Itu

1611 Kata
Hanfu berwarna merah dipilih karena warna merah dalam tradisi Cina melambangkan kebahagiaan. Berharap kedua mempelai yang memakainya saat upacara pernikahan selalu berbahagia sepanjang hidup mereka. Kereta kuda yang membawa Cao Jie ke istana Weiyang telah sampai, banyak penduduk yang berkumpul di depan gerbang istana. Mereka sangat penasaran dengan calon istri sang pangeran. “Berhati-hatilah Wangfei, nanti kau akan jatuh” kata MianMian. “Apa aku sekarang sudah menjadi Wangfei? MianMian ini pasti hanya mimpi kan?” kata Cao Jie. MianMian, "...." Selangkah lagi Cao Jie akan menjadi istri sang pangeran. Tidak ada harapan kebahagiaan sedikit pun di hatinya, sebaliknya dia hanya berharap bisa bertahan hidup setelah menghina dan mengolok-ngolok pangeran Liu Xie. Berharap arwah dan jiwanya masih bersatu esok hari, berharap kepala dan tubuhnya masih utuh. Di depan gerbang pintu masuk aula sudah terhampar karpet merah. Beberapa penasihat dan pejabat istana sudah berkumpul. Dengan hanfu dan hiasan yang cukup berat, Cao Jie berjalan menuju pangeran Liu Xie yang sudah berdiri menunggunya. Kaisar sendiri tampak tak bisa menyembunyikan kebahagiannya, dia terus-terusan tersenyum. “Upacara pernikahan akan segera di mulai. Mempelai pria silahkan memasuki aula.” Pemimpin upacara pernikahan berseru. Pangeran Liu Xie memakai setelan hanfu yang juga senada dengan Cao Jie. Warna merah dan mewah melekat di tubuh sang pangeran. Pangeran Liu Xie berjalan menuju Cao Jie yang tengah berada di depan aula. Semua mata tertuju pada pangeran yang tampan dan mempesona, Cao Jie tak terkecuali. Hingga sang pangeran sampai di depannya pun, Cao Jie masih melamun. Pangeran Liu Xie mengulurkan tangannya untuk Cao Jie, tapi Cao Jie masih terpaku. Hingga pangeran berbicara, “Apakah aku begitu tampan hingga kau terus menatapku? Kau bisa melihatku sepuasnya nanti malam.” Beberapa orang yang mendengar ucapan pangeran Liu Xia itu tertawa geli. Sementara wajah Cao Jie yang tertutup kerudung tipis berubah menjadi memerah, tampak sedang memaki. Semua undangan mengagumi kedua pasangan yang tampak menggemaskan itu. Cao Jie meraih tangan pangeran dan akhirnya berdiri di sampingnya. Karena wajahnya tertutupi oleh kerudung, Cao Jie sedikit kesusahan berjalan dan hampir saja terjatuh. Tapi beruntung, pangeran Liu Xie dengan sigap meraihnya. Pangeran Liu Xie, “Dasar Ceroboh.” Cao Jie, “Hmmph, dasar.” Dalam adat pernikahan Cina kuno, sang mempelai akan bersujud sebanyak 3 kali untuk menyembah surga, orang tua dan juga calon pasangan mereka. Setelah itu, mereka berdua akan saling bertukar sumpah, berjanji untuk saling menghormati satu sama lain, menghormati leluhur, menghormati orangtua, serta menghormati dewa. Untuk pertama kalinya Cao Jie memperhatikan wajah pangeran Liu Xie secara jelas. “TAMPAN," satu kata itulah yang ada di benaknya sekarang. Mereka kini telah resmi menjadi pasangan suami istri, jadi tentu saja mereka akan melakukan beberapa ritual. “Wangye, anda di persilahkan membawa Wangfei ke kamar pengantin.”Ujar penasihat. (Wangye: Pangeran, Wangfei: Permaisuri Pangeran) Cao Jie dibalik kerudungnya, “Ah jangan terburu-buru, kami akan masuk nanti. Hehhehe.” Pangeran Liu Xie membantah, “Ah? Apa yang kamu bicarakan Wangfei ku? Ini adalah ritual." Pangeran Liu Xie pada penasihat istana, "Kami akan masuk sekarang.” Cao Jie kehabisan kesabaran, secara implusif ia mencubit lengan pangeran Liu Xie. Merasakan rasa sakit bak semut yang menggigit, pangeran Liu Xie memelotototinya. Senyum licik muncul di wajah sang pangeran, dengan tiba-tiba tangannya menarik pinggang Cao Jie dan berbisik, “Aku tidak akan menyakitimu malam ini Wangfei.” Mendengar bisikan pangeran Liu Xie itu, tubuh Cao Jie langsung merinding. Pikirannya melayang kemana-mana. Sekarang ia mendapat pelajaran untuk selalu menjaga mulutnya, berpikir sebelum berbicara. “Aku akan menyusulmu nanti, biarkan pelayan yang mengantarmu Wangfei. Aku ada sedikit urusan.” Ujar pangeran Liu Xie secara tiba-tiba. Cao Jie, “Pergilah selama kau mau wangye, aku akan baik-baik saja. Gunakan waktu anda dengan baik.” Sementara jamuan kekaisaran tengah berlangsung, kedua mempelai akan masuk ke kamar mereka untuk pertama kalinya. Cao Jie dibawa masuk ke sebuah ruangan yang telah dihias sebelumnya. Dengan masih memakai hanfu pernikahannya, ia duduk di ranjang. Tangannya berkeringat, dan detak jantungnya semakin cepat begitu mendengar suara pintu tertutup. Tak perlu waktu yang lama untuk suara pintu terbuka kembali terdengar, membuat Cao Jie tegang. "Apakah itu dia? Bukankah dia mengatakan ada urusan? Kenapa kembali secepat ini?" Pikir Cao Jie. Langkah kaki mulai terdengar dari kejauhan. Langkah kaki itu semakin mendekat dan Cao Jie menutup matanya. Pangeran Liu Xie berjalan mendekat pada istrinya itu, di bukanya kudung penutup wajah berwarna merah Cao Jie. Lalu kemudian ia berbicara “Wangfei kenapa kau menutup matamu?” Cao Jie tersentak “Hah? Hanya itu saja?” “Apa kau mau aku melanjutkannya? Ah, Wangfei ingin melakukan hal yang lebih ekstrim yah?” kata Pangeran Liu Xie sambil menelengkan kepalanya. Cao Jie segera berlutut, memohon ampun pada pangeran Liu Xie. Memohon agar ia tidak di penggal, “Wangye, hamba bersalah. Hamba benar-benar tidak tau. Hamba pantas mati.” kata Cao Jie. Mulanya pangeran Liu Xie mengira bahwa gadis yang telah menjadi Wangfei-nya itu cukup imut. Dia tidak tahu harus tertawa atau menangis ketika dia melihat Cao Jie tiba-tiba berlutut padanya. Tidak ada pilihan lain, pangeran Liu Xie berniat mengikuti sandiwara ini! Pangeran Liu Xie, “Menghina Ben Wang dan bersikap tidak sopan adalah dosa besar. Hanya dengan satu kata dari mulutku maka Wangfei akan…" (Ben Wang : kata ganti "Aku" yang digunakan oleh pangeran) Cao Jie tidak mau mendengar lebih lanjut, “Ah tidak-tidak, Wangye. Aku akan melakukan apa pun asal anda tidak membunuhku. Aku masih muda dan aku masih belum melakukan banyak hal.” Pangeran Liu Xie menurunkan pandangannya, ia duduk berjongkok dan menyesuaikan posisinya dengan Cao Jie yang tengah bersujud. Pangeran Liu Xie mengangkat dagu Cao Jie, “Benarkah?" Cao Jie mengangguk seperti tengah menumbuk bawang putih. Pangeran Liu Xie, "Kalau begitu aku ingin Wangfei…” “Wangye, untuk itu..aku, aku…” Cao Jie gugup. Dia mulai menembak kemana arah pembicaraan pangeran Liu Xie akan berlanjut. Pangeran Liu Xie tertawa terbahak-bahak, “Ayo bangunlah. Aku bukanlah bandit pasar yang akan menyakitimu. Lagi pula kau sekarang adalah Wangfei ku. Aku tidak akan marah karena perilakumu tempo hari. Untuk hal ‘itu’ aku belum akan menyentuhmu.” Cao Jie bergumam, “Belum? Itu bukan berarti tidak kan? Matilah aku.” Pangeran Liu Xie, “Wangfei, apakah kau mengatakan sesuatu?" Cao Jie, “Ah tidak-tidak,.” Pangeran Liu Xie menarik Cao Jie yang masih duduk bersimpuh di lantai. Setelah percakapan mereka yang singkat itu, suasana kembali menjadi hening. Cao Jie hanya mengaruk-garuk kepalanya, ia sedang berpikir bagaimana harus memulai percakapan. “Terima kasih atas kebaikan Wangye.” kata Cao Jie. “Hmm..maafkan aku, kalau aku lancang. Boleh aku bertanya pada Wangye?” kata Cao Jie lagi. Pangeran Liu Xie mengangguk “Bicaralah.” “Kenapa kau memilihku? Bukankah aku sudah mengolok-ngolokmu tempo hari? Aku tahu Wangye sudah memberitahuku tempo hari, hanya saja itu masih membingungkan.” Tanya Cao Jie. Pangeran Liu Xie berdiri dari kursinya, ia berjalan menuju jendela sambil tertawa sinis, “Awalnya aku menolak pernikahan ini. Aku berniat tidak menikah dan mengabdikan seluruh hidupku untuk Han." Cao Jie berpikir, "Apa dia tidak menyukai wanita?" Pangeran Liu Xie melanjutkan, "Hanya saja ini adalah titah kakakku yang juga seorang Kaisar. Aku takut dan tidak mudah bergaul dengan orang lain, bagaimana bisa aku hidup dengan seseorang yang tidak aku kenal? Berbeda denganmu, setidaknya aku pernah melihatmu dan aku rasa aku juga sudah mengenalmu. Jadi kau lebih baik dari mereka.” Cao Jie terdiam, kemudian dia mulai bertanya lagi “Apakah Wangye percaya padaku? Wangye bahkan belum mengenalku secara keseluruhan?” Pangeran Liu Xie berjalan mendekat ke arah Cao Jie, ditariknya kursi kayu itu sampai ke depan Cao Jie. Lalu kemudian ia duduk “Aku akan segera mengenalmu. Aku percaya padamu Wangfei.” Cao Jie menatap mata pangeran Liu Xie dalam-dalam. Perasaan dan pikiran buruknya tentang sang pangeran mulai memudar. Mungkin sang pangeran tidak seburuk dengan apa yang ia kira. “Lepaskan pakaianmu..” kata pangeran Liu Xie secara tiba-tiba. Tidak seburuk pantatku! Dia benar-benar buruk dari yang terburuk! Cao Jie kaget, matanya melotot “Wangye mau apa? Bukankah anda tadi mengatakan bahwa anda belum mau menyentuhku?” “Bukankah Hanfu ini sangat berat? Apa kau akan tidur dengan memakainya?” Pangeran Liu Xie membela diri dan memelototi gadis itu. Cao Jie tersipu, ia malu pada dirinya sendiri. Lalu kemudian ia kembali berbicara " Kita akan tidur disini? Bersama?” “Tentu saja, apa yang kau harapkan? Dengarkan aku nona Cao Jie, sebentar lagi aku akan mematikan lilin ini. Kasim dan pelayan tidak akan pernah pergi kalau belum memastikan kita melakukan 'itu'.” ujar Pangeran Liu Xie. “Itu? Apa maksudmu dengan "itu" ?” dengan polosnya Cao Jie bertanya. Gadis itu rupanya telah kehilangan separuh dari akalnya. Pangeran Liu Xie membatu, memejamkan matanya sejenak, dia sedang berpikir bagaimana harus menjelaskan makna kata “itu” pada Cao Jie. Hingga akhirnya dia terpikirkan sesuatu. “Kau pintar kan? Bukankah kau menguasai beberapa kitab kenegaraan di usia muda. Maksudku, mereka tidak akan pergi kalau kita tidak melakukan ini?” Pangeran Liu Xie mendekatkan wajahnya ke Cao Jie lalu kemudian berbisik. Mata Cao Jie kembali terbuka lebar, ‘itu’ yang dimaksud pangeran Liu Xie adalah suatu kebiasaan yang dilakukan oleh pasangan suami istri, yang boleh mereka lakukan saat sudah ada ikatan pernikahan, di mana hal itu tidak boleh di dipertontonkan di depan umum dan merupakan rahasia antara suami dan istri. Pangeran Liu Xie melanjutkan “Aku akan mematikan lilin ini, kau ikuti saja rencanaku ini. Bagaimana?” “Wangye, bukankah ini namanya menipu?” kata Cao Jie. Pangeran Liu Xie menyeringai dan mendekatkan tubuhnya ke arah Cao Jie, berbisik tepat ditelinga gadis itu, “Lalu apa nona Cao Jie mau melakukannya saja? Ah, maksudku Wangfei. Apakah Wangfei mau melakukan ‘itu’ denganku malam ini juga? Sungguh tidak sabaran rupanya.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN