa?!! Lepasin gue!!" Affa menjerit.     "Sstt, bukan lo, tapi kamu. Bukan gue, tapi aku. Biasakan itu sayang, aku tidak suka kalau kau berbicara dengan kasar kepadaku." Bisikan itu kembali terdengar oleh Affa.     Affa segera menjauhkan kepalanya. Ditengah kegelapan yang asing itu, Affa mencoba menerima-neraka mengenai apa yang sebenarnya telah terjadi. Namun, Affa tak bisa mengambil kesimpulan apa pun. Semua ini terlalu aneh, dan mendadak.     "Lo-hmmmpt!!" Affa melotot, saat merasakan bibirnya dipagut dengan tiba-tiba.     Affa segera berontak bukan main. Itu ciuman pertama Affa!! Dan di rebut oleh pria asing yang bahkan wajahnya pun tak Affa ketahui.     Gadis mungil tersebut segera megap-megap mencari oksigen, saat tautan bibirnya dilepaskan. Matanya tanpa sadar telah mengeluarkan air mata sejak tadi.     "Jangan menangis. Aku hanya memberikan ciuman manis, sebagai hukuman karena kau tak menuruti perintahku. Ingat, aku dan kamu. Bukan, lo atau gue."     Affa ketakutan. Sebenarnya orang ini siapa? Kenapa Affa diperlakukan seperti ini?     "Kamu siapa? Ke-kenapa aku bisa di sini. Dan to-tolong nyalakan lampunya. Aku takut gelap." Suara Affa terdengar bergetar. Kekehan pria itu terdengar pelan, Affa bsia merasakan sapuan hangat disepanjang lehernya yang tak tertutupi kaos. Affa menggeliat, merasa tak nyaman.     "Kujawab ya. Persiapkan hatimu." bulu kudum Affa kembali berdiri saat mendengar tawa pria itu yang terdengar menyeramkan ditelinganya.     "Aku tahu jika kau takut dengan gelap. Tapi bagaimana ya? Lampu telah aku hidupkan kok. Dan kita masih berada di rumahmu, ah tepatnya di rumahku. Karena rumah nomor 23 ini, adalah rumahku. Rumah kita." Affa menggigil saat mendengar kata 'kita' dari mulut pria asing tersebut.     "Tapi ini rumahnya pak Yoyo. Kamu salah orang, mending sekarang kamu pergi dan lepasin aku."     "Tidak. Aku tidak akan pernah melepaskan dirimu sayang. Apa kau tidak penasaran dengan pertanyaan pertamamu? Pertanyaan tentang siapa diriku?"     Affa terdiam. Ia baru sadar jika pertanyaannya yang itu, belum terjawab.     "Maka, akan ku beritahu. Panggil aku Senu. Dan aku adalah, calon suamimu."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN