Hari-hari pangeran Liu Xie yang awalnya sangat membosankan, berubah seketika saat Cao Jie datang. Cao Jie yang kini bergelar Wangfei-nya itu selalu menjadi alasan hari-hari pangeran Liu Xie di istana menjadi lebih berwarna.
Melewati hari demi hari bersama, membuat Cao Jie dan pangeran Liu Xie mulai terbiasa hidup bersama. Bahkan mereka akan saling mencari dan menunjukkan kepedulian jika salah satunya tidak ada atau sedang sakit.
Pangeran Liu Xie yang biasanya hanya tinggal sendirian di kamarnya sekarang sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Wangfei-nya, Cao Jie. Begitu pula Cao Jie, ia juga mulai terbiasa bangun tidur dengan pangeran Liu Xie yang ada disampingnya.
Walau masih tidak tidur seranjang, mereka tetap satu kamar. Pangeran Liu Xie membiarkan Cao Jie menempati ranjangnya, sementara ia sendiri tidur disebuah kursi kayu panjang yang terletak di depan tempat tidur sang Wangfei.
“Cepatlah Wangfei atau kita akan terlambat!” Kata pangeran Liu Xie sambil berlari.
“Iya tunggu, tunggu. Wangye kau selalu terburu-buru.” Cao Jie juga berlari mengejar sang pangeran.
Mereka berhenti di depan gerbang setelah berlari dari Wangfu. Di depan gerbang istana Weiyang, sudah banyak para pasukan yang berkumpul. Beberapa pasukan juga terlihat menunggangi kuda dan memakai baju zirah.
Hari ini adalah hari kepergian Kaisar Liu Bian ke medan perang. Ayah Cao Jie yang menjabat sebagai panglima perang pun ikut serta. Tapi Xue Yang yang menjabat sebagai wakil komandan perang tidak terlihat.
Pertempuran kali ini adalah pertempuran penting, mereka akan bertempur melawan Riben (Jepang) dalam rangka mempertahankan perbatasan. Seribu pasukan pilihan termasuk sang kaisar sendiri akan pergi ke medan perang.
“Kaisar…, seharusnya aku ikut denganmu. Maafkan adikmu yang tidak berguna ini” kata pangeran Liu Xie.
“Hahahaha, kau harus bertugas di istana. Otak cerdikmu itu lebih cocok berada di istana dari pada ototmu yang harus bersusah payah bertempur. ” kata Kaisar Liu Bian.
Sebelum menaiki kudanya, kaisar membuat sebuah pengumuman, “Ini adalah token kekaisaran. Ini adalah simbol kaisar, memilikinya sama artinya dengan menjadi kaisar. Dan mulai hari ini, aku akan menyerahkan token naga ini kepada Wangye Liu Xie. Dia akan menggantikanku untuk sementara, jadi kalian harus mematuhinya.”
Semua orang yang mendengar dekrit ini segera bersujud dan berkata, “Kami mematuhi kaisar!"
Pangeran Liu Xie juga ikut berlutut, “Hamba akan menjaga amanah ini sebaik mungkin. Mohon yang mulia Kaisar tidak perlu khawatir dan kembalilah dengan selamat. Adik ini akan mendoakan yang mulia.”
Cao Jie juga memberi hormat pada kaisar dan juga pada ayahnya. Cao Jie tentu saja berharap mereka semua akan pulang dengan selamat dan membawa kemenangan bagi dinasti Han.
“Ayah juga harus berhati-hati. Ayah harus pulang dengan selamat.” kata Cao Jie pada panglima Cao Cao.
Panglima Cao Cao, “Wangye dan Wangfei tidak perlu khawatir, hamba akan menjaga dan melindungi kaisar dengan nyawa hamba.”
Tak lama setelah itu, iring-iringan pasukan berangkat menuju medan perang. Rencana perdamaian antara kedua kekaisaran yang tidak berhasil, membuat kaisar Liu Bian mengambil tindakan untuk melawan penjajah. Perang kali ini bukanlah perang yang mudah, mereka bisa saja menghabiskan waktu yang sangat lama dalam perang ini. Oleh karena itu, sebelum pergi ke medan perang, Kaisar Liu Bian mempercayakan pemerintahan pada adiknya, Pengeran Liu Xie.
Hadirnya dan terlibatnya seorang kaisar ke dalam peperangan merupakan sebuah ultimatum yang dikeluarkan oleh dinasti Han agar Riben bersedia untuk mundur!
Setelah menyaksikan rombongan pasukan itu keluar dari gerbang istana, pangeran Liu Xie segera melaksanakan tugas pertamanya di pemerintahan. Sementara itu Cao Jie yang berniat mengunjungi nenek kekaisaran tidak sengaja bertemu dengan Xue Yang.
“Xiao Xue, eh? Bukankah kau seharusnya pergi berperang bersama ayah?” Tanya Cao Jie.
Xue Yang membungkuk dan memberi hormat, “Wakil komandan perang Xue Yang memberi hormat pada Wangfei.”
Cao Jie menarik lengan Xue Yang dan menyuruhnya untuk bersikap biasa saja, “Aiya, kau terlalu sopan padaku. Eh, kau belum menjawab pertanyaanku.”
Xue Yang tersenyum, ekspresinya tenang saat ia menjawab Cao Jie, “Panglima melarang hamba untuk ikut mengingat tidak ada yang menjaga keamanan di istana. Berhubung yang mulia janda permaisuri agung juga tengah berada di istana, maka penjagaan di istana haruslah ketat.”
Cao Jie segera memahami perkataan Xue Yang itu. Kemudian ia berbicara lagi, “Kau harus menghibur Cao Hua, dia pasti kesal sekarang. Dia sangat menyukai perang dan mengibaskan pedangnya, aku yakin dia tengah mengamuk di Cao Fu sekarang.”
Xue Yang hanya tersenyum, “Wangfei tidak perlu khawatir, nona tertua selalu menjaga nona ketiga dengan baik.”
Cao Jie bergumam, “Aku merindukan mereka.”
Xue Yang, “Hamba akan menyampaikan hal ini pada nona pertama dan nona ketiga, mereka mungkin saja merindukan Wangfei dan ingin bertemu. Xue Yang bisa menemani mereka ke istana jika Wangfei bersedia.”
Mendengar hal ini, Cao Jie tidak bisa tidak tersenyum. Bibir tipisnya melengkung bak bulan sabit, ekspresi bahagianya tidak bisa disembunyikan.
Cao Jie berkata dengan senyuman cerah, “Benarkah kau mau melakukannya? Aku akan sangat berterimakasih padamu Xiao Xue. Kalau begitu aku akan menunggu kabar baik darimu.”
Xue Yang segera mengangguk dengan senang. Sama seperti Cao Xiao yang memperlakukannya dengan baik, Cao Jie juga telah menganggap Xue Yang sebagai keluarganya sendiri.
*/
Hari demi hari berlalu, minggu berlalu dan berubah menjadi bulan. Hari-hari pangeran Liu Xie di istana sangatlah padat dan sibuk. Pangeran Liu Xie bahkan nyaris tidak punya waktu untuk bermain bersama Cao Jie. Menangani urusan pemerintahan bukanlah hal yang mudah.
Ada banyak gulungan di meja kerjanya, gulungan-gulungan itu berisi petisi-petisi yang dikirimkan oleh para pejabat daerah dan rakyat. Dan pangeran Liu Xie harus dengan hati-hati menanganinya sebelum akhirnya memutuskan sesuatu.
“Dia sedang apa yah?” kata pangeran Liu Xie sambil membayangkan wajah Cao Jie.
Tiba-tiba pangeran Liu Xie bangkit dari singgasana naga, ia berjalan mendekat ke jendela. Matanya kembali cerah setelah melihat Cao Jie yang berlarian mengejar kelinci di taman istana. Sejenak ia menggosok-gosok matanya, pangeran Liu Xie mengira itu hanyalah semacam ilusi. Ilusi yang muncul karena ia begitu merindukan Wangfei-nya.
“Itu benar-benar Wangfei. Wangye tidak sedang berimajinasi.” Ujar Shi Zhui yang sudah tidak tahan melihat pangeran Liu Xie.
Wajah pangeran Liu Xie yang kusam karena kurang tidur seketika menjadi cerah merona. Ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi dan memutuskan untuk menemui Cao Jie. Si Zhui hanya bisa mengikuti majikannya itu dengan senyuman meledek.
“Kasim Li. Aku akan keluar sebentar.” kata pangeran Liu Xie pada kasim kepercayaannya.
Pangeran Liu Xie berlalu pergi meninggalkan kasim tua itu tanpa mendengar jawaban kasim Li. Kasim Li hanya bisa berbicara dengan putus asa, “Tapi.. Wangye, anda harus menyelesaikan ini dulu.”
Pangeran Liu Xie tidak mempedulikan teriakan sang kasim. Mata dan hatinya sudah teralihkan semenjak melihat Cao Jie. Ia akhirnya berlari menuju taman istana untuk menemui sang istri.
Sementara itu, dari kejauhan, Cao Jie melihat pangeran Liu Xie yang tengah berlari ke arahnya. Wajahnya kembali semringah, wajahnya memerah seperti persik yang tengah matang. Cao Jie tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya saat melihat pangeran Liu Xie.
“Wangfei..kau..,kau..sedang apa?” kata pangeran Liu Xie yang masih terangah-engah.
Cao Jie tersenyum bahagia saat berkata, “Aku sedang bermain dengan kelinci-kelinci ini. Wangye anda…”
Cao Jie tiba-tiba mengambil sebuah sapu tangan dari dalam kantung hanfunya dan menyeka keringat pangeran Liu Xie yang bercucuran karena berlari.
“Benar kata orang, wanita adalah kelemahan seorang laki-laki.” pangeran Liu Xie bergumam.
“Apa? Wangye tadi bilang apa?” Tanya Cao Jie.
“Ah tidak-tidak…, eh bagaimana kalau kita bermain sebentar. Ada yang ingin aku ceritakan pada Wangfei.” kata pangeran Liu Xie.
Pangeran Liu Xie akhirnya bisa bersantai dari kesibukan yang berminggu-minggu ini membelenggunya. Pangeran Liu Xie mengajak Cao Jie ke perpustakaan paviliun pribadinya.
Ini adalah kali pertama ia mengajak seseorang ke tempat favoritnya ini. Sebelumnya ia tidak pernah menunjukkan perpustakaan rahasia ini pada seseorang, hanya Si Zhui dan dirinya sendiri yang pernah masuk ke perpustakaan rahasia pangeran.
“Masuklah, kau adalah orang pertama yang aku izinkan masuk ke sini.” kata pangeran Liu Xie dengan bangga.
“Wah, buku-buku ini milik pangeran?” Tanya Cao Jie
“Tentu saja, eh kemarilah.” pangeran Liu Xie menarik tangan Cao Jie.
“Ini, bukankah ini lemari yang diberikan oleh kerajaan Goguryeo (Korea) sebagai hadiah pernikahan kita?” kata Cao Jie.
Pangeran Liu Xie mengangguk, “Wangfei benar."
"Ada hal menarik yang ingin aku ceritakan padamu. Tapi nanti, saat kakak sudah kembali dan aku sudah tidak sibuk lagi, aku akan menceritakannya padamu.” Pangeran Liu Xie tampak tak sabar menyampaikan hal menarik itu. Tapi dia harus terlebih dahulu menunggu waktu yang tepat.
Cao Jie membalas, “Kenapa tidak sekarang saja?”
Pangeran Liu Xie menatap Cao Jie dengan serius, “Wangfei mungkin tidak akan percaya padaku. Aku harus mencari bukti agar Wangfei bisa percaya.”
Cao Jie hanya menganggap ucapan pangeran Liu Xie ini sebagai lelucon dan hanya mengiyakannya dan berkata, “Baiklah, terserah Wangye saja.”
Waktu kebersamaan mereka sangatlah singkat, para kasim dan dayang istana sudah berteriak mencari sang pangeran.
Dengan rasa penasaran yang masih menyelimuti hatinya, Cao Jie ditarik keluar paviliun oleh pangeran Liu Xie.
Cao Jie kembali ke kamarnya, sementara pangeran Liu Xie kembali untuk mengurus masalah kenegaraan. Rasa bosan kembali merasuki diri Cao Jie.
Sebelum kaisar Liu Bian pergi berperang, ia tidak pernah merasa kesepian karena pangeran Liu Xie selalu bersamanya. Tapi sejak kaisar pergi, pangeran Liu Xie selalu berada di aula kekaisaran. Sesekali sang pangeran kembali ke kamarnya untuk beristirahat, itu pun hanya saat tengah malam di mana Cao Jie sudah tertidur.
“Apa yang ingin kau ceritakan padaku Wangye?” gumam Cao Jie.