CHAPTER-6

1987 Kata
Gadis berjalan di bibir pantai dengan kaki  telanjang. Bikini berwarna biru menutupi buah d**a dan bagian sensitifnya. Sesekali wanita pujaanku itu menoleh ke arahku. Perutnya yang sedikit membuncit dan tubuhnya yang kini berisi membuatku semakin terpesona. Berdeda dari biasanya, Gadis tidak membiarkan rambutnya tergerai dan lebih memilih mengikatnya. Pagi ini, entah karena apa ia merengek memintaku untuk menemaninya ke pantai. Awalnya aku menolak. Tapi, lagi-lagi dia mengancamku, dan ancaman kali ini sangat menggagguku. Gadis mengancam akan pergi sendirian ke pantai lalu berenang hingga ke lautan dalam agar di makan hiu. Yang benar saja? Jika sampai hal itu terjadi, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri. Sebagai gantinya, Gadis membiarkanku turun dari kursi roda dan berjalan sendiri. Aku bisa benar-benar lumpuh jika terus menerus memakai kursi roda. Sebelumnya, Richard telah memerintahkan pengawasan ketat di area pantai. Dia tidak mau kejadian yang beberapa waktu lalu menimpaku kembali terulang. Bodyguard suruhan Richard berjaga beberapa meter dari tempat Gadis bermain air. Sesekali mereka melihat ke arah Gadis. Menyesakkan memang, ketika kau harus berbagi tubuh indah kekasihmu dengan orang lain. Apalagi jika mereka sampai berimajinasi dengan tubuh wanitamu. Ufht! Rasanya aku ingin sekali merobek mata mereka. "Arghhggt!!" erangku ketika tiba-tiba Gadis duduk di pangkuanku. "Apa yang kau lakukan!" "Hanya duduk. Memangnya apa lagi?" tanyanya cenmberut. "Kau bisa duduk di tempat lain. Tidak harus di pangkuanku, Gadis!" "Dewa, di sini cuma ada satu kursi. Jika tidak di kursi ini, di mana lagi aku bisa duduk? Di atas pasir?" Lagi-lagi aku mengalah. "Baiklah kita bisa berbagi kursi ini. Tapi tolong jangan duduk di pangkuanku." "Kenapa?!" "Kau lihat sendiri, tulang-tulangku bisa remuk jika ditindih tubuhnya yang sedikit gemuk itu." "Kau bilang aku gemuk, ha?" bentaknya meradang. "Kubilang sedikit gemuk." "Tapi aku tetap cantik meskipun gemuk." Baiklah.. dia benar. Dia tetap cantik. Aku tetap mencintainya. "Dulu kau selalu bilang kalau aku cantik." "Kau tergoda denganku? Hmbb.. aku tahu aku tampan. Pasti sangat menggoda. Kau sampai duduk di pangkuanku seperti ini." Gadis tertawa mendengarku. "Atas dasar apa kau berkata seperti itu? Kerempeng seperti ini bagaimana bisa menarik perhatian wanita? Seharusnya kau mengaca sebelum berkata seperti itu, Dewaku.. Sayangku." Sekarang dia terkikik geli. Oh s**t! Aku menyesal mengatakannya. Seharusnya memang aku berpikir dulu sebelum berkata. "Atau jangan-jangan..." katanya lagi, "Kau yang justru tergoda denganku?" Aku menahan napas mati-matian saat Gadis menempelkan buah dadanya di dadaku. Dengan pakaian yang minim seperti itu, mudah saja dia membangunkan junior kesayanganku. "Tidak. Sudah kubilang, aku tidak akan tergoda dengan wanita yang tidak kukenal." "Oh, ya?" Sekarang jemarinya mulai menggerayangi tubuh kerempengku. Sambil terus berkata, Gadis menyapu dadaku dengan jemari lentiknya, "Kupikir kita bisa melakukan s*x cepat di sini. Seperti yang pernah kita lakukan dulu." pandangannya menatap juniorku lekat-lekat. Seolah dia sudah tidak tahan ingin melakukannya. "Bagaimana?" Sekarang mata indahnya menatapku intens. Jantungku bisa benar-benar copot jika terus seperti ini. Gadis menempelkan bibirnya di bibrirku. Hanya menempelkannya. Sebuah seringaian muncul di wajah cantik jelita itu. "Love me, give me second chance to fall in love with you, My king." bisiknya tepat di telingaku dan berhasil membuatku melayang. Kembali Gadis menempelkan bibirnya di bibirku. Bola matanya terpejam sempurna. Bibir yang tadinya mengatup kini terbuka. Gadis melumat bibirku, menghisapnya perlahan sambil memainkan jari-jarinya di kulitku. Satu tangannya meremas rambutku dengan penuh hasrat. Aku hanya bisa membuka mulutku tanpa sanggup membalas kenakalannya. Desiran aneh mulai menjalari hatiku. Detak jantungku berpacu tidak keruan. Bulu kudukku meremang. Arghtt! Aku bisa gila jika terus seperti ini. Gadis memasukkan lidahnya ke dalam mulutku. Memaksa lidahku bermain dengan miliknya. Tangannya mulai masuk ke dalam celanaku. Menerka, mencari sesutau yang mulai mengeras di dalam sana. "I want you." katanya serak lalu kembali melumat bibirku dengan panas. Dengan lancangnya bibir serta tanganku membalas Gadis tanpa meminta ijin pada otaku. Tanganku mulai menyusuri punggungnya yang halus bagai surtra. Lidahku telah bertautan dengan lidahnya yang sangat lihat dalam berciuman. Lidahku merengsek masuk ke dalam mulutnya. Mengabsen gigi-gigi yang berbaris rapi sana. Aku terhenyak ketika Gadis meremas milikku. Gerakan lidahku terhenti. Saat itulah, Gadis melepaskan bibirnya dari mulutku dan berkata, "Maaf, tidak semudah itu, Ferguzoo." Gadis turun dari pangkuanku, bersiap pergi meninggalkanku saat aku telah siap untuk bercinta. Kutarik tangannya untuk meminta penjelasan. Dia hanya menahan senyuman merendahkan dan berlalu begitu saja. "Gadis!" teriakku dan berhasil menghentikan langkahnya. "Kejar aku kalau bisa!" katanya seraya bersiap-siap untuk kabur. Nafasku terengah sebelum aku siap mengejarnya. Ya Tuhan! Wanita ini benar-benar... "Ayo kejar!" katanya sambil berlari kecil. Aku berlari mengejarnya. Matahari terik menyiram tubuh kami. Bikini Gadis berkilau terkena cahaya mentari. Kaki jenjangnya bergerak lincah. Langkahnya semakin lambat sementara gerakan kakiku bergerak lebih cepat. "Kena, Kau!" kataku seraya menarik tangannya. Gadis mengatur napasnya sambil sesekali memegang dadanya yang kembang kempis. "Aku lelah," katanya seraya menjatuhkan tubuhnya di atas pasir, berbaring terlentang. "Apa maksudmu melakukannya tadi?" "Apa? Tidak ada?" Kuposisikan tubuhku di atas tubuhnya seperti singa siap memakan mangsanya. Gadis masih mengatur napasnya. Ia sama sekali tidak peduli dengan tatapanku yang haus akan dirinya. "Aku tahu kau sengaja melakukannya." "Tidak." "Mengakulah. Kau meremas milikku!" "Dan kau menikmatinya." Jika terus menerus seperti ini, aku bisa benar-benar memperkosanya. "Kita pernah melakukannya di pantai." katanya seolah bisa membaca isi kepalaku. "Ralat, sering." sekarang, tangan nakalnya mulai menggoda d**a telanjangku. Aku beranjak. Tidak. Aku tidak boleh kalah dengannya. Akan kutunjukkan bagaimana cara menghormati laki-laki. Kutinggalkan Gadis yang masih berbaring begitu saja. Kesal? Tentu aku sangat kesal. Bukan padanya, melainkan pada diriku sendiri. Cintaku pada wanita ini sudah tidak bisa ditolerir. Jika yang membuatku mencintainya adalah s*x, mudah saja mencari penggantinya. Tapi ini? Aku mencintai apa pun yang ada padanya. Bahkan dengan keegoisannya yang telah menjatuhkan harga diriku pun aku tetap menyukainya. "Dewa! Kau mau kemana?" Gadis berteriak saat melihatku berjalan kembali ke tempat kami semula. "Dewa! Tunggu aku!" teriaknya sembari berlari mengejarku. "Dewaaaaaa!!!" Beberapa saat kemudian, tidak lagi kudengar teriakan darinya. Juga tak kunjung kurasakan langkahnya yang mendekat. Aku berbalik. "s**t! Damn!" umpatku saat menyadari ternyata Gadis tidak mengejarku. Gadis berjalan berlawanan denganku. Terpaksa sekarang aku berlari mengajarnya. "Gadis!" Teriakku seraya berlari menyusulnya. Tidak ada jawaban. Deburan ombak lah yang akhirnya menjawab teriakanku. "Gadis berhenti!" Gadis menghentakkan kakinya ke tanah. Masih terus berjalan dan mengabaikanku. "Kau mau kemana?" "Pulang." Akhirnya dia berhenti. Kugunakan kesempatan itu untuk berlari semakin cepat menyusulnya. Sampai kapan pun aku tidak akan rela Gadisku menjadi obyek imaginasi pria lain. Kembali ke manssion dengan bikini seperti itu hanya akan membuatku merasa bersalah karena membiarkannya pergi. Lagi-lagi aku kalah. "Maaf." kataku parau. Kudekap tubuhnya dari belakang lalu kulingkarkan kedua tanganku di perutnya. Seperti biasa, janin dalam kandungan Gadis bergerak tak keruan. Aku semakin erat memeluknya. "Kau merasakannya?" "Ya." "Kau percaya ini anakmu, Kan?" Aku masih diam. Tentu saja aku percaya. Tapi jika kubilang aku percaya, Gadis pasti akan curiga. "Kau tidak percaya?" Gadih melepas tanganku dari perutnya. "Aku percaya." kataku cepat sebelum dia marah dan meninggalkanku lagi. Aku melihat seringaian licik dari wajahnya. Harus kuakui aku mudah sekali luluh karenanya. Cinta, kau membuatku seperti boneka ajaib yang bisa mengabulkan semua permintaannya sekaligus menghiburnya saat dia sedih. Dan bodohnya, aku bangga menjadi boneka cintanya. Kami duduk di tempat semula. Aku sengaja hanya menyiapkan satu kursi di sana agar kami bisa menikmati suasana yang lebih intim. Tapi aku tidak menyangka akan seperti ini jadinya. "Gadis, kalau terus seperti ini aku bisa benar-benar remuk seperti kerupuk saat diinjak kucing." Gadis tidak mau turun dari pangkuanku. Niat ingin mengerjainya malah berakhir seperti ini. Menyebalkan. "Sudah kubilang, di sini hanya ada satu kursi." "Kita bisa berbagi. Kau tidak harus duduk di atas pahaku terus-menerus." "Dewa, aku lapar." "Ayo kita pulang." Aku menggeser tubuh Gadis dan berusaha berdiri. "Tidak. Aku mau di sini saja." "Kau bilang kau lapar, bukan?" "Hubungi pelayan dan suruh mereka membawakan makannan untuk kita." titahnya angkuh. "Kau bisa melakukannya sendiri." "Oh, iya. Mana ponselku?" Aku menyerahkan ponsel itu padanya. Gadis berbicara lembut pada pelayan. Tidak seperti saat berbicara padaku. "Yang kau ajak bicara itu laki-laki atau perempuan?" Kening Gadis mengkerut, "Kenapa kau bertanya seperti itu?" "Tidak apa." "Laki-laki." jawabnya sambil tertawa pelan. "Jadi kau selalu seperti itu pada semua pria? Apa saja yang kau lakukan saat aku koma? Kau mesra-mesraan dengan pria lain saat aku meregang nyawa? Tunangan macam apa kau ini! Saat aku hampir mati kau justru tega selingkuh di belakangku!" Entah mengapa, emosiku memuncak mendengar pernyataannya. Jika ditelepon saja dia bisa berbicara seperti itu, bagaimana jika mereka bertemu langsung? "Aku hanya menyuruh Kimberly, kepala pelayan di manssion kita, untuk mengantar makanan ke sini. Kau cemburu dengan Kim? Aku ini normal, aku hanya menyukai batang, bukan lubang." SKAKMATT!!! Sial! Lagi-lagi aku terpancing olehnya. Arghttt! Sekarang aku menyesal mengatakannya. Beruntung, makanan yang di pesan Gadis segera datang. Lima orang membawa berbagai macam camilan dan minuman lalu menatanya di atas meja. Setelah Gadis mengucapkan terima kasih, mereka berlima kembali ke manssion. "Kau mau makan atau memberi makan penghuni lautan?" "Kita yang akan menghabiskan ini semua." "Aku tidak sanggup." "Kita akan menabung lemak bersama, itu adalah salah satu cara mencintai pasanganmu. Saat dia gendut, kau juga harus rela gendut karenanya." "Terserahlah." Kami mulai makan apa saja yang telah Gadis pesan. Sesekali mulutnya yang penuh dengan makanan itu berceloteh tentang makanan apa saja yang dia sukai dan yang tidak disuka. Sebenarnya, tanpa Gadis bercerita pun aku sudah tahu. Hafal bahkan. Dia juga menambahkan kalau masakanku jauh lebih enak dari chef-chef di sini. Tentu saja, aku memang memiliki keahlian dalam hal memasak. "Habiskan ini!" titah Gadis ketika aku hanya menatap salad yang isinya cuma alpukat dan mayonaise. "Tidak. Aku tidak suka alpukat." "Kau harus memakannya. Alpukat bisa menambah berat badan. Apa kau mau terus-menerus kurus kerempeng seperti mayat hidup?" "Jaga bicaramu, Gadis!" "Makan atau aku akan memberimu hukuman!" "Apa?! Hukum saja aku! Kau mau membuangku ke laut! Silakan!" kataku dengan nada tak kalah tinggi darinya. "Oh, kau benar-benar mau di hukum, ya?" Aku tersenyum miring. Apa yang bisa dilakukan wanita hamil ini? Membuangku ke laut? Jangankan menenggelamkanku, mengangkat tubuh kerempengku saja, aku tidak yakin dia bisa. Gadia melepas bikini yang menutupi buah dadanya. Pandangannya terarah padaku. Ia mendekatkan wajahku ke arahku. Tanpa mengindahkan kedua bola mataku yang melotot sempurna. Aku hanya bisa meneguk salivaku melihat dua gundukan kembar itu terpampang jelas di hadapanku. Sesaat pikiranku mulai di penuhi hal-hal kotor. Naluriku sebagai lelaki mengatakan kami akan bercinta setelah ini. Gadis menyatukan bibir kami. Ia meraih kedua tanganku dan menyatukannya. Dan karena terlena dengan lembutnya bibir ranum itu, aku sama sekali tidak sadar kalau kedua tanganku telah terikat dengan bikininya. "Kita lihat sejauh mana kau bisa bertahan." ujarnya tepat di depan bibirku. Kembali Gadis melumat bibirku. Kedua tangannya asyik mengggerayangi tubuhku. Ia mendorongku ke sandaran kursi. "A.. pha.. yang kau laku---kan, Gadis!" erangku ketika Gadis duduk di atas milikku. "Kita bercinta sekarang!" Arrrghttt! Aku hampir menjerit saat dia menggesekkan milikku dengan p****t sekalnya. Tanganku terikat. Tubuhku memberontak merasakan setiap sentuhannya. Hatiku berdesir hebat. Gadis sama sekali tidak peduli dengan apa saja yang keluar dari mukutku. "Kita tidak boleh melakukannya di sini. Pulahan mata sedang mengawasi kita!" seruku tertahan. "Aku tidak peduli!" Salah satu tangannya menarik pelan celanaku. Gadis terlihat puas dengan yang dilihatnya. "Aku hanya akan menelanjangimu di sini." katanya angkuh. "Gadis, kumohon!" "Apa? Kau mau kita bercinta?" "Tidak." "Aku juga tidak mau." Angin berembus semakin kencang. Gadis semakin menggila dengan aksinya. Jika terus seperti ini, aku tidak akan segan-segan memperkosanya. "Apa ini yang kau sebut hukuman?" "Iya." "Kalau begitu, aku menyerah." Gadis terkikik penuh kemenangan. Tuhan, kenapa kau tidak pernah membiarkanku balas dendam dengan wanita nakalku ini?! Setelah Gadis memakai kembali bikininya, kami melanjutkan makan siang yang sempat tertunda. Gadis kembali memaksaku makan alpukat yang berwarna hijau menjijikkan. Aku mengunyahnya sangat terpaksa. Gadis tersenyum melihat wajah kesalku. "Kau pikir ini lucu?" "Kau sangat lucu, Sayangku." katanya seraya duduk lagi di pangkuanku. Kembali dilumatnya bibirku dengan rakus sambil menempelkan dadanya pada d**a kerempengku. Kali ini, aku tidak akan terkecoh dengan permainan liciknya. Hari ini, sudah dua kali dia mempermainkanku. Aku tidak akan lagi masuk ke dalam perangkapnya. Jadi, kubiarkan dia melumat bibirku tanpa membalasnya. "Bisakah kau berhenti menggodaku?!! Dasar penggoda!" gerutuku setelah Gadis melepaskan bibirku yang mulai bengkak karena ulahnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN