Adalah suatu fakta yang tidak bisa di bantah lagi kalau pangeran Liu Xie akan menjadi kaisar selanjutnya dan menggantikan mendiang kakaknya, Kaisar Liu Bian.
Mengingat kaisar Liu Bian tidak meninggalkan keturunan, maka secara otomatis pangeran Liu Xie akan naik tahta. Pangeran Liu Xie akan menjadi pemimpin selanjutnya dinasti Han.
Penobatannya belum dilakukan secara resmi, tapi penasihat kekaisaran sudah menyiapkan dekrit kekaisaran untuk penobatannya. Sebelum penobatan resminya, pangeran Liu Xie menjalankan tugas terakhirnya sebagai seorang adik.
Bersama sang pengawal Si Zhui, dia berjalan ke aula istana dengan memakai pakaian berkabung. Hatinya mendung, wajah tampannya di selimuti kesedihan yang tak terbendung.
Proses kremasi jenazah kaisar Liu Bian akan berlangsung sebelum matahari terbenam. Jenazahnya akan di bakar dan abunya akan disebarkan oleh pangeran Liu Xie sendiri. Suatu tugas yang menyedihkan, siapa yang mengira sang kakak akan meninggal di usianya yang masih muda? Siapa yang mengira keusilan pangeran Liu Xie tempo hari adalah keusilannya yang terakhir? Mungkinkah ini alasannya kenapa kaisar menyuruhnya untuk menikah?
Kaisar Liu Bian ingin mempersiapkan pengganti dirinya untuk menjaga sang adik. Dan orang itu adalah Cao Jie.
“Kakak, aku akan bersumpah akan menjadi Kaisar yang baik. Aku bersumpah akan melindungi tanah Han ini dengan kemampuanku sendiri. Kau harus beristirahat di surga sana, kau harus mengawasiku dari atas sana. Aku mungkin saja akan membakar istana ini, jadi jangan pernah malas untuk mengawasiku dari atas sana.” kata pangeran Liu Xie sembari menebar abu kaisar Liu Bian.
Air mata pangeran Liu Xie membasahi pipi putihnya, wajah tampannya basah karena semburan air mata. Dengan tangan kirinya yang memegang guci berisi abu, tangan kanannya menebar abu sang kakak, pangeran Liu Xie menangis.
Cao Jie bergumam, “Apa yang harus aku lakukan untuk menghiburnya? Dia begitu terluka sekarang.”
Tidak ada yang bisa dilakukan oleh wangfeii yang akan segera bergelar sebagai permaisuri itu. Cao Jie adalah gadis polos yang tidak pernah memikirkan gelar yang akan ia terima, kepala dan hatinya hanya terfokus pada pangeran Liu Xie.
Cao Jie mengingat janji yang pernah ia buat pada Kaisar Liu Bian bahwa dia akan selalu melindungi dan menjaga pangeran Liu Xie.
*/
Ini sudah larut malam, tapi pangeran Liu Xie tidak ada di ruangan kerjanya. Dia juga tidak berada di Wangfu.
Sedari tadi Cao Jie menunggu, tapi tidak ada tanda-tanda kemunculan sang pangeran. Jadi Cao Jie memutuskan untuk mencarinya. Dengan lentera yang terpasang di tongkat bambu sebagai penerang jalannya, Cao Jie menulusuri istana sendirian.
Kali ini tidak ada segerombolan pelayan yang menemaninya, hanya ada MianMian seorang. Si Zhui yang tengah berjalan di sekitar istana tidak sengaja melihat kejadian ini. Namun karena wajah Cao Jie tertutup oleh kegelapan, dengan cepat Sizhui menghunuskan pedangnya, Si Zhui mengira Cao Jie adalah orang yang mencurigakan.
Si Zhui dengan pedang yang masih terhunus, “Siapa kau?!”
Cao Jie menaikkan lenteranya dan sinar lentera itu menerangi wajah cantiknya, “Ini aku, Wangfei."
Si Zhui langsung tersungkur karena merasa bersalah, “Wangfei, Si Zhui bersalah. Si Zhui pantas di penggal.”
Cao Jie menyuruh pemuda itu untuk berdiri, “Apakah bagimu nyawa itu sangat tidak berarti? Kau selalu saja mengucapkan kata-kata mengerikan seperti itu. Lagi pula untuk apa memenggal kepalamu karena hal sekecil ini."
Cao Jie berkata, "Oh? Di mana Wangye? Kenapa kau sendirian?"
Si Zhui menarik nafasnya, suaranya sedikit pelan, “Dia ada di paviliun pribadinya. Dari tadi pangeran Liu Xie hanya memainkan Guqin-nya. Dia memainkan lagu kesukaan kaisar Liu Bian berulang kali. Hamba sangat khawatir pada Wangye.”
Guqin (Alat musik tradisional Tiongkok)
Si Zhui sedari tadi selalu menemani pangeran Liu Xie, tapi kali ini sang pangeran menyuruhnya beristirahat. Itu bisa terlihat dari wajah Si Zhui yang nyaris kusut karena mengantuk. Maka Cao Jie yang iba segera menyuruh Si Zhui untuk pergi beristirahat, sementara dirinya sendiri memutuskan untuk pergi ke paviliun pribadi pangeran Liu Xie.
Dari luar paviliun, terdengar suara Guqin yang sangat merdu. Cao Jie mendekat ke arah suara guqin itu.
Dengan hati-hati dia membuka pintu paviliun. Pangeran Liu Xie menatapnya sekejap lalu kembali menatap sitar Guqin-nya. Sang pangeran tidak berkata apa-apa, dia tidak menyuruh Wangfei-nya, Cao Jie masuk atau pun menyuruhnya untuk keluar. Pangeran Liu Xie hanya fokus bermain Guqin-nya.
Tapi wajah Cao Jie berubah, alisnya berkedut begitu melihat jari jemari pangeran Liu Xie yang berdarah. Dia teringat ucapan Si Zhui tadi yang mengatakan bahwa pangeran Liu Xie tidak pernah berhenti memainkan Guqin-nya. Itulah sebabnya jari jemarinya berdarah karena terlalu sering bergesekan dengan sitar Guqin-nya yang tajam.
Tapi Cao Jie masih diam, dia menunggu saat yang tepat untuk berlari ke arah pangeran Liu Xie. Hingga akhirnya pangeran Liu Xie menahan 7 senar guqin itu dengan kedua telapak tangannya. Lagu pun berhenti dimainkan.
Hening...
Cao Jie dengan sigap berlari ke arah pangeran Liu Xie dan memegang jari jemari sang pangeran yang telah berdarah. Tanpa banyak bicara Cao Jie merobek kain bagian dalam roknya yang berwarna putih itu.
Pengeran Liu Xie tersentak, “Wangfei apa yang kau lakukan?”
Cao Jie hanya fokus mengobati luka di jari pangeran Liu Xie. Dia kemudian menjawab tanpa menatap pangeran, “Membalut luka suamiku. Wangfei-mu ini lupa membawa sapu tangannya."
Dengan tangan yang terampil, Cao Jie membalut luka di jari jemari pangeran Liu Xie, dia kembali berbicara, “Wangye, aku bisa membalut semua luka yang nampak di tubuhmu. Tapi untuk luka di hatimu aku tidak bisa melakukan apa apa. Aku hanya bisa menjadi sandaran untukmu, aku hanya bisa menjadi menopang untukmu sampai hatimu benar benar sembuh. Jadi aku memohon pada Wangye, jangan bersedih sendiri. Biarkan Wangfei-mu ini menemanimu.”
Cao Jie menyeka air mata yang mulai menetes dari mata pengeran Liu Xie, “Aku tidak akan pernah meninggalkan Wangye. Wangye mati, maka aku akan menemani Wangye mati. Wangye hidup, maka aku akan menemani Wangye hidup. Wangye bersedih, maka aku akan menangis bersama Wangye. Dan ketika Wangye bahagia, aku akan tersenyum bersama Wangye. Apa pun itu, aku akan terus menemani dan melindungi Wangye, entah itu di kehidupan sekarang dan masa depan. Sekali pun itu di alam bawah, aku tidak akan pernah membiarkan raja neraka menyentuh Wangye.”
Pangeran Liu Xie merasa Wangfei-nya itu sangatlah imut. Dia begitu mungil dan kecil, siapa yang dia coba untuk lindungi? Pangeran Liu Xie-lah yang akan melindunginya.
Pangeran Liu Xie merendahkan tubuhnya dan masuk ke dalam pelukan Cao Jie. Dia memejamkan matanya seolah-olah pelukan Cao Jie adalah tempat ternyaman untuknya sekarang. Cao Jie hanya diam dan membelai rambut hitam pangeran Liu Xie dengan lembut.
Pangeran Liu Xie semakin erat memeluk istrinya itu, “Wangfei,, apakah Wangfei tahu lagu apa yang barusan aku mainkan?”
Cao Jie dengan jujur menjawab, “Bukankah itu adalah lagu kesukaan Kaisar?”
Pangeran Liu Xie mengangguk, “Dari mana kau mengetahuinya?
Wangfei Cao Jie, “Si Zhui yang memberitahuku.”
Pangeran Liu Xie mendengus, “Dasar anak itu..”
Pangeran Liu Xie kemudian kembali melanjutkan, “Kakak sangat menyukai lagu ini. Ketika dia sedang ada masalah, entah itu masalah pemerintahan atau masalah lainnya, dia akan datang padaku dan memintaku untuk memainkan lagu ini. Dan kali ini aku juga memainkan untuknya tanpa diminta, aku harap dia bisa mendengarku dari surga sana.”
Cao Jie mendekap pangeran Liu Xie semakin erat, “Kaisar pasti sedang mendengarnya dari surga. Dia pasti sangat senang.”
Pangeran Liu Xie, “Aku sudah membuatnya marah selama ini. Sekarang aku akan membiarkan kakak beristirahat dengan tenang, sekarang adalah saatnya untukku membuatnya bangga.”
Pangeran Liu Xie masih memejamkan matanya saat kedua lengannya memeluk erat tubuh Cao Jie. Dalam hatinya ia berkata, "Lahirlah sebagai anakku. Kakak harus terlahir kembali menjadi anakku dan membuatku marah. Kakak harus bersikap nakal ketika menjadi anakku kelak. Biarkan aku membalas kebaikan dan kasih sayang kakak di kehidupan berikutnya."
*/
Hari penobatan pangeran Liu Xie tiba, para pejabat tinggi istana telah berkumpul. Pangeran Liu Xie naik tahta dengan gelar anumerta Kaisar Xiao Xian. Sementara itu Wangfei-nya, Cao Jie, menjadi permaisuri sang kaisar dengan gelar anumerta permaisuri Xianmu.
Dengan penobatan ini maka kaisar dan permaisuri yang baru telah resmi memerintah. Mereka berdua bersumpah untuk melindungi kekaisaran Han dan memperluas daerah kekuasaan dinasti Han.
Di hari penobatannya itu juga, Kaisar Xian mendapatkan sesuatu yang membuat hatinya kembali hancur. Shizun (Guru) yang sangat di hormatinya berniat meninggalkan istana untuk kembali ke perguruannya.
“Kaisar Xian, anda adalah ayah sekaligus kaisar bagi rakyat. Anda adalah panutan yang akan menyelamatkan semua rakyat, hamba rasa ini adalah saatnya hamba menarik diri.” Kata Shizun Kaisar Xian.
Posisi gurunya sekarang bersimpuh di bawah kaki kaisar Xian dan hal itu membuat kaisar Xian terbebani. Dia segera merendah dan membantu tubuh rentan sang guru untuk bangkit, “Shizun, jangan bersikap begini padaku. Aku tetaplah muridmu.”
Shizun kaisar Xian menunduk, “Ini adalah peraturan, anda tidak boleh mengabaikannya. Anda harus memberi contoh pada rakyat. Anda harus memperlihatkan pada dunia kalau anda adalah Kaisar yang bijaksana.”
Kaisar Xian, “Aku mengerti Shizun, tapi tidak bisakah Shizun tinggal di istana bersamaku?”
Shizun Li menggeleng-gelengkan kepalanya, tangan kaisar Xian masih menggenggam tangan keriput Shizun Li dengan erat, “Hamba akan selalu bersama kaisar. Hamba hanya ingin mengabdi di perguruan Baiduk. Hamba akan segera datang begitu kaisar membutuhkan hamba.”
Kaisar Xian tersenyum, “Aku mengerti, tapi Shizun harus berjanji padaku. Kalau tidak, aku akan menghukum Shizun.”
Dengan ini maka pergilah sang guru dari istana. Sekarang hanya ada Permaisuri Xianmu dan Si Zhui yang akan menjadi orang kepercayaan kaisar Xian. Dia tahu persis bahwa istana adalah tempat yang mengerikan di mana orang orang memakai topeng untuk mendapatkan kekuasaan. Oleh karena itu Kaisar Xian tidak sepantasnya mempercayai setiap kepala yang berada di istana Weiyang.