** jiejie / jiĕjie= Panggilan untuk kakak perempuan/perempuan yang lebih tua.
Riben= mengacu pada "Jepang". Ini adalah istilah kuno di China.
*/
*Cao Fu (Kediaman keluarga Cao)*
Panglima perang Cao Cao tengah sibuk menyiapkan segala sesuatu yang mungkin saja di butuhkan saat perang melawan Riben. Dalam perang kali ini Cao Hua tidak di izinkan untuk ikut. Putri bungsu keluarga Cao itu langsung merajuk begitu mendengar keputusan sang ayah, namun ia tidak bisa berkata apa-apa.
“Di perang pertama aku boleh ikut, kenapa sekarang tidak? Ayah benar-benar keterlaluan!” Keluh Cao Hua.
“Bukankah panglima melakukan ini untuk kebaikanmu nona ketiga?” suara berat menjawab Cao Hua.
“Xue Yang! Kau dari mana saja? Sejak perang beberapa bulan yang lalu aku tidak pernah melihatmu.” tanya Cao Hua pada laki-laki bernama Xue Yang itu.
Xue Yang hanya tersenyum dan wajahnya memancarkan ketampanan yang sulit untuk di jelaskan. Wajahnya begitu tenang, alis hitamnya membuat fitur wajahnya semakin tajam. Rambut hitamnya yang seperti tinta di ikat rapi. Tubuhnya tinggi dan ia memakai pakaian pasukan khusus.
Dia adalah orang kepercayaan panglima Cao Cao dan juga teman kecil Cao Hua. Masa lalunya yang suram terselamatkan berkat panglima Cao Cao. Berkat bakat dan kesabaran Xue Yang, ia kini bisa menjabat sebagai wakil komandan perang kekaisaran.
“Aku benar-benar ingin ikut serta dalam perang ini. Tidak bisakah kau membujuk ayah untukku, hah?” Cao Hua merengek dan bergelantungan di lengan Xue Yang.
“Berhentilah nona. Ini semua demi kebaikanmu.” Jawab Xue Yang dengan sopan.
Cao Hua mendengus, “Jangan panggil aku nona, aku ini sahabat kecilmu. Kita sebaya dan kau bukan orang lain bagiku.”
Mendengar kata-kata Cao Hua ini, raut wajah Xue Yang bersinar, tapi ia masih tenang dan tidak membiarkan Cao Hua menafsirkan kebahagiaannya. Xue Yang menjawab, “Gadis bodoh. Jangan memikirkannya lagi. Panglima melakukan ini karena ia sangat menyayangimu.”
Hubungan keduanya begitu akrab. Selain sudah berteman sejak kecil, Xue Yang juga telah di tugaskan untuk menjaga dan melindungi Cao Hua oleh panglima Cao Cao. Jika bukan karena latar belakang keluarga Xue Yang yang tidak jelas, panglima Cao Cao pasti sudah menikahkan keduanya.
Cao Xiao mendengar suara tawa dari kejauhan, matanya menatap dari jauh dan menemukan Cao Hua yang sedang tertawa lepas bersama Xue Yang. Cao Xiao adalah gadis murni yang tidak pernah memandang status, tapi melihat keduanya yang begitu dekat membuatnya sedikit merasa risau.
Cao Xiao tidak akan menghalangi keduanya jika memang mereka berdua mempunyai hubungan lebih dari sebatas teman, tapi itu tidak berlaku bagi panglima Cao Cao. Untuk menghindari hal ini, Cao Xiao berusaha untuk membatasi hubungan Cao Hua dan Xue Yang. Semua ini ia lakukan, semata-mata untuk melindungi keduanya. Akan sangat berbahaya jika panglima Cao Cao mulai berprasangka negatif pada Xue Yang.
“Cao Hua, Xue Yang.” Cao Xiao berbicara dengan wajah tenang.
Cao Hua, “Kakak kedua..”
Xue Yang membungkuk, “Nona Cao Xiao." Xue Yang memberi hormat, "Bagaimana kabar nona?”
Cao Xiao tersenyum, ia menyadari kalau Xue Yang adalah pemuda yang baik dan tulus. Ia sudah melihat Xue Yang tumbuh selama ini. Pemuda itu begitu sabar, perangainya baik, dan ia juga cerdas. Cao Xiao berbicara, “Kau begitu sungkan wakil komandan Xue.”
Xue Yang tidak mengurangi rasa hormatnya, “Mohon nona tidak memanggilku seperti itu. Panggil aku seperti biasanya.”
Cao Xiao tersenyum, “Baiklah, kabarku baik. Bagaimana denganmu Xiao Xue?”
Mendengar Cao Xiao memanggilnya dengan sebutan akrabnya, Xue Yang merasa sedikit tenang. Hatinya menghangat mendengar nona tertua memanggilnya dengan sebutan masa kecilnya. Hanya orang-orang terdekatnyalah yang bisa memanggil wakil komandan Xue dengan sebutan seperti itu.
Xue Yang segera menjawab, “Kabarku baik-baik saja.”
Cao Xiao, “Syukurlah. Ah, Cao Hua kau sebaiknya merapikan semua kekacauan yang kau buat di kamarmu. Usiamu sudah dewasa dan kau masih melempar barang saat kau marah. Cepatlah!”
Cao Hua segera pergi begitu mendengar omelan saudari tertuanya itu. Sebenarnya itu hanyalah alasan Cao Xiao untuk membuat Cao Hua pergi. Ada sesuatu yang ingin Cao Xiao sampaikan pada Xue Yang.
Cao Xiao, “Boleh aku meminta waktu Xiao Xue yang padat? Aku hanya akan berbicara selama lima menit.”
Xue Yang, “Nona terlalu sungkan.”
Cao Xiao mulai duduk di sebuah bangku tempat Cao Hua duduk tadi, “Pertama-tama aku ingin kau memanggilku Jiejie. Bukankah dulu kau suka memanggilku dan Cao Jie dengan sebutan Jiejie? Aku masih ingat sewaktu kecil dulu, kau dan Xiao Hua sangat nakal. Dan hanya aku dan Cao Jie yang bisa merawat kalian berdua. Waktu berlalu cukup cepat, dan kini kalian sudah dewasa.”
Cao Xiao menatap Xue Yang dengan penuh kasih sayang, ia melihat Xue Yang seperti sedang melihat adik laki-lakinya sendiri, “Aku bangga padamu. Sekarang kau menjabat sebagai wakil komandan.”
Xue Yang menatap Cao Xiao, “Jiejie, Xue Yang berterima kasih atas kebaikan panglima Cao Cao, Jiejie, wangfei, serta Cao Hua. Kalian adalah keluarga Xue Yang. Tanpa kalian, Xue Yang pasti akan mati karena kedinginan di jalan.”
Cao Xiao mempelajari raut wajah Xue Yang sebelum dengan berhati-hati berkata, “Karena kau dan Xiao Hua sudah dewasa, maka aku akan mengatakan hal ini sebagai wujud kasih sayangku pada kalian. Aku tidak mau hubungan kalian hancur di kemudian hari, oleh karena itu aku mau mulai hari ini kau harus bisa menjaga sikap saat bersama Cao Hua. Dia adalah gadis yang polos dan bodoh, sedangkan kau adalah laki-laki yang cerdas. Kau pasti mengerti niatku ini kan?”
Xue Yang bukanlah seorang pemuda yang bodoh, ia sudah menangkap apa maksud kata-kata Cao Xiao padanya itu. Walau hatinya sedikit hambar ketika mendengar hal itu, ia dengan lapang d**a memahami niat baik putri tertua keluarga Cao itu. Xue Yang tau kekhawatiran yang di alami oleh Cao Xiao, di lain sisi dia juga harus menjaga sikapnya dan sadar akan posisinya di keluarga Cao ini.
Xue Yang tersenyum tulus, matanya memperlihatkan kesungguhan hatinya, “Jiejie tenang saja. Xue Yang tau posisi Xue Yang. Xue Yang tidak akan mengkhianati orang yang telah merawat Xue Yang selama ini. Xue Yang berjanji pada jiejie akan selalu menjaga Cao Hua.”
Cao Xiao tersenyum lega, ia merasa sedikit sedih karena telah mengatakan hal ini pada Xue Yang, “Terima kasih Xiao Xue. Aku benar-benar lega saat mendengarnya.”
*/
Sementara itu di istana Weiyang, pasangan Wangye dan Wangfei-nya itu tidak akan pernah hidup dalam kerukunan. Pertikaian dan percekcokan akan selalu ada.
Cao Jie baru saja keluar dari Wangfu, ia berjalan dengan tergesa-gesa menuju pangeran Liu Xie yang tengah berdiri dan menunggunya. Sesekali ia tampak ragu-ragu melangkah, ingatannya tentang kejadian semalam masih membayanginya.
Pangeran Liu Xie mengunci tatapannya pada Cao Jie yang tengah berjalan menuju ke arahnya. Tatapannya tidak pernah lepas saat menatap gadis itu. Memakai rok berwarna kuning pucat dan mantel bulu berwarna putih tulang, Cao Jie tampak elegan. Hanfu berwarna kuning terang melekat ditubuhnya dan itu membuatnya terlihat begitu manis. Rambutnya di jepit oleh jepitan batu giok dengan ornamen bunga taratai kecil, sungguh pemandangan yang indah.
Karena tergesa-gesa, Cao Jie merusak keanggunan itu dan akhirnya hampir terjatuh karena tidak sengaja menginjak roknya. Beruntung pangeran Liu Xie menangkapnya, kalau tidak, bajunya itu akan kotor.
“Ahehehhe, Wangye. Maafkan aku, aku benar-benar ceroboh.” Cao Jie tersenyum genit sebelum akhirnya melompat turun dari pelukan pangeran Liu Xie.
Pangeran Liu Xie ingin marah, tapi keindahan ini sangat imut di waktu yang bersamaan. Seketika itu juga amarahnya langsung masuk ke perut, “Lain kali Wangfei tidak boleh ceroboh.”
Cao Jie, “Ya wangye.”
Mereka berdua bergegas menuju aula istana, mereka berjalan menyusuri lorong istana sebelum akhirnya sampai di aula istana Weiyang.
Di dalam sudah banyak orang yang datang. Selang beberapa saat, kaisar Liu Bian juga datang dan duduk di singgasana naga. Cao Jie memperhatikan nyonya tua yang berpakaian mewah itu, nyonya tua itu memakai. Jubah bersulamkan burung phoenix yang menandakan status bangsawannya. Dia pastilah nenek kekaisaran, nenek dari kaisar Liu Bian dan pengeran Liu Xie.
“Nenek, aku memberi hormat pada nenek.” Ujar kaisar Liu Bian.
Wanita tua itu tampak ramah dan energik, “Yang mulia, ini sudah lama sekali dan orangtua ini merindukan yang mulia kaisar."
Kaisar tertawa, “Maafkan cucu ini nenek.”
Pangeran Liu Xie dan Cao Jie membungkuk dan segera memberi hormat, “Nenek kekaisaran, cucu ini juga memberi salam. Ini adalah Wangfei-ku.”
Pangeran Liu Xie menatap Cao Jie ketika ia memperkenalkan istrinya itu pada neneknya. Cao Jie menambahkan, “Yang mulia, cucu menantu ini memberi salam.”
Wanita itu tersenyum bahagia saat melihat Cao Jie, “Wangfei memang cantik, ternyata rumor itu benar. Dan Wangye rupanya sudah melupakan nenek tua ini karena sudah memiliki Wangfei yang begitu cantik.”
Cao Jie, “Itu tidak benar nenek kekaisaran, Wangye selalu merindukan nenek.”
Janda permaisuri agung berbicara, “Benarkah? Bocah ini tidak dapat di percaya. Tapi karena Wangfei-nya yang mengatakannya, maka nenek akan percaya.”
Suasana di aula begitu hangat, mereka dengan bahagia mengobrol. Janda permaisuri agung dengan penuh semangat menceritakan pengalamannya selama menjadi relawan di kuil Buddha. Kepulangannya kali ini bertujuan untuk mengantar Kaisar Liu Bian yang akan pergi berperang melawan Riben.