12 Akasia menelan ludah. Sebuah pilihan yang terasa berat dan juga sulit. Tak mudah baginya bertemu Angkasa dan Sabrina, dua nama yang telah membuat jiwanya terluka. Tapi melihat mata Nenek yang berbinar senang, hati Akasia pun terasa meleleh. "Kenapa harus ke Blu sky, Mas Danial? Mengapa tidak ke kafe yang lain saja?" tanya Akasia penuh bimbang. "Nenek tidak pernah mau diajak kalau bukan ke Blu sky. Nenek sangat suka City light di sana dan juga hembusan angin malam pegunungannya yang dingin," jelas Danial. "Oh." Akasia menelan ludah. Kembali melirik wanita tua di sisinya yang terlihat masih menatap cucunya dengan mata berbinar. Nenek terlihat senang dan itu membuat Akasia tak tega menolak. "Kamu keberatan pergi ke sana, Akasia? Kamu tidak ingin menikmati city light dan hembusan an