Cao Jie benar-benar tersudut saat ini. Ia bagaikan tikus yang siap di santap oleh kucing.
Mata pangeran Liu Xie menatapnya begitu dalam, hingga kemudian ia menundukkan wajahnya dan mencium pipi gadis itu. Cao Jie melolot, bola matanya nyaris keluar saat pangeran Liu Xie melakukan hal itu.
“Lepaskan aku Wangye, Wangye!!” teriak Cao Jie sembari berusaha mengerahkan seluruh kekuatannya yang tidak seberapa itu untuk berusaha keluar dari pelukan pangeran Liu Xie.
Tangannya di blokir oleh tangan pangeran Liu Xie yang jauh lebih kuat darinya, sementara kakinya yang berusaha menendang pangeran Liu Xie kini tengah di apit oleh dua kaki yang sangat kuat. Cao Jie benar-benar sudah berakhir.
“Sekarang Wangfei tahu apa kesalahanmu?” tanya pangeran.
“Wangye, aku, aku bersalah karena menggeledah pakaianmu. Aku hanya ingin mencari jepit rambutku.” Ujar Cao Jie dengan jujur.
Apa? Nampaknya jawaban Wangfei baru pangeran Liu Xie itu salah. Pangeran Liu Xie kembali menundukkan kepalanya dan tiba-tiba mencium Cao Jie lagi. Kali ini bukan di pipi tapi di bibir mungilnya itu. Cao Jie tidak bisa tinggal diam, dia hanya bisa melawan balik. Cao Jie menggigit bibir bawah pangeran Liu Xie hingga akhirnya bibir itu berdarah.
Pangeran Liu Xie belum melepaskan tangan dan kakinya, sebaliknya matanya kembali melotot, “Aku bukanlah orang yang baik Wangfei, hanya saja aku sedikit pendendam. Katakan, apa kau sudah tahu kesalahanmu?”
Cao Jie ingin memukuli laki-laki tampan ini sampai mati. Ia ingin mengirim arwahnya ke dunia bawah. Tapi ia tahu, pangeran Liu Xie tidak akan menyerah. Cao Jie mulai mengendurkan semangat untuk melawannya, “Mana aku tau wangye? Katakan padaku dan aku akan meminta maaf pada Wangye.”
Pangeran Liu Xie tersenyum licik lagi, senyuman itu benar-benar menyeramkan. Cao Jie kembali merapatkan bibirnya dan membalikkan pandangannya dengan harapan pangeran gila ini tidak akan menciumnya lagi. Tapi siapa sangka, pangeran yang terkenal cerdas dan tampan ini begitu mendominasi.
“Ahhhhhh, kau benar-benar sudah gila Liu Xie. Apakah kau Jiang shi? Kenapa kau menyedot leherku, kau pangeran gila!!” Cao Jie melolong marah.
Setelah berhasil membuat Cao Jie marah, pangeran Liu Xie menggendong gadis itu layaknya tuan putri. Ia mengambil jubahnya dan menutupi tubuh Cao Jie yang kini basah kuyup. Dia tidak berkata apa-apa setelah melakukan hal tak terduga itu, di lain sisi Cao Jie masih marah.
Cao Jie akhirnya kembali ke Wangfu untuk merapikan penampilannya. Ia berganti baju dan merapikan rambutnya yang terlihat seperti itik menjijikkan. Sementara itu MianMian dengan sabar membantu majikannya itu bersiap-siap.
Cao Jie melihat wajahnya di cermin perunggu, bekas ciuman di lehernya itu nampak nyata. MianMian yang melihat tanda cinta itu hanya bisa tersenyum dan akhirnya membuat Cao Jie geram.
“Jangan mengatakan apa-apa! Ayo kita pergi. Pangeran menyebalkan itu akan memarahiku kalau kita terlambat.” Ujar Cao Jie.
MianMian berlari mengejar Cao Jie yang berjalan dengan terburu-buru. Mulanya MianMian berniat untuk memberikan syal untuk menutupi bekas ciuman di leher Cao Jie itu, tapi Cao Jie sudah memasuki gerbong kereta. Di dalam gerbong sudah ada pangeran Liu Xie yang tanpa ekspresi sedang menunggunya. Pangeran Liu Xie duduk sambil memejamkan matanya sementara tangannya bersilangan di dadanya. Cao Jie memelototinya dan mengutuknya dalam diam.
MianMian terengah-engah, “Wangfei, ini syal anda. Ini agar bekas…”
Melihat pangeran Liu Xie tengah duduk di gerbong yang sama, MianMian segera menutup mulut. Sementara itu Cao Jie dengan sengaja membesarkan suaranya, “Tidak perlu MianMian, biarkan mereka tahu apa yang Wangye ini lakukan pada Wangfei-nya”
Mendengar ucapan Cao Jie itu, pangeran Liu Xie tidak bisa tidak tersenyum. Di lain sisi, Cao Jie menatapnya degan penuh kemarahan. Mereka tidak mengatakan apa pun di sepanjang perjalanan menuju kediaman Cao.
*/
*Kediaman Keluarga Cao*
Sebagai suatu rasa hormat, kedua pangantin baru itu harus memberi salam ke rumah orangtua. Oleh karena itu, Cao Jie dan pangeran Liu Xie akan berkunjung ke rumah panglima Cao Cao. Segala persiapan di lakukan, Cao Xiao sebagai putri tertua menyiapkan segalanya dengan apik. Rumah itu tampak sibuk, pelayan terlihat mondar-mandir dan menata rumah.
Beberapa masakan kesukaan Cao Jie juga telah dipersiapkan. Cao Xiao dan Cao Hua adalah dua orang yang begitu antusias menantikan kehadiran saudarinya itu.
Tak lama berselang, kereta kuda yang membawa pangeran Liu Xie dan Cao Jie tiba. Sebelum turun dari gerbong, pangeran Liu Xie akhirnya membuka mulutnya, “Kita harus bahagia di depan mereka.”
Cao Jie mendengus, “Hmmpph."
Pangeran Liu Xie nampak tidak puas dengan reaksi Wangfei-nya itu, ia kemudian melirik dan menatap mata Cao Jie dengan penuh ancaman. Cao Jie segera melunak begitu menyadari dirinya akan ditindas lagi, “Ahehhehe, aku mengerti Wangye. Aku sangat mengerti.”
Pangeran Liu Xie akhirnya turun dari gerbong, ia tidak lupa untuk memegangi Cao Jie saat menuruni gerbong. Pemandangan ini sekilas tampak sangat bagus, mereka berdua benar-benar terlihat sangat baik.
Cao Jie dengan sengaja mengekspos lehernya, hingga bekas ciuman pangeran Liu Xie itu terlihat. Pangeran Liu Xie ingin melompat karena gembira, ia tidak perlu bersandiwara begitu keras karena Cao Jie sudah melakukannya.
Para pelayan di kediaman keluarga Cao yang melihat ini begitu kaget. Mereka semua tersenyum geli begitu melihat tanda ciuman itu. Beberapa pelayan berkomentar, “Mereka pasti sangat bahagia tadi malam. Hihihi.”
Seorang pelayan membalas, “Aku tidak menyangka mereka berdua begitu agresif.”
Cao Jie diam-diam mendengar percakapan antara pelayan itu. Wajahnya berubah menjadi suram sementara ia terus berjalan sambil merangkul lengan pangeran Liu Xie. Selang beberapa saat, mereka memasuki aula rumah.
“Wangye, Wangfei, pejabat ini memberi hormat.” Ujar panglima Cao Cao seraya membungkuk.
Semua orang termasuk kedua saudari Cao Jie juga ikut memberi hormat. Cao Jie yang belum terbiasa dengan semua aturan ini merasa sedikit aneh ketika ia melihat ayah dan kedua saudarinya memberi hormat padanya.
“Panglima perang Cao Cao terlalu sungkan. Aku adalah menantu anda, jadi jangan terlalu sungkan.” Ujar pangeran Liu Xie.
Sementara itu Cao Jie yang sudah merindukan saudarinya itu langsung melompat dan memeluk kedua saudarinya. Cao Jie membawa kedua saudarinya itu menjauh dari pangeran Liu Xie, sementara itu sang pangeran tengah mengobrol bersama panglima Cao Cao.
Panglima Cao Cao memandangi putrinya dengan sedih, “Anak itu, maafkan orangtua ini Wangye. Hamba benar-benar tidak bisa mendidik Cao Jie dengan baik. Anak itu, sejak ibunya meninggal dia begitu kesepian. Hamba harap Wangye akan memakluminya dan mau mendidiknya.”
Pangeran Liu Xie menatap Cao Jie yang sedang berjalan menjauh darinya, hingga kemudian ia berbicara, “Anda tidak perlu khawatir. Wangfei benar-benar wanita yang baik, dia benar-benar wanita yang menggemaskan dan cerdas.”
Panglima Cao Cao bernafas lega, “Anda benar-benar murah hati.”
Sementara itu di kamar Cao Jie tengah terjadi perbincangan antar sesama saudari. Cao Xiao mendengarkan keluhan Cao Jie dengan hanya tersenyum.
“Kakak kedua, jangan menghina Wangye. Bukankah dia baik dan tampan.” Balas Cao Hua.
“Kau anak kecil diamlah!” balas Cao Jie.
Cao Hua memperhatikan bekas ciuman yang ada di leher Cao Jie itu, dan dengan polosnya ia bertanya, “Apakah ini memar? Apakah Wangye yang melakukannya?”
Cao Jie terdiam, semenjak mendengar ucapan para pelayan tadi, ia akhirnya sadar. Ini adalah suatu bentuk bukti yang dibuat oleh pangeran Liu Xie agar kehidupan pernikahan mereka terlihat membahagiakan. Sungguh menyebalkan.
Cao Xiao tersenyum sebelum akhirnya angkat bicara, “Ini adalah tanda cinta Wangye pada Wangfei-nya.”
Cao Hua, “Apa maksud kakak pertama?”
Cao Xiao mengetuk kepala adiknya, “Gadis kecil sepertimu memang bodoh. Ini adalah bekas ciuman.”
Cao Jie, “Kakak, sudahlah. Jangan mengungkitnya lagi. Kau membuatku merasa tidak nyaman.”
Cao Hua bersorak gembira sementara Cao Jie tersipu malu. Obrolan ketiga saudari itu tampak begitu menyenangkan. Cao Xiao dan Cao Hua terus menggoda Cao Jie dan memaksanya menceritakan malam pernikahannya.
“Tidak ada yang menarik. Iya kan MianMian?” Cao Jie berkedip dan meminta Mian Mian bersaksi palsu.
MianMian tidak terlalu peka dengan isyarat mata itu. Mian Mian dengan polosnya menceritakan kejadian di kolam pangeran tadi, “b***k ini tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di kolam Wangye tadi. Mian Mian mendengar suara teriakan Wangfei. Hanya saja ketika b***k ini dan pengawa Lan (Si Zhui) masuk, Wangye langsung mengusir kami. Wangye mengatakan ia ingin bermain bersama Wangfei-nya. Tapi begitu Wangye keluar, bibirnya terluka dan ada bekas itu timbul di leher Wangfei.”
Cao Hua bersorak ria, “Huhuhu, betapa romantisnya.”
Sementara itu Cao Jie melirik MianMian, “Kau benar-benar baik sekali. Kenapa kau tidak menceritakan kepada seluruh orang saja?”
Semua orang tertawa mendengar Cao Jie yang marah karena terus-terusan di goda, hingga akhirnya ruangan menjadi hening ketika sosok tampan muncul.
“Apa yang kalian bicarakan? Sepertinya menarik.” ujar pangeran Liu Xie yang tiba-tiba muncul.