“Pilihanmu memang tidak pernah salah adikku. Panglima Cao Cao adalah panglima jenius yang pernah dimiliki dinasti Han. Tidak salah putrinya juga seorang yang berintelektual tinggi.” kata Kaisar.
Pangeran Liu Xie tarsenyum, "Adik ini adalah seorang yang biasa-biasa saja yang mulia. Hanya saja ananda tahu, sebuah keturunan akan ditentukan oleh ibu yang akan melahirkan anak-anak ananda kelak."
Cao Jie ingin menampar dahinya, mereka bahkan belum menikah dan pangeran sudah memikirkan persoalan keturunan. Dasar pangeran m***m.
Nona Cao Jie tidak bisa berkata apa-apa lagi. Matanya terbelalak dan mentalnya tidak siap menerima kenyataan ini. Sementara suara sorakan dan tepuk tangan yang ditujukan pada dirinya seolah-olah terlihat seperti anak panah yang siap menusuk jantungnya.
Dengan tangan berkeringat ia kemudian menjawab pernyataan pangeran Liu Xie, “Aku hanyalah gadis biasa yang tidak pangeran kenal, sungguh pujian itu tidak pantas untukku.”
Pangeran Liu Xie tersenyum mendengar suara Cao Jie. Ia sudah tidak tahan untuk berdiri dan menunjukkan wajahnya, rasa penasaran menyelimuti hatinya.
Membayangkan ekspresi Cao Jie ketika melihat wajahnya, pastilah sangat menyenangkan. Pangeran Liu Xie akhirnya bangkit dari tempat duduknya, ia berjalan santai ke arah nona Cao Jie. Mulutnya kembali berbicara sebelum tangannya benar-benar membuka tirai pembatas berwarna putih itu.
“Aku sudah mengenalmu. Kita pernah bertemu nona.” kata pangeran Liu Xie.
Seisi aula kaget, bagaimana mungkin sang pangeran bisa mengenal nona Cao Jie yang tinggal diluar istana. Tidak hanya orang-orang di aula yang dibuat kaget dan heran, tapi juga Cao Jie juga masih bingung dengan ucapan sang pangeran. Otaknya sedang berpikir keras, beradu dengan logika dan segala kemungkinan yang pernah muncul di kepalanya. Suara sang pangeran yang tidak asing adalah jawaban dari pertanyaan Cao Jie.
“Jangan-jangan…” Tanpa sadar Cao Jie berdiri dari tempat duduknya.
Ia berdiri tepat di hadapan sang pangeran, hanya tirai putih yang membatasi mereka berdua. Tangan pangeran Liu Xie meraih tirai itu dan terbukalah tirai itu. Mereka akhirnya bertemu dan identitas sang pangeran terungkap!
“Kau benar, akulah pangeran yang kau bicarakan sewaktu di taman itu.” kata pangeran Liu Xie dengan senyum menawan nya.
Masalah besar!! Cao Jie sudah kehilangan separuh jiwanya saat mengetahui kebenaran ini. Arwahnya seakan melayang ke langit saat tahu laki-laki yang ia olok-olok itu adalah adik dari kaisar.
Kepalanya sekarang dipenuhi oleh ingatan tentang sang pangeran. Mulai dari kejadian di pasar, dimana ia menarik tangan sang pangeran, mengoloknya karena takut akan serangga, hingga kejadian di taman istana tempo hari.
“Aku akan dipancung.” kata hati nona Cao Jie.
“Kau kenapa nona?” Tanya sang pangeran.
“Aku…aku..aku mohon ampun atas semuanya pangeran. Aku pantas mati.” kata Cao jie sambil berlutut kepada sang pangeran.
Semua orang di aula merasa tambah bingung dengan apa yang dilakukan oleh Cao Jie itu. Sang kaisar akhirnya bertanya pada adiknya, Pangeran Liu Xie.
“Kaisar, aku pernah bertemu dengan nona Cao Jie. Itu adalah kesalahanku karena menyelinap keluar istana. Hari itu aku hampir terbunuh oleh bandit-bandit pasar dan beruntung nona Cao Jie datang dan menarik tanganku. Dia merasa bersalah karena menarik tangan pangeran secara sembarangan. Tapi itu karena ia benar-benar tidak tau.” kata sang Pangeran.
Kaisar terdiam lalu kemudian tertawa, tawa kerasnya membuat seisi aula kaget. Kaisar tidak percaya kalau adiknya itu sudah jatuh cinta pada penyelamatnya. Tentu saja sang kiasar juga senang dan berterimakasih pada Cao Jie.
“Kenapa bisa seperti ini?” Cao Jie bergumam.
Pangeran Liu Xie menurunkan tubuhnya untuk membantu nona Cao Jie bangkit dari posisi berlututnya. Sang pangeran mengulurkan tangannya untuk Cao Jie, tapi Cao Jie hanya bisa membatu karena keheranan. Tidak mau menunggu terlalu lama, sang pangeran meraih lengan Cao Jie dan membantunya bangkit, sambil berbisik di telinga sang nona “Aku tidak akan menghukummu Wangfei ku.”
Karena calon mempelai sudah terpilih, maka pernikahan haruslah segera dilakukan. Seperti mimpi, Cao Jie terus-terusan mencubit pipinya. Berharap ini hanyalah mimpi panjang yang akan segera berakhir.
Tentu saja panglima Cao Cao sangat bangga pada putri keduanya itu. Selain menjabat sebagai panglima perang kerajaan, sekarang ia juga akan menjadi ayah mertua dari pangeran Liu Xie. Ambisi panglima Cao Cao mulai nampak, usianya yang tidak lagi muda tidak bisa menjadi jaminan akan karirnya di pemerintahan. Karena tidak ada anak laki-laki sebagai penerus, maka menjadikan salah satu putrinya sebagai keluarga kekaisaran adalah pilihan yang paling tepat.
*/
Tiga hari berlalu begitu cepat, batas waktu pernikahan kerajaan akan semakin menipis. Cao Jie begitu putus asa dalam memikirkan cara untuk membatalkan pernikahan ini. Dia benar-benar tidak punya ide sekarang, otak cerdasnya kini sudah di goreng dan tidak bisa lagi memikirkan akal licik.
“Nona, nona, lihatlah.” MianMian membuat keributan begitu sampai di kamar majikannya.
“Ada apa? Apa kau bahkan tidak bisa membuatku tenang? Hah?” keluh Cao Jie yang malas beranjak dari tempat tidurnya.
“Pengawal pribadi pangeran Liu Xie mengirimkan surat ini untuk anda. Ini adalah surat dari pangeran nona.” Mian Mian memberikan sepucuk surat yang terbungkus di dalam amplop berwarna coklat.
Cao Jie langsung beranjak bangun dari tempat tidurnya, wajahnya sedikit merona. Nona kedua keluarga Cao itu berharap surat itu berisi pembatalan pernikahan. Maka dengan senang hati, Cao Jie membuka surat itu dan membacanya.
“Jika kau menginginkan jepitan rambut berwarna merah muda milikmu itu, maka temui aku di restoran Chang’an besok.” Cao Jie membaca isi surat pangeran Liu Xie.
Cao Jie, “Dasar pangeran menyebalkan! Jadi dia yang telah mengambil jepit rambut ku. Hmmph, aku tidak akan melepaskannya kali ini.” Cao Jie mengutuk.
Keesokan harinya Cao Jie dan MianMian benar-benar pergi ke restoran Chang’an. Dia masuk dan tidak melihat sosok menyebalkan yang ingin ia maki. Sebaliknya, beberapa wanita penghibur menghampirinya dan menawarkannya minuman.
Cao Jie melotot, “Tidak perlu, aku ke sini karena mencari seseorang.”
“Di sini.” Ujar pangeran Liu Xie dengan tangan melambai ke arah Cao Jie.
Cao Jie menaiki anak tangga dan menuju lantai dua restoran. Dari jauh, seringai menyebalkan pangeran Liu Xie sudah menyambutnya. Tanpa banyak berbasa-basi, Cao Jie langsung melampiaskan amarahnya.
“Pangeran, jadi andalah yang mencuri jepit rambutku? Anda laki-laki dan masih melakukan hal seperti ini?” Ejek Cao Jie.
Pangeran Liu Xie memelototinya, “Kau…”
Cao Jie dengan berani mengangkat dagunya, “Apa? kembalikan jepit rambut ku!”
Pangeran Liu Xie, “Aku tidak akan pernah melakukannya!”
Cao Jie marah. “Apa? Hmmph, aku tau pangeran hanya berbohong padaku kan? Jepitan itu tidak ada padamu.”
Pangeran Liu Xie merogoh kantung bajunya dan beberapa saat kemudian, benda berkilauan dengan ornamen bunga lotus berwarna merah muda berada di genggamannya. Bola mata Cao Jie membesar seolah-olah akan keluar, dengan sigap tangannya berusaha mengambil jepitan rambut itu. Tapi tangan pangeran Liu Xie lebih sigap, alih-alih mendapatkan jepit rambut itu, Cao Jie malah ditarik oleh pangeran Liu Xie hingga akhirnya ia jatuh ke dalam pelukannya.
Cao Jie, “Kau!”
Pangeran Liu Xie berbicara dengan nada formal, “Nona Cao Jie, anda tidaklah jelek. Anda juga berasal dari keluarga bangsawan, alangkah baiknya jika anda bersikap lemah lembut.”
Cao Jie memutar bola matanya dan menarik nafasnya, wajahnya tersenyum dengan keterpaksaan yang tidak dapat disembunyikan, “Hah, benarkah? Kalau begitu izinkan aku untuk meminta kembali jepitan rambutku ini. Ini adalah benda berharga bagiku. Apakah pangeran bersedia?”
Ketika melakukan hal bodoh dengan merayu pangeran Liu Xie itu, Cao Jie ingin muntah. Dia begitu mengutuk dirinya karena bersikap bodoh, tapi semua ini ia lakukan hanya demi jepitan rambut berharga pemberian ibunya itu.
Pangeran Liu Xie tidak bisa tidak tertawa begitu dihadapkan dengan situasi ini. Ia terbahak-bahak melihat tingkah lucu Cao Jie itu. Tapi kemudian ia kembali bersikap tenang, elegan, dan mendominasi. Bibirnya tersenyum, matanya mengunci mata Cao Jie, ia dengan tenang berbisik di telinga Cao Jie, “Bagaimana kalau kita berbisnis? Aku akan menyerahkan benda ini padamu begitu aku melihat kenerjamu.”
Cao Jie yang masih berada di pelukan pangeran segera mendorong pangeran Liu Xie dengan marah, “Pangeran, anda tercela! Aku adalah nona kedua keluarga Cao, kalau kau menginginkan hal seperti itu maka datanglah ke rumah bordil.”
Pangeran Liu Xie tertawa untuk kesekian kalinya, dia berjalan mendekat dan mengetuk dahi Cao Jie dengan kipas yang berada di tangannya, “Apa kepintaranmu sudah benar-benar hilang nona?”
Cao Jie benar-benar sudah hanyut dalam fantasi kotor otaknya, “Lalu apa maksud pangeran dengan kinerjaku?”
Pangeran Liu Xie, “Duduklah.”
Cao Jie menurut, dia duduk dan dengan tenang menunggu pangeran Liu Xie menjelaskan maksudnya.
Pangeran Liu Xie, “Menikahlah denganku.”