Bertemu Juan

889 Kata
Ting Sebuah email baru muncul di layar komputer Mira. “Lucy, ini ada email dari pelamar baru, sepertinya, lelaki ini ketinggalan info hingga baru melamar di hari terakhir,” kata Mira. “Coba aku lihat,” sahut Lucy. Lucy pun membuka email itu. Senyum di bibir wanita itu tiba-tiba mengembang saat melihat biodata milik Juan. "Cakep ya?" celetuk Mira. Tanpa sadar, Lucy pun menganggukkan kepalanya. Dari fotonya, lelaki bernama Juan ini memang sangat menawan. Wajahnya ditumbuhi bulu halus, hidungnya yang mancung bak perosotan, rahangnya yang tegas membuat lelaki itu terlihat semakin seksi dan menggoda. “Mira, sudah ada berapa kandidat yang terpilih?” tanya Lucy. “Ada 10 orang,” jawab Mira. “Bawa sekalian pelamar terakhir itu. Buat janji dengan mereka, supaya aku bisa mengetahui karakter dari masing-masing orang,” perintah Lucy. Mira pun mengirimkan email pada sebelas lelaki itu untuk mengajaknya bertemu di sebuah cafe di hari yang sama. Dan disinilah Lucy sekarang, menunggu kedatangan lelaki yang akan menjadi calon suaminya. Lucy harus tahu, seperti apa karakter lelaki yang akan menikah dengannya sebelum lelaki itu menjadi pasangan hidupnya. Lelaki pertama hingga kelima, tidak ada yang cocok dengan pribadi Lucy. Begitu juga dengan yang keenam hingga kesepuluh. Lucy dan Mira sudah putus asa. Sepertinya, dia sudah pasrah jika harta kekayaan kakeknya akan jatuh ke tangan adik dan ibu tirinya. Dia sudah siap, jika harus pergi dari rumah peninggalan sang kakek. Tak tak Suara hentakan sepatu mengalihkan perhatian keduanya. Pandangan mereka beralih ke arah pintu masuk. Seorang lelaki tampan datang dengan pakaian sederhana. Namun, lelaki itu memiliki aura yang sangat kuat hingga membuat jantung Lucy berdebar-debar. “Selamat sore, perkenalkan nama saya Juan Alex. Saya dipanggil untuk mengikuti wawancara dengan calon istri saya,” ucap lelaki itu penuh kharisma. Lucy memandang lelaki itu dari atas hingga ke bawah. Dari sepuluh kandidat yang gugur, lelaki ini yang paling tampan. Mira sampai menyenggol kaki Lucy karena wanita itu tak kunjung bicara. “Eh, silahkan duduk, Tuan. Saya Lucy, dan ini sahabat saya Mira. Boleh kami sedikit bertanya tentang Anda?” Lucy memperkenalkan dirinya dan juga Mira. Lelaki itu hanya tersenyum kemudian mengangguk. Lucy dan Mira pun langsung bertanya tentang ini dan itu, mulai dari pekerjaan, hobi, keluarga, hingga kehidupan pribadi. ‘Sebelumnya, Anda punya kekasih? Saya tidak mau saat kita menikah, tiba-tiba ada wanita yang datang menangis karena kamu tinggalkan begitu saja demi menikahi saya,” tanya Lucy. Juan menggelengkan kepala. “Dulu, sempet pernah suka dengan adik kelas saat kuliah. Tapi, saya terlambat, sekarang, dia sudah menjadi milik orang lain. Dan sejak saat itu, saya menjomblo,” akunya. Sepertinya, Lucy memang tidak mengenalinya. Padahal, dulu, hampir setiap hari Juan duduk di kantin agar bisa memandang Lucy dari kejauhan. “Lalu, kenapa Anda tertarik dengan sayembara ini? Bukankah Anda tahu, kalau pernikahan ini hanya pernikahan sementara,” tanya Lucy sambil menatap tajam lelaki di hadapannya. Juan tersenyum. Anehnya, senyuman itu membuat hati Lucy sedikit bergetar. “Ibuku menyuruhku segera menikah. Sedangkan aku tidak punya kekasih. Saat aku lihat iklanmu, aku tertarik. Karena dengan begitu, aku tidak perlu mencari pendamping hidup. Terlepas, kita bercerai atau tidak nantinya, yang penting, aku bisa memenuhi keinginan ibuku,” jawab Juan. “Yakin hanya itu? Bukan karena harta yang aku miliki?” tanya Lucy kembali. “Hahaha,” gelak tawa Juan sedikit mengusik perhatian Lucy. Pasalnya lesung pipi yang menghiasi tawa lelaki itu justru membuat Lucy semakin ingin terus melihatnya. “Anda bisa membuat perjanjian pranikah untuk melindungi harta Anda jika memang Anda takut saya berbuat curang. Yang jelas, bukan tipe saya untuk hidup di bawah ketiak seorang wanita. Meski saya tidak punya harta, tapi saya akan berusaha untuk menghidupi dan memenuhi kebutuhan istri saya dengan layak,” jawab Juan dengan entengnya. Juan benar-benar pandai menyembunyikan karakter aslinya di depan Lucy. Lucy pun mengangguk. Tanpa disuruh pun dia pasti akan melakukannya terlepas dari siapapun suaminya nanti. Setelah menimbang dan berpikir, pilihan Lucy akhirnya jatuh pada Juan. Wanita itu menyukai sifat Juan yang tidak pernah merayunya tapi berjanji akan membahagiakannya. Tidak seperti kandidat yang lain. Tak ingin kehilangan banyak waktu, Lucy pun langsung menyodorkan surat perjanjian pranikah itu di hadapan Juan. “Saya suka dengan karakter dan kepribadian Anda. Maka dari itu, kita akan menikah hingga dua tahun ke depan. Dan ini, perjanjian pranikah yang harus kamu tanda tangani.” Juan pun membaca semua poin perjanjian pra nikah itu. Dahinya mengerut saat membaca poin kelima dari surat perjanjian itu. Beberapa menit kemudian, dia lalu menaruhnya di atas meja. “Poin nomor lima saya tidak setuju. Saya ingin, kita bersikap layaknya suami istri pada umumnya hingga waktu berpisah nanti. Jika Anda menginginkan hubungan kita sebatas perjanjian diatas kertas. Saya tidak mau. Saya ini laki-laki normal, tinggal satu atap dengan wanita cantik seperti Anda, tentu membuat hasrat kelelakian saya bergejolak. Dan sebagai istri, Anda wajib memberikannya, karena itu merupakan hak saya sebagai suami. Kecuali, kalau Anda memperbolehkan saya membawa wanita lain di dalam rumah kita sebagai gantinya. Kalau Anda tidak setuju, Anda boleh mencari kandidat lain.” Lucy mengepalkan tangannya. Enak saja mencari wanita lain di saat menjadi suaminya. Teringat pengkhianatan Andra yang juga melampiaskannya pada wanita lain hanya karena dia tidak pernah mau diajak ML. Namun, dia juga tak ingin begitu saja menyerahkan tubuhnya pada lelaki yang tidak dia cintai. Bagaimana kalau nantinya, dia bercerai dari Juan sementara dia sudah kehilangan keperawanannya? Ya Tuhan, apa aku harus menyetujuinya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN