Hari ini tepat satu setengah bulan semenjak kepergian kaisar Liu Bian ke medan perang.
Sudah beberapa kali juga pangeran Liu Xie menerima surat dari kakaknya itu. Namun, beberapa hari belakangan ini surat itu tidak pernah lagi di terimanya. Desas desus yang membicarakan soal memanasnya hubungan Riben (Jepang) dan dinasti Han juga membuat pangeran Liu Xie khawatir.
Mengingat hubungan diplomasi kedua negara yang kurang baik, pastilah kondisi di medan perang tidak mendukung juga.
Awal mulanya kaisar Liu Bian tidak ingin memperkeruh hubungan kedua negara, hanya saja Riben memaksa kaisar Liu Bian mengayunkan pedangnya. Hanya dengan seribu pasukan mereka berangkat ke Medan perang, dan mengingat Riben bukanlah lawan yang mudah, pangeran Liu Xie mulai khawatir. Dia hanya bisa berharap sang kakak akan pulang dengan selamat.
Cao Jie yang melihat perubahan sikap pangeran Liu Xie itu merasa sangat khawatir. Ketakutan yang sama juga tengah di rasakannya, mengingat sang ayahanda juga terjun ke medan perang bersama kaisar Liu Bian. Hanya saja Cao Jie lebih tenang, ia berusaha menyembunyikan perasaan khawatirnya agar tidak menyulitkan pangeran Liu Xie.
“Wangye jangan khawatir. Kaisar pasti akan segera kembali dengan selamat.” Cao Jie berusaha menghibur suaminya itu.
Pangeran Liu Xie hanya bisa tersenyum dan memberikan ekspresi yang menenangkan untuk Cao Jie. Ia menyadari bahwa Wangfei-nya itu juga sedang khawatir, “Wangfei benar. Kaisar pasti akan segera kembali.”
Bagaimana mungkin Pangeran Liu Xie tidak khawatir? Mengingat kaisar Liu Bian adalah kakak kandungnya sekaligus satu-satunya saudara yang dimiliki oleh pangeran Liu Xie, pangeran tampan itu pastilah sangat khawatir. Ini bukanlah perang pertama kaisar Liu Bian, hanya saja ia tidak pernah pergi selama ini tanpa adanya surat yang menyampaikan kondisinya.
Selang beberapa hari berlalu, pangeran Liu Xie mulai merasa tenang. Hatinya yang mulanya gundah kini mulai lupa karena kesibukan pemerintahan yang tidak bisa di abaikan.
Dari depan pintu ruang kerja kaisar, pangeran Liu Xie melihat Si Zhui yang tengah berlari ke arahnya. Pangeran hanya bisa mendengus dan meledek Si Zhui, “Kau kenapa berlarian? Apa kau anak kecil. Aiya…”
Ekspresi wajah Si Zhui tidak bisa di baca, emosinya tidak jelas. Wajah tampannya di cucuri keringat yang menetes dari rambut panjangnya. Ekspresinya yang biasa tenang kini nampak berbeda, “Wangye, kaisar…”
Pangeran Liu Xie mencelupkan kuas nya ke tinta, ekspresinya masih tenang, “Ada apa? kenapa dengan kaisar?”
Si Zhui, “Yang mulia kaisar..”
Pangeran sudah tidak sabaran, ia menatap Si Zhui dengan mata melotot, “Aiya, katakan. Ah, apa ada surat dari kaisar?”
“Bukan itu Wangye…” kata Si Zhui.
Pangeran Liu Xie sekali lagi menatap ke arah Si Zhui, “Kalau kau masih berbelit-belit aku akan menghukummu.”
Si Zhui berbicara, suaranya bergetar saat ia berkata, “Yang mulia kaisar telah tiba.”
Pangeran Liu Xie tidak bisa menyembunyikan ekspresi bahagainya, “Kau seharusnya mengatakan dari awal. Aiya, biarkan dia kemari dan melihat adiknya ini tengah menderita karena kesibukan yang tidak pernah berlalu.”
Si Zhui menundukkan kepalanya, “Tapi Wangye….”
Pangeran Liu Xie melajutkan, “Ah baiklah, kau terlalu berbelit-belit. Aku tahu dia pasti ingin aku pergi memberikan hormat padanya. Aku akan menemuinya, akhirnya aku bisa bebas.”
Pangeran Liu Xie segera beranjak pergi meninggalkan Si Zhui yang belum selesai bicara, langkah kakinya yang besar menunjukkan ketidaksabaran untuk melihat kaisar Liu Bian.
Pangeran Liu Xie berlari menuju halaman istana, di sana sudah banyak penghuni istana yang berkumpul. Dari kejauhan ia melihat nenek kekaisaran yang juga tengah berdiri di tengah-tengah kerumunan. Karena tidak sabar, pangeran Liu Xie kembali berlari ke kerumunan itu dengan wajah bahagia.
“Wangye tiba!!” seorang kasim mengumumkan kedatangan pangeran Liu Xie.
“Wangye…” isak tangis janda permaisuri agung tumpah begitu melihat pangeran Liu Xie.
Pangeran Liu Xie masih bingung, kenapa neneknya menangis di hari yang bahagia ini? Bukankah hari ini kaisar Liu Bian pulang? Perasaan tidak enak tiba-tiba mengalir di sekujur tubuh pangeran Liu Xie, matanya bergetar begitu tatapannya berpindah ke orang yang sangat ingin dilihatnya itu.
Perasaan senang dan gembira karena akan bertemu sang kakak itu hancur saat melihat jenazah seorang pria yang masih memakai baju zirah itu terbujur kaku dengan darah yang masih belum kering. Jenazah itu adalah jenazah Kaisar Liu Bian!
Wajah bahagia pangeran Liu Xie seketika sirna, air mata mengalir deras di pipinya. Seakan tak ingin percaya dengan kenyataan pahit ini, pangeran Liu Xie tersungkur di depan jenazah sang kakak. Beberapa orang yang menyaksikan adegan ini hanya bisa menahan napas, mereka di rundung rasa sedih yang mendalam.
“Kaisar, aku Liu Xie. Ini aku Xie Xie, aku baru saja menyelesaikan urusan negara, eh apa kau tau? Aku bahkan tidak pernah membolos lagi. Bagunlah, akan aku tunjukkan hasil kerjaku padamu." Suara pangeran Liu Xie bergetar, "Kaisar..kaisar ku mohon bangunlah. Kakak aku mohon bangunlah, aku janji tidak akan kabur dari istana lagi, aku bahkan sudah akur dengan Wangfei Cao Jie.” pangeran Liu Xie menggenggam tangan kakaknya yang sudah dingin itu.
Kata-kata yang keluar dari mulut pangeran Liu Xie itu membuat suasana bertambah biru. Sejenak pangeran Liu Xie terdiam dan tampak memikirkan sesuatu. Ia menggeledah bajunya sebelum akhirnya menemukan token naga yang diberikan kiasar Liu Bian sebelum berangkat berperang.
Tangannya gemetaran saat dia mengeluarkan token naga yang sebelumnya diberikan oleh kaisar Liu Bian padanya, “Yang mulia, lihatlah! Ini adalah token naga, aku akan mengembalikannya pada anda. Anda harus segera mengambilnya sebelum aku menggunakannya untuk melarikan diri dari istana.” Suara pangeran Liu Xie bergetar saat berbicara.
Para tetua istana dan orang yang menyaksikan kejadian ini pun larut dalam tangisan. Cao Jie yang tidak sanggun melihat pangeran Liu Xie bersedih hanya bisa memeluknya. Tangan kecilnya menepuk pundak pangeran Liu Xie, ia berusaha menenangkan sang suami.
“Wangye…” Cao Jie merangkul lengan pangeran Liu Xie.
“Wangfei lihatlah! Kaisar hanya bercanda, dia begitu menyukai Wangfei. Cobalah Wangfei membujuknya.” Ujar pangeran sembari menatap Cao Jie dengan penuh harap.
Pangeran Liu Xie, "Dia berkata ingin bermain Go dengan Wangfei saat dia pulang nanti. Aku, aku,..."
Cao Jie hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Air matanya jatuh di atas pipi putihnya. Ia hanya bisa berkata dengan lembut, “Kaisar telah pergi. Wangye harus tabah.”
Berharap kejadian ini hanyalah mimpi buruk, pangeran Liu Xie masih menolak untuk percaya. Ia menyentuh tangan kaisar Liu Bian yang sudah dingin dan memberikan token naga itu, membiarkan tangan yang sudah tidak memiliki roh itu menggenggam token naga.
Token naga jatuh karena tangan tanpa roh itu tidak bisa langi menggenggam benda apapun.
Air mata mengalir di wajah pangeran Liu Xie, “Beristirahatlah kakak! Xie Xie akan melepaskan kakak.”
Hari itu menjadi hari yang paling kelam bagi pangeran Liu Xie. Kemenangan yang diraih oleh pasukan dinasti Han harus dibayar mahal dengan nyawa sang Kaisar. Sang Kaisar yang juga satu-satunya keluarga kandung pangeran Liu Xie telah pergi untuk selama-lamanya.
Sementara itu, pengeran Liu Xie hanya bisa membenamkan wajahnya ke pelukan Cao Jie, berharap badai yang menerpanya ini hanyalah mimpi belaka.