Cao Xiao, Cao Hua, dan MianMian segera membungkuk dan memberi hormat pada pangeran Liu Xie. Mereka segera menutup mulut mereka begitu hawa dingin dan mematikan itu tiba-tiba datang. Si Zhui yang berada di belakang pangeran Liu Xie berdehem dengan canggung untuk mencairkan suasana.
Pangeran Liu Xie segera menyadari suasana yang membeku ini, “Ah, ini adalah pembicaraan sesama wanita bukan? Apakah aku mengganggu kalian?”
Cao Jie mencibir dengan suara sangat pelan, “En, Wangye mengganggu kami.”
Cao Xiao yang bijak segera mencubit adiknya itu sebelum akhirnya menyadari niat pangeran Liu Xie untuk bicara pada Cao Jie, “Itu tidak benar Wangye. Kami baru akan pergi. Cao Hua, Mian Mian, ayo kita pergi. Ah pengawal Lan (Si Zhui) kami akan mengajak anda berkeliling.”
Cao Hua mendengus, “Tapi aku belum berbicara banyak dengan….”
Cao Xiao segera menarik tangan adik ketiganya itu. Sementara itu Si Zhui tampak ragu-ragu sebelum menoleh ke arah pangeran Liu Xie. Pangeran Liu Xie berbalik dan menatap Si Zhui, ia kemudian mengangguk, “Pergilah.”
Di kamar Cao Jie sekarang hanya ada mereka berdua. Keduanya sepertinya tidak ada yang berniat untuk memulai percakapan. Cao Jie membenci situasi seperti ini, tapi kali ini ia benar-benar tidak mau mengalah dan berbicara duluan. Cao Jie duduk di tepi ranjang nya sambil memainkan ujung rambutnya yang panjang.
Pangeran Liu Xie menatapnya, emosinya sangat tenang. Ia mengibaskan jubah mewahnya sebelum akhirnya mengikuti Cao Jie dan akhirnya duduk di samping gadis itu. Cao Jie yang merasakan hawa panas dari tubuh pangeran Liu Xie segera bergeser menjauh. Pangeran Liu Xie memelototinya, ia masih berusaha menahan rasa jengkelnya pada gadis itu.
“Jadi ini adalah kamar Wangfei? Indah sekali. Aku menyukai desain interiornya.” Ujar pangeran Liu Xie secara tiba-tiba.
Cao Jie, “…..”
Seperti ada gagak hitam yang baru saja melewati kepalanya, ucapan dan basa-basi pangeran Liu Xie itu tampaknya sia-sia.
Pangeran Liu Xie tidak menyerah, ia mencoba sekali lagi, “Wah bahkan ranjangmu lebih nyaman dari ranjang di istana.”
Cao Jie, “….”
Gadis ini benar-benar marah rupanya. Pangeran Liu Xie hanya bisa gigit jari saat melihat usahanya tidak membawakan hasil. Ini adalah pertama kalinya dalam hidup seorang pangeran Liu Xie, ia tidak pernah memohon seperti ini sebelumnya.
Pangeran Liu Xie, “Wangfei masih marah padaku? Jangan marah lagi, yah, yah. Aku minta maaf.”
Cao Jie sedikit terbujuk, ia melirik pangeran Liu Xie dengan tatapan mendominasi, “Benarkah? Jadi Wangye sudah mengakui kesalahan Wangye?”
Pangeran Liu Xie tersenyum manis, “Tentu saja. Aku tahu jepitan rambut itu sangat berharga bagi Wangfei, kata panglima Cao Cao itu adalah hadiah dari mendiang ibu Wangfei. Untuk itu aku akan mengembalikannya sekarang.”
Cao Jie tidak menyangka pangeran Liu Xie akan mengatakan hal itu. Kemarahnnya seketika sirna, sebaliknya senyuman tulus tengah menghiasi wajah cantiknya.
Pangeran Liu Xie merogoh kantung bajunya, ia menarik benda berkilauan yang selama ini diinginkan oleh Cao Jie, “Aku berjanji akan memberikannya pada Wangfei. Tapi dengan satu syarat terakhir.”
Wajah Cao Jie suram, tentu saja akan ada hal semacam ini. Tidak mungkin pangeran menyebalkan ini akan memberikannya secara cuma-Cuma. Cao Jie memutar bola matanya sebelum akhirnya berkata, “Apa syaratnya?”
Pangeran Liu Xie menaikkan alisnya, “Wangfei harus bisa membuatku tertawa.”
Cao Jie berdiri dari tepi ranjang, “Hanya itu? Itu bahkan sangat mudah. Aku akan langsung berhasil dalam satu kali percobaan.”
Pangeran Liu Xie, “Kalau begitu Wangfei hanya mempunyai dua kali kesempatan.”
Cao Jie percaya diri, “Baiklah.”
Cao Jie mencoba peruntungan pertamanya, ia memasang ekspresi bodoh dan lucu di wajahnya. Ia mencoba trik ini pada pangeran Liu Xie, tangan pangeran Liu Xie bergetar, tapi ia tidak tergoda sama sekali. Wajah tampan sang pangeran masih datar dan tidak tersenyum sedikit pun.
“Wangfei gagal. Sekarang hanya ada satu kali kesempatan saja.” Ujar pangeran Liu Xie.
“Trik ini sangat mempan untuk Cao Hua. Kenapa malah tidak berhasil?” ucap Cao Jie sambil menghela nafas.
Cao Jie akhirnya memutuskan cara kedua. Ia tersenyum licik pada pangeran Liu Xie sebelum akhirnya menyerang pangeran Liu Xie dan menggelitiki tubuhnya. Alhasil pangeran Liu Xie jatuh ke kasur dengan Cao Jie yang masih menggelitikinya, pangeran tampan itu akhirnya tertawa terbahak-bahak.
“Ah baiklah-baiklah, ahahahaha Wangfei menang.” Pangeran Liu Xie masih tertawa.
Cao Jie tidak mau berhenti, “Rasakan ini, Wangye harus tahu bagaimana rasanya pembalasanku.”
Situasi yang mulanya menguntungkan Cao Jie kini telah berbalik. Melihat Cao Jie yang tidak mau berhenti, maka pangeran Liu Xie mengambil inisiatif. Dia membalikkan badannya dan menindih Cao Jie di bawahnya, kini gadis malang itu berada dalam bahaya lagi. Pangeran Liu Xie tersenyum meledek, “Kalau aku sudah menyuruh Wangfei berhenti, maka berhentilah. Wangfei sangat nakal dan tidak mau patuh.”
Jantung Cao Jie berdebar seolah akan melompat keluar. Matanya memperhatikan ekspresi pangeran Liu Xie yang menyebalkan tapi tampan. Di lain sisi, posisi ambigu ini membuat pangeran Liu Xie juga terbawa suasana. Matanya tidak pernah lepas dari wajah Cao Jie. Jantungnya juga berdetak dengan cepat dan tanpa sadar ia mulai mendekatkan wajahnya pada Cao Jie.
Tidak seperti kejadian sebelumnya, Cao Jie kali ini tampak lebih pasrah. Ia memegang erat seprai sebelum akhirnya memejamkan matanya. Seolah akan menantikan sesuatu terjadi, tangannya semakin erat mencengkeram sprei. Matanya segera terbuka begitu bibirnya menyentuh sesuatu yang dingin, itu bukanlah tekstur bibir, tapi jepit rambut yang terbuat dari perak.
“Apa yang Wangfei harapkan?” pangeran Liu Xie menatapnya sambil tersenyum meledek.
Cao Jie berusaha mengalihkan pembicaraan dan mengambil jepit rambutnya itu, “Tentu saja ini. Terima kasih Wangye.”
Walau sedikit canggung karena perbuatannya sendiri, tapi itu tidak masalah. Sekarang jepitan rambut itu sudah berada di tangannya. Cao Jie memandangi jeput rambut berharga itu dengan wajah gembira. Sementara pangeran Liu Xie sedang memandang wajah pemilik jepit rambut itu. Tangannya secara impulsif merapikan rambut Cao Jie yang menghalangi pandangannya, “Wangfei senang?”
Cao Jie mengangguk seperti anak kecil, “En.”
Siapa sangka suasana romantis ini akan segera berakhir, suara teriakan Cao Hua dari luar mengganggu kedua pasangan lucu ini.
“Wangye, Wangfei, makan malam sudah siap.” Teriak Cao Hua dari luar.
Pangeran Liu Xie mengerutkan dahinya dan akhirnya bangun. Begitu pula Cao Jie, ia segera meninggalkan pangeran Liu Xie dan berlari ke arah pintu.
Pintu terbuka dan Cao Jie melihat ekspresi bahagia Cao Hua. Cao Jie melirik pangeran Liu Xie yang tampak kesal.
Cao Hua tersenyum dengan penuh percaya diri pada pangeran Liu Xie, “Apakah adik mengganggu waktu kalian?”
Pangeran Liu Xie tersenyum pahit, “Tentu saja tidak.”
Cao Hua, “Syukurlah, ayo kita ke ruang makan.”
Tentu saja kau mengganggunya adik ipar!