Hari Pertama Di Perusahaan Yang Mengundang Gosip

1116 Kata
Pagi itu, Kaia melangkah masuk ke gedung megah perusahaan pusat milik Zeff. Sepatu hak rendah yang dipakainya hampir tak bersuara di lantai marmer yang mengkilap. Namun, suasana di sekelilingnya terasa jauh lebih berat dibandingkan langkahnya. Para pegawai menatapnya dengan pandangan penuh rasa ingin tahu, bahkan beberapa bisikan mulai terdengar sejak dia melangkah melewati pintu utama. "Dia asisten baru, ya? Siapa dia?” "Kenapa Scott tiba-tiba digantikan? Apa yang terjadi? Ada yang bilang dia adalah pegawai di perusahaan cabang. Apakah dia sehebat itu hingga membuat Scott tersingkirkan?” "Siapa dia sebenarnya?" Kaia mencoba mengabaikan bisikan-bisikan itu. Dia sudah mempersiapkan mental untuk menghadapi hari yang panjang dan penuh tantangan. Zeff dan Kaia memang tak berangkat bersama pagi itu karena tadi dia harus mampir ke apartemennya untuk mengemas beberapa barang pentingnya. * * Di lantai atas, Zeff sudah menunggunya di ruangannya. Pria itu duduk di balik meja besar yang didominasi warna hitam elegan, seperti biasa, terlihat dingin dan penuh wibawa. "Kau datang tepat waktu," katanya tanpa basa-basi. Kaia hanya mengangguk. "Apa yang harus saya lakukan hari ini, Tuan Zeff?" tanyanya dengan nada formal karena mereka berada di lingkungan perusahaan, bukan mansion. Zeff menyerahkan daftar tugas hariannya. "Bantu aku dengan jadwal hari ini, rapat dengan tim pemasaran pukul 10, dan pastikan semua dokumen sudah disiapkan sebelum itu. Jangan lupa, ada telekonferensi dengan cabang di Tokyo sore nanti. Aku ingin laporan mereka lengkap sebelum panggilan dimulai." Kaia mengambil dokumen itu dengan hati-hati. "Baik, Tuan." Zeff memperhatikan Kaia selama beberapa detik sebelum kembali fokus pada layar komputernya. "Dan satu lagi," tambahnya tanpa mengalihkan pandangan. "Pastikan kau tidak membuat kesalahan. Aku tidak mentolerir ketidaksempurnaan meskipun kau orang istimewa bagiku." Kaia menahan napas, mengangguk, lalu bergegas keluar untuk memulai pekerjaannya. Dan kata “istimewa” yang disematkan Zeff pada dirinya sedikit membuatnya berdebar. Di luar ruangan, Scott, yang sebelumnya adalah asisten pribadi Zeff, sedang berbincang dengan beberapa pegawai lain. Wajahnya menunjukkan ekspresi netral, tetapi sorot matanya penuh perhatian saat Kaia melintas. "Semoga beruntung. Kau bisa bertanya padaku apa pun, Kaia. Jangan sungkan. Oh ya, jangan dengarkan gosip-gosip tak jelas di kantor. Aku senang kau akhirnya kembali," kata Scott sambil tersenyum hangat. Kaia hanya mengangguk. Dia tahu Scott tidak menyimpan dendam atau kebencian padanya seperti yang digosipkan oleh pegawai kantor. Tugasnya sekarang hanya bergeser menjadi lebih fokus pada urusan eksternal, tetapi tetap saja, Kaia merasa ada tekanan besar untuk memenuhi ekspektasi Zeff yang terkenal perfeksionis. * * Seiring berjalannya waktu, hari itu Kaia mulai terbiasa dengan alur kerja yang cepat di perusahaan pusat. Namun, perhatian para pegawai masih tertuju padanya. Beberapa karyawan senior memandangnya dengan skeptis, sementara yang lainnya penasaran bagaimana dia bisa menjadi asisten Zeff. "Apa dia punya hubungan spesial dengan bos?" seseorang berbisik saat Kaia sedang menyiapkan dokumen di ruang arsip. "Tidak mungkin. Tuan Zeff terlalu dingin untuk itu. Lagi pula wanita itu jelas-jelas tak selevel dengan Tuan Zeff meskipun dia memiliki wajah yang cantik," jawab yang lain. Kaia pura-pura tidak mendengar, tetapi dalam hati dia merasa terganggu. Dia hanya ingin menjalankan pekerjaannya dengan baik tanpa harus menjadi pusat perhatian. Dia bisa saja menanggapi dengan sinis, hanya saja untuk apa? Dia merasa itu tak ada gunanya karena toh gosip-gosip tentangnya akan semakin tak terkendali nantinya. * * Pukul 10 tepat, rapat dengan tim pemasaran dimulai. Kaia duduk di samping Zeff, mencatat poin-poin penting sambil sesekali mengingatkan Zeff tentang jadwal selanjutnya. Semua berjalan lancar sampai salah satu anggota tim tiba-tiba meminta laporan tambahan yang belum disiapkan. "Kami belum menerima data terbaru tentang target pasar di Asia," kata pria itu sambil menatap Kaia. Sebelum Kaia sempat menjawab, Zeff berbicara dengan nada dingin. "Tugas itu ada pada tim Anda, bukan asisten saya. Jangan mencoba menyalahkan orang lain atas kelalaian Anda sendiri." Ruangan menjadi sunyi seketika. Kaia menundukkan kepala, merasa lega tetapi juga canggung karena pembelaan Zeff yang tegas. * * Sementara Kaia sibuk dengan pekerjaannya di kantor, Scott menjalankan perannya yang baru sebagai pengurus eksternal. Hari itu, dia menghadiri rapat dengan mitra bisnis di luar kantor, membahas peluang kolaborasi baru. Meski Scott terlihat tenang, ada sedikit rasa kehilangan dalam dirinya. Sebagai asisten pribadi Zeff selama bertahun-tahun, dia terbiasa berada di dekat bosnya, menangani semua urusan dari hal kecil hingga yang paling rumit. Sekarang, dia harus beradaptasi dengan dinamika baru. Namun dia senang karena sekarang bosnya sudah memiliki ritme tidur yang normal lagi karena kehadiran Kaia. Scott merasa lega karena beban pekerjaannya menjadi lebih ringan dan sang bos tak sering marah-marah lagi akibat kurang tidur dan kelelahan. Dia hanya berharap Kaia mampu menghadapi tekanan yang datang dengan posisi tersebut. * * Setelah selesai dengan telekonferensi sore itu, Kaia akhirnya bisa bernapas lega. Semua tugas hariannya berjalan dengan baik, meskipun ada beberapa momen yang membuatnya gugup. Saat dia sedang merapikan dokumen di meja kerjanya, Zeff memanggilnya ke ruangannya. "Bagaimana harimu?" tanyanya singkat. "Baik, Tuan. Saya rasa saya bisa menyesuaikan diri dengan ritme kerja di sini," jawab Kaia hati-hati. Zeff mengangguk pelan. "Kau bekerja cukup baik hari ini. Tetapi ingat, ini baru permulaan. Tekanan akan semakin besar seiring waktu. Kemampuanmu melebihi ekspektasiku, Kaia. Di mataku, kau cukup hebat." Kaia menelan ludah karena pujian itu, tetapi dia tetap berusaha tetap percaya diri. "Saya akan melakukan yang terbaik." "Bagus," kata Zeff sambil kembali fokus pada pekerjaannya. "Satu jam lagi kita pulang bersama.” Kaia mengangguk dan keluar dari ruangan itu dengan perasaan campur aduk. Ada rasa lega karena mendapat pengakuan dari Zeff, tetapi juga ketakutan akan ekspektasi yang lebih tinggi di masa depan. * * Di kafe perusahaan, beberapa pegawai masih membicarakan Kaia. Namun, ada juga yang mulai melihatnya dengan pandangan yang lebih positif. "Dia cukup cekatan kelihatannya," kata salah satu pegawai. "Ya, tapi bisakah dia bertahan lama? Tuan Zeff terkenal sulit didekati." "Kita lihat saja. Tampaknya Kaia bukanlah wanita sembarangan karena dia langsung diangkat menjadi orang kepercayaan Tuan Zeff.” Kaia tahu bahwa pembicaraan tentang dirinya tidak akan berhenti dalam waktu dekat. Tetapi dia memutuskan untuk fokus pada pekerjaannya dan membuktikan bahwa dia layak berada di posisi itu. Saat malam tiba, Kaia pulang dengan perasaan lelah tetapi puas. Dan Zeff duduk di sebelahnya sambil memandang keluar jendela. Hari pertama sebagai asisten Zeff adalah awal dari perjalanan baru yang penuh tantangan, tetapi dia yakin bisa melewatinya. “Kita akan makan malam di restoran,” ucap Zeff yang kemudian menoleh pada Kaia. “Ya,” jawab Kaia singkat tanpa melihat Zeff. “Kaia, lihat aku jika aku berbicara denganmu.” Kaia menoleh pada Zeff dan mengangguk. “Ya, maaf.” “Ada yang kau pikirkan?” tanya Zeff. “Tak ada. Hanya kau saja. Karena duniaku hanya berputar di sekitarmu saja saat ini.” “Good. Itu lebih baik daripada kau memikirkan kencan buta dengan pria lain. Kau dilarang melakukan itu selama bersamaku.” Zeff menatapnya dengan pandangan tajam yang begitu posesif.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN