Lingkungan Baru
"Ah cape! Kak Guntur harusnya tanggung jawab, Kakak yang ngajak pindah tiba-tiba, harusnya Kakak yang beresin semua barang-barangnya." Seorang gadis mugil berambut sebahu, merengek dengan posisi berbaring di sofa ruang tamu bergaya vintage.
Sebuah tawa menyahut dari pintu masuk. Sosok tinggi nan tegap muncul dengan kotak dikedua tangannya. "Terus saja menyalahkan Kakak, Affa! Dan Kakak pastikan uang bulanan kamu, Kakak potong."
Gadis bernama lengkap Affasya Putri Nindia itu segera melompat dari sofa dan memekik. "Ih dasar ibu tiri!! Udah maksa Affa pindah ke rumah serem ini, terus sekarang mau potong gaji sekolah Affa?!! Tunggu, Affa mau nelpon Bang Hotman."
"Mau ngapain nelpon Hotman Paris?"
"Mau nanya gimana caranya membatalkan hubungan keluarga."
"Hahaha ada-ada aja kamu!! Udah ah, sini beresin barangnya!!"
Dengan wajah masam, Affa mengambil kotak barang dan meniti tangga menuju lantai dua. Bibirnya sepanjang perjalanan terus bergumam tak jelas.
"Gak usah cemberut gitu! Toh rumah ini bagus, nyaman dan harga sewanya murah. Kakak juga gak mau pindah ke sini, tapi kamu tau sendiri, gimana kondisi rumah kita yang dulu?" Guntur mengusap puncak kepala Affa yang kini duduk di lantai kayu kamarnya.
Sebenarnya, rumah baru Affa dan guntur adalah rumah bergaya vintage yang telah ada dari zaman penjajahan. Hampir 90% bagian bangunannya terbuat dari kayu jati yang tetap kokoh setelah ratusan tahun berdiri.
"Tapi Affa gak suka disini Kak. Rumah ini horor. Masih sama Kakak aja, Affa udah ngerasa takut. Apalagi kalo Affa ditinggal sendirian. Kakak kan mau pergi ke Swiss bulan depan."
Guntur tersenyum. Ia menangkup pipi Affa dengan gemas. "Kamu takut apa sih? Takut hantu? Bukannya, hantu yang takut sama kamu? Kentut kamu kan bau banget." Affa melotot, ia mencubit kedua tangan Guntur dengan kesal. Guntur seketika menjerit keras saat menerima cubitan pedas adiknya itu. Tapi ia segera membalas menggelitiki adiknya hingga keduanya berguling-guling dilantai dan tertawa bersama.
"Ish berenti Kak. Dasar jelek!!" Affa tampak menyangkal kenyataan. Guntur sama sekali tak memiliki ciri-ciri orang jelek. Relief wajah Guntur tampak sempurna dilihat dari sisi mana pun.
"Dasar tukang boong, ini nih alasanya kentut kamu bau!!" Guntur semakin gencar menggelitiki Affa. Dan tawa keduanya terdengar makin keras. Tapi Affa maupun Guntur, tak menyadari jika mereka tengah diamati oleh sepasang mata tajam di sudut tergelap rumah tua tersebut. Lalu siluet itu membentuk seringai mengerikan yang ditujukan pada Affa seorang.
***
Seperti istirahat di sekolah mana pun, siswa-siswi akan riuh di kantin, duduk-duduk di taman sekolah, atau berdiam diri di kelas, mempelajari materi yang akan dipelajari di jam selanjutnya. Tapi berbeda dengan siswa-siswi yang lain, seorang gadis berambut sebahu memilih duduk santai di sebuah dahan pohon yang kokoh. Gadis itu tak lain adalah Affa. Wajahnya yang manis, tertekuk masam.
Hari ini, ia resmi menjadi siswi baru di sekolah elit di Jakarta Utara yang dinaungi yayasan besar. Dengan donatur utamanya adalah perusahaan Sequis, perusahaan besar yang bergerak diberbagai bidang. Sekolah swasta tersebut tak lain adalah, SMA Biru.
Affa menatap langit. Biru, dan tenang. Awan yang terlihat berkejaran sama sekali tak mengganggu ketenangan sang langit. Helaan napas terdengar. Hari ini suasana hati affa sangat buruk. Banyak hal yang membuat suasana hatinya menjadi seperti ini.
Pertama, kemarin ia dan kakaknya baru saja pindah rumah. Karena rumahnya yang ia tinggali sejak kecil menjadi sengketa diantara keluarga besar dari pihak ibunya. Memaksa Affa serta guntur untuk pindah. Dan yang paling membuat Affa meradang adalah, Guntur memutuskan untuk menyewa rumah menyeramkan bernomor 23. Affa tak menyukai rumah itu, rumah itu sangat menakutkan baginya. Ada aura tak menyenangkan yang ia rasakan ketika berada disana.
Kedua, kakaknya mengatakan akan pergi dinas ke luar negeri bulan depan, tapi ternyata harus pergi tadi pagi juga. Artinya Affa yang harus tinggal sendirian di rumah horor itu.
Ketiga, Affa tengah menjadi siswi baru. Dan Affa benci menjadi siswa baru di pertengahan semester seperti ini. Affa tergolong gadis yang sulit beradaptasi, ia akan memilih menjauh dari keramaian yang terasa asing.
Alhasil, kini Affa bertengger dengan manis disebuah dahan pohon. Kakinya menjuntai dan bergoyang-goyang. Sedangkan matanya terpejam erat, menikmati semilir angin yang terasa meredakan kekesalan dihatinya.
"Gue baru tau, ternyata di sekolah gue ada keturunan Sun Go Kong!! Tapi ini mah gak berbulu, cuma pesek, pendek, jelek lagi!! Kalo masalah hobi, sama. Sama-sama suka nongki-nongki jelek dipohon. Etdah lo jadi manusia kok gak ada bagus-bagusnya sih?! Btw, daleman lo warna merah jambu ya? Lo fans film yang judulnya c*****t Merah Jambu ya? Ngaku aja!!"
Wajah Affa memerah. Matanya menyorot nyalang pada pemuda jangkung yang juga tengah menatapnya dengan seringai mengejek. Affa marah, sangat marah.
"Bacod!! Lo keturunan netizen songong atau lambe turah? Jangan ngatain gue keturunan Sun Go Kong! Kek situ lebih bagus aja dari pada gue, ngaca!! Siapa lo?!" Teriak Affa. Pemuda itu terkekeh. Tapi anehnya sejak tadi, wajahnya sama sekali tak menunjukkan ekspresi apa pun. Dan itu menjadi nilai plus, plus membuat Affa semakin kesal dibuatnya.
"Ciehh modus, lo pasti ngajak kenalan? Karena gue ganteng, gue mau deh kenalan sama lo. Kenalin, gue Cepti Vanota Ghuan, panggil aja Ghuan ganteng. Kenapa? Karena gue keturunan Cipok, alias China Depok. Jadi, udah pasti kegantengan gue gak perlu diragukan. Nah, kalo lo mau memperbaiki keturunan, lo bisa nikah sama gue. Gue jamin, anak-anak kita bakal cakep-cakep. Gimana? Berminat? Kalo berminat mari kita bicarakan hubungan kita untuk selanjutnya. Ea, ea, ea. Mantep gila bahasa gue."
Wajah Affa semakin merah. Ia tak bisa menahan diri lagi. Affa mengambil ancang-ancang. Dan melompat turun dari pohon, tapi dengan sengaja ia menjadikan tubuh Ghuan sebagai titik pendaratan. Ghuan memekik tertahan. Ia tak menyangka gadis yang sejak tadi menarik perhatiannya ini, akan melakukan hal ekstrem dikali pertama mereka saling bertegur sapa.
"Lo, jadi cowo kenapa banyak bacot sih?! Kesel banget gue!" Affa dengan gemas menampar bibir Ghuan dan menjambak rambut tebal Ghuan.
"Arghh rambut gue!! Gue gak nyangka, ternyata lo agresif banget ya? Tapi tenang, gue terima lo apa adanya kok." Ghuan menyeringai.
Affa tersadar, posisinya yang menindih Ghuan secara sempurna, pasti akan diartikan yang iya-iya oleh orang yang melihatnya. Maka dari itu, Affa bangkit dari posisinya. "Kalo lo ngebacot mulu, liatin aja nanti!!" Setelah melemparkan ancaman, Affa memilih kembali ke kelasnya. Meninggalkan Ghuan yang masih rebahan diatas rumput. Senyum tulus terlihat dibibirnya. Tangannya yang semula terentang, ia lipat dan dijadikan sebagai bantalan kepala.
"Menarik."
***
Affa membanting tasnya. Satu hari yang sangat berat. Bukan hanya harus mengurus banyak hal sebagai siswi baru, Affa juga harus bertemu dengan makhluk absurd, yang terus mengganggunya sepanjang hari, siapa lagi jika bukan pemuda yang memanggil dirinya sendiri dengan nama Ghuan ganteng. Huh, jika orang itu tidak tampan seperti yang ia sebutkan, mungkin saja Affa sudah memukul hidungnya dengan keras.
Tapi kabar baiknya, meskipun Affa mengalami banyak hal buruk hari ini. Affa juga bersyukur karena telah mendapat teman yang sangat baik dan mau menolongnya untuk mengurus ini itu. Nama temannya itu adalah Wida dan Valany. Affa merogoh saku roknya dan bertepatan dengan ia menarik ponselnya, ada sebuah kertas yang jatuh dari saku roknya. Affa memungutnya dan membaca pesan dikertas tersebut.
"Love You❤
23"
Affa mengerutkan keningnya saat membaca pesan tersebut. Tapi tak ayal ia hanya meremas kertas memo tersebut dan membuangnya keatas meja di ruang tamu. Ia lalu mengecek pesan masuk dan melihat dua pesan baru yang belum dibaca, satu dari kakaknya dan satu lagi pesan dari Wida. Ia membuka pesan-pesan itu satu persatu.
Wida 11.6
Fa, besok jangan lupa bawa bahan buat praktek biologi.
Bang Guntur Jelek
Kakak udah nyewa pekerja paruh waktu untuk beresin rumah plus masakin kamu tiap pagi dan sore hari. Bi Inem namanya, beliau langsung pulang setelah kerja. Jadi jangan kaget kalo ada masakan anget di rumah.
Nanti malam, si ganteng nan seksi bakal nelpon❤❤
Affa mengerutkan keningnya setelah membaca pesan tersebut. Tapi ia akhirnya kembali memasukkan ponselnya kedalam saku rok sembari melangkah menuju dapur. Perutnya telah berteriak meminta diisi, wajar karena sudah masuk jam makan malam.Hidung Affa dimanjakan oleh harum yang familier.
Dengan wajah semringah ia melangkah setengah berlari menuju meja makan, ia membuka tudung saji dan memekik senang, "Sate!!!" Affa segera menyerbu dengan penuh semangat. Sepiring nasi ditambah bumbu kacang dan dua pulus tusuk sate ayam, kini telah tandas.
Tampaknya Affa tak melihat sebuah memo yang berada diatas buah-buahan yang terletak diatas meja makan. Setelah menyelesaikan makannya, Affa segera mencuci piring dan bergegas naik ke kamarnya dilantai dua dengan tas sekolah disalah satu tangannya.
Tubuhnya lelah, ia perlu mandi dan segera tidur lebih awal. Setibanya di kamar, Affa segera melepas seragamnya satu persatu, menyisakan sepasang pakaian dalam berwarna merah jambu. Tubuh Affa terlihat mungil, tak ada cela di kulitnya yang putih itu.
Tanpa sadar, kemolekan tubuh Affa tengah dinikmati oleh sepasang mata yang terus mengamati Affa sejak kedatangan Affa ke rumah ini. Sosok yang selama ini terus mengamati Affa dalam diam. Mata itu semakin menajam saat melihat bongkahan p****t Affa yang cukup berisi bergerak teratur saat Affa melangkah menuju kamar mandi.
Tak butuh waktu lama, kini Affa telah selesai mandi. Air terlihat menetes dari ujung rambut Affa. Tapi tanpa peduli, Affa segera merebahkan diri dan meraih ponselnya untuk menghubungi kakaknya.
"Halo Kak?"
"Halo adiknya Kakak yang pesek~"
Affa meringis mendengar suara Guntur. "Ih kuping Affa sakit!! Kakak kapan pulang?" tanya Affa ketus.
Kekehan terdengar dari ujung sambungan. "Kakak baru aja mulai sampe Affa. Udah disuruh pulang aja, modal Kakak abis harus ngemis dulu di sini!!"
"Kakak ih~ Affa takut tau, di sini serem. Affa ngerasa kalo setiap gerakan Affa kayak ada yang ngawasin." Affa bercerita serius. Ia memang sudah merasakan ini sejak pertama kali tiba, tapi ia baru mengatakan ini pada Guntur.
"Jangan aneh-aneh Affa! Tidur sana! Kayaknya kamu kekurangan tidur. Tidur yang nyenyak ya, Kakak harus kerja. Kakak sayang kamu!!"
"Sayang Kakak juga!"
Sambungan telepon terputus. Affa menyimpan ponselnya di atas nakas. Mungkin apa yang dikatakan kakaknya ada benarnya. Affa memutuskan untuk tidur. Tidur lebih awal dan bangun lebih awal!!
Affa masuk ke dalam selimut dan memejamkan matanya. Dan benar saja, beberapa saat setelahnya Affa sudah bernapas teratur dengan dengkur halus khas milik Affa.
Setelah memastikan Affa benar-benar jatuh kedalam dunia mimpinya, sosok yang selalu berdiri didalam kegelapan itu keluar dari persembunyiannya. Sosok berpakaian serba hitam, bertubuh tinggi serta tegap mendekat dan duduk di tepi ranjang Affa. Sosok itu, mengangkat tangannya yang kekar. Telapak tangannya yang lebar, terulur mengusap setitik air mata disudut mata Affa.
Sebuah kecupan hangat mendarat di kening Affa, mengantarkan Affa semakin tengelam dalam mimpinya. Sosok itu menyeringai. Ia merebahkan diri dan memeluk pinggang Affa dengan erat. "Cantik," gumam sosok itu sembari memuji Affa sepenuh hati.
Tak lama, lampu kamar Affa padam. Affa yang dasarnya memiliki tingkat sensitif tinggi pada cahaya, bereaksi dan akan terbangun dari tidurnya. Affa memiliki fobia terhadap gelap. Dan itu yang menyebabkan dirinya kesulitan untuk tidur dalam kamar yang gelap. Affa mengigau gelisah. Tapi, gerakan telapak tangan besar milik sosok itu dikulit perut Affa, bertahap membuat Affa kembali tenang dan jatuh semakin dalam pada rajutan mimpi indahnya.
"Tidurlah, dan kita akan segera bertemu. Good night my little Angel."